Bab 11

22.7K 1.3K 3
                                    

Kini dua orang sahabat itu sedang duduk berhadapan dengan salah satunya mencoba menjelaskan dan satunya mendengarkan dengan tenang.

Vanya, orang yang mendengarkan secara tidak sadar menyuruh Arkan untuk mengantarkan adiknya serta Alvino pulang kerumah dan disetujui olehnya dan juga diikuti mama Salwa. Katanya, mama Salwa ingin silahturahmi dengan kakek neneknya.

Meninggalkan Vanya serta Naura dirumah Arkan yang sepi.

"Terus Samuel tau? " Kata Vanya datar. Naura yang menunduk, mengangguk pelan merasa bersalah.

"Mario? " Untuk kedua kalinya Naura mengangguk membenarkan.

Vanya marah, iya! Rasanya ia seperti orang bodoh yang nggak tau apa-apa. Ketiga sahabatnya tega membohongi dirinya yang selama ini dia mempercayai mereka.

"Van maafin gue" Sesal Naura.

Jika tau akan seperti ini, dia enggak akan merahasiakannya.

Nasi sudah menjadi bubur, apa boleh buat.

"Ya lo bayangin aja diposisi gue yang nggak tau apa-apa, dan bodohnya gue cerita sama lo-lo pada!. " Kata Vanya sedikit meninggikan notasi suaranya. Terlampau kesal.

"Vanya bukan gitu, gue cuma nggak mau buat lo sedih. "

"Terus lo juga yang bilang ke mereka kalo gue mungut dia. " Tanya Vanya.

Naura mendongak, dengan panik dia menggelengkan kepalanya kuat-kuat sembari menggoyangkan kedua tangannya kanan-kiri dengan hebohnya.

"Nggak! Kalo itu gue nggak tau, gue juga baru tau itu kemaren-kemaren pas lo curhat ke kita! Serius! Beneran! Nggak bo'ong! " Jelas Naura dengan wajahnya yang super panik.

Vanya mendesah. Terus siapa yang bilang, bikin nambah beban pikiran aja, pikirnya.

"Vanyaaa" Rayu Naura dengan menggoyangkan kedua tangan Vanya menggunakan tangannya yang disatukan, mirip seperti anak kecil yang temannya sedang merajuk dan dia harus menggukan berbagai cara bujuk rayu untuk menenangkan temannya.

"Maafin gue ya, ya, ya, plisss. " Lanjut rayuan Naura.

"Nggak! " Jawab Vanya tegas.

"Vanya. Lo kok kelihatannya hari ini nambah cantik aja. " Bujuk Naura lagi dengan rayuan kedua.

"Nggak mempan! Ra, kayaknya gue harus pikir-pikir dulu tentang persahabatan kita. " Ucap Vanya.

Naura menganga dengan raut yang terkejut serta panik yang kentara.

"Udahlah, gue mau pulang dulu, bye! Assalamu'alaikum. " Katanya lagi, menekankan kata bye. Dia beranjak dari duduknya meninggalkan Naura yang cemberut dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Vanya gue nangis nih,, Vanya! Ish, " Panggil Naura. Namun, tak dijawab oleh Vanya. Dirinya malah melenggang pergi dengan santainya.

"Ra nggak jawab salam, dosa. "

Masih sempat sempat nya Vanya mengingatkan sahabatnya itu.

"Ish,,, wa'alaikumsalam! " Jawab Naura ngegas sambil mencak-mencak

Diambilnya handphone nya yang berada didalam tas. Naura mengetikkan sesuatu disana dan lalu menempelkan handphone nya pada telinganya. Setelah tersambung pada orang yang ditelpon nya, dia pun mengangkat suaranya.

"Sam, gue ketahuan sama Vanya! Gimana dong ini? Si doi ngambek sama gue. " Kata Naura to the point sembari menggigit jari tangannya.

"Hah! Kok bisa?! " Jawab Samuel disebrang sana yang malah bertanya. Ia baru saja keluar dari kantor polisi.

ALVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang