Di sebuah cafe yang lumayan ramai pengunjung. Dengan tempat yang cozy dan enak. Apalagi tempatnya dekat dengan sekolah SMA membuat cafe ini sebagian besar dikunjungi siswa-siswi SMA selepas pulang sekolah.
Disalah satu tempat duduk bagian dalam, terdapat Vanya seorang diri sedang menunduk memainkan handphone nya dengan ditemani secangkir kopi es Americano. Tak lama orang yang ditunggu telah datang dengan santainya dan menggeser kursi kebelakang yang berada didepan Vanya.
"Maaf lama, udah lama nungguinnya. " Tanya Arkan seraya duduk dan memperbaiki jasnya yang kusut.
"Nggak lama 10 menitan lah."
"Langsung ke intinya aja, aku mau Alvino bersama kamu. " Ucap Vanya menatap wajah Arkan serius.
Arkan juga menatap wajah Vanya dengan serius. Setelah jeda beberapa detik, dia membuka mulutnya.
"Kenapa? "
"Aku akan pergi. Dan sangat tidak nyaman membawa Alvino bersamaku. " Ujarnya menjalin kedua tangan lalu mengepalkan tangannya jadi satu diatas meja.
"Kamu sungguh nggak ingin memesan sesuatu" Lanjutnya bertanya. Pasalnya sang pelayan sempat kesini namun, diusir oleh Arkan.
"Enggak, aku masih kenyang. " Jawab Arkan jujur. Sebelum ia kesini, dirinya sudah memakan sandwich buatan mama tercintanya.
"Kemana kamu akan pergi, berapa lama. " Tanyanya beruntun.
"Kota Q, kurang lebih satu bulan. Boleh ya,,, ini juga ada untungnya loh, kamu bisa makin dekat dengan Alvino, makin mengenal satu sama lain ya ya ya. " Jawab Vanya memohon pada Arkan.
"Kapan kamu pergi"
"Besok"
"Secepat itu?! Bagaimana dengan Alvino, kamu sudah memberitahukan nya. " Kata Arkan yang membuat Vanya tersadar jika dirinya melupakan itu.
"Belum hehe... " Ucapnya seraya cengir kuda.
Arkan memajukan tubuhnya, kemudian mengangkat tangan kanan nya menggetok kepala Vanya, dan Vanya pun mengaduh kesakitan sembari mengusap-usap kepalanya dengan muka tertekuk.
Baru kali ini ada orang yang berani menggetok kepalanya selain nenek.
"Jangan dibiasa'in nanti keterusan" Ujar Arkan menasehati yang dibalas anggukkan malas dari Vanya.
"Iya iya. " Katanya dengan nada malas.
"Jadi bolehkan aku titip Alvino ke rumah kamu. " Kata nya lagi memohon, bahkan ia menangkup kan kedua tangan nya. Sangat berbeda dengan sikap tadi yang menyeleweng.
Melihat itu, Arkan berpura-pura berpikir. "Hmm... Bagaimana ya? '' ujarnya seraya mengetuk dagunya menggunakan jari telunjuk. Padahal sedaritadi ia sudah menyiapkan jawabannya.
"Nanti aku kasih oleh-oleh deh,, atau apapun yang kamu mau aku turutin. "
"Apapun yang aku mau bakal kamu turutin? " Ulang Arkan yang di iyakan oleh Vanya.
Kesempatan emas enggak boleh dilewatkan
"Oke, deal ya. " Ucap Arkan mengangkat tangan kanannya ingin berjabat tangan tapi,
"Deal" Ucap Vanya menangkup kan kedua telapak tangannya.
Dan tentu saja membuat Arkan canggung, dia pun menurunkan tangannya yang menggantung di udara dan lalu berdehem untuk mengurangi atmosfir yang dibuat Vanya.
"Ekhem,, jadi seharian ini kamu harus mengikuti kemana pun aku pergi, nggak boleh protes, apapun yang aku suruh kamu lakuin mengerti?! " Ujar Arkan memberi syarat yang di iyakan Vanya yang mangut-mangut mengerti.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVINO
General FictionVanya tak menyangka, dirinya menemukan bayi diantara sampah di pembuangan sampah. Entah karena iba atau keusilannya ia memungut bayi yang berjenis kelamin laki-laki dan merawatnya. Namun, apa jadinya jika enam tahun kemudian. Keluarga asli bayi ter...