Bab 21

11.8K 773 6
                                    

Terlihat dua gadis sedang melubangi tanah mencari sesuatu disana. Berbekal ranting kayu yang di temunya berserakan ditanah, dan juga senter untuk menerangi tanah yang digali nya.

"Kayaknya cukup deh Ra" Ucap Vanya saat melihat tangkapan mereka yang lumayan banyak.

Naura berdiri dan membuang ranting kayu di sembarang tempat dan melihat plastik yang didalamnya terdapat sejenis makhluk yang menggeliat melekukan tubuhnya sembarang arah, hampir setengah plastik.

"Bagi dua aja V, gue laper pengen nangkep ikan. "

"Kebanyakan bege, lima aja cukup. " Vanya lalu mengambil lima makhluk itu untuk dipotong beberapa bagian yang nantinya akan digunakan sebagai umpan pancing.

"Iyuhhh,, kok gue rada geli ya ngeliat mereka menggeliat-liat kayak cacing kremi. "

"Emang cacing Nara, otak lo ketinggalan didalem tanah hehh?! " Ucap Vanya sebal yang ditanggapi tawa tidak bersalah oleh Naura.

"Pulang yoklah ntar dicariin kakak, Sekalian pinjem pancingan. " Lanjutnya yang diangguki Naura.

Mereka berdua keluar dari dalam hutan yang dihuni beberapa pohon yang menjulang tinggi ke langit.

Setelah berjalan beberapa langkah, mereka keluar dari dalam sana dan tak terasa matahari sedikit memunculkan dirinya hingga langit berwarna oranye.

Mereka berdua berjalan mengendap-endap agar tidak menimbulkan suara. Sampai pada tenda yang ditargetkan, mereka berdua mulai melepaskan tangkapannya didepan tenda tersebut dan setelahnya mereka berlari menyembunyikan diri dibelakang tenda yang ditempati mereka.

Keduanya menghitung dalam hati dengan bibir berkedut menahan tawa yang sebentar lagi akan lepas.

10
9
8
7
6
5
4
3
2
1....

Dan

"HUEKK.... NARA!! V!! AWAS YA LO HUEKK BERDUA!! HUEKKK... " Teriak Samuel menggelegar menyebut tersangka dengan suara bariton nya yang khas.

Sedangkan sang pembuat onar tertawa terpingkal-pingkal melihat Samuel memuntahkan isi perutnya, menimpa cacing-cacing yang menyebar di tanah.

Dan teriakan Samuel mampu membangunkan para junior maupun seangkatannya yang tertidur terlelap.

Juga pria yang sering dipanggil kakak tak luput dari serangan Samuel. Ia merajuk hampir menumpahkan kopi yang akan di minumnya. Beruntung ia mempunyai refleksi yang kuat.

Kakak terdiam beberapa detik lalu melanjutkan aktivitasnya kembali, meminum kopinya sambil membaca koran berita terkini, seolah-olah yang tadi itu bukan apa-apa.

Wajah Samuel pucat pasi melihat makhluk melata itu masih didepan matanya. Hanya ketiga sahabatnya saja yang tahu dirinya membenci jenis makhluk melata satu itu.

Karena trauma masa kecilnya yang tragis bersama makhluk itu membuatnya terbawa sampai sekarang.

"Kalian yang disana, tolong bantu buang cacing-cacing ini ketengah hutan. " Pinta Mario pada dua juniornya yang baru saja keluar dari tenda dengan muka bantalnya.

Mereka menurut saja. Toh, lumayan buat umpan ikan jika mereka menginginkan ikan. Cuma modal ambil, cuci, potong, lalu pancing beres.

Setelah membereskan cacing-cacing yang menggeliat dibawah tumpukan muntahan Samuel meski baunya menyengat hidung. Mereka menuju hutan bagian dalam yang terdapat danau kecil yang dihuni berbagai jenis ikan.

Seolah merasa tak bersalah, kedua gadis itu melenggang pergi begitu saja meninggalkan keributan yang dibuatnya. Menyusul dua junior yang masuk kedalam hutan yang terdapat banyak pohon yang rindang, dengan membawa pancingan yang ditemukannya diluar tenda sang kakak tanpa meminta izin dari sang empunya.

ALVINOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang