Semenjak gagal mengajaknya menikah, Samuel selalu membuntuti kemanapun Naura pergi. Mau itu lari pagi, latihan menembak, mancing ikan, bahkan kekamar mandi pun ia tetap mengikuti walau berakhir kena bogeman mentah dari Naura. Dan meski begitu, ia tetap keukeuh berdiri didepan pintu kamar mandi sampai gadis itu selesai.
Seperti saat ini, lelaki itu berdiri setelah mendapatkan luka lebam dipipi kirinya dari gadis yang ada didalam kamar mandi. Merasa bosan dia pun berjongkok sambil membuat lingkaran ditanah menggunakan ranting kecil yang di temunya.
Sebenarnya sebelum keempatnya datang, disana belum ada kamar mandi karena semua penghuninya laki-laki. Juga karena seringkali berpindah tempat itulah yang memperkuat untuk tidak membuatnya.
Jadi berhubung keduanya berbeda jenis dengan mereka, para lelaki bergotong royong membuat kamar mandi berbahan kayu. Meski tidak terlalu besar, tapi itu cukup untuk keduanya.
Prioritas utama mereka adalah menjaga privasi orang lain. Itu juga menjadi alasan mereka menggunakan nama samaran, hanya sang pemimpin saja yang tau nama asli mereka.
''Woyy bucin ntar selepas ashar kita ngumpul, kasih tau bojomu juga" Kata seseorang tiba-tiba, kemudian dia berbalik berjalan pergi.
"Oke, Akang Asep" Setuju Samuel mengangkat jempolnya disertai senyuman lebar.
'Bojomu' hehe.. Akang Asep bisa aja buat anak orang berbunga-bunga.
Naura membuka pintu dan menemukan Samuel ketawa sendiri. Macem nggak waras aja ini anak. Jangan-jangan kesurupan, hii... Dirinya kan jadi takut.
Perlahan tapi pasti Naura mendekati Samuel yang berjongkok dan memegang pundak kanannya. "El?! ''
Samuel memalingkan setengah wajahnya dan mendongak memperlihatkan senyumannya pada Naura.
"Ayang udah selesai? "
Naura mengelus dadanya lega. Kalo beneran kesurupan kan nggak lucu. "Udah"
Jangan tanya kenapa Samuel memanggilnya ayang, dia juga tidak tahu. Itu mengalir begitu saja sejak dia menolaknya tempo lalu.
Samuel berdiri lalu membuang rantingnya asal. "Ayang kenapa kok elus dada? Eh,, tadi kata Akang Asep sehabis ashar kita disuruh ngumpul. "
"Ngapain? " Tanya Naura sembari berjalan beriringan sama Samuel.
Lelaki itu menghendikkan bahunya tak tahu. "Nggak tau. "
Mereka berdua berjalan beriringan menuju kamp dengan diselingi gombalan Samuel yang unfaedah.
Jika Naura dicercoki Samuel, beda halnya dengan Vanya. Ibu anak satu itu sedang begelayut manja di salah satu batang pohon besar.
"Sayang apa kamu mendengarkan ku" Tanyanya pada orang yang berada di dalam layar handphone. Entah mengapa ia merindukan orang yang di dalam layar itu.
Namun yang diterima nya hanya suara tersendat-sendat seperti kaset rusak. Biasanya sinyal disini sangat bagus dan bisa dibilang sangat lancar.
"Tunggu sebentar" Ia meletakkan handphone nya didalam saku lalu mulai memanjat lebih tinggi
Srek
Srek
"I-i-i-ib-ibu"
Srek
Srek
"K-k-ko-ok g-gel-l-laa-p"
Mencapai puncak tertinggi, ia merogoh sakunya dan mengambil handphone lalu mengarahkannya didepan wajahnya.
"Nah, udah jelas belum"
"Ibu, Alvi kangen. " Kata bocah itu berurai air mata. Vanya yang melihatnya jadi ikutan sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVINO
General FictionVanya tak menyangka, dirinya menemukan bayi diantara sampah di pembuangan sampah. Entah karena iba atau keusilannya ia memungut bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan merawatnya. Namun, apa jadinya jika enam tahun kemudian. Keluarga asli bayi ter...