04|no words

2K 99 0
                                    

✧∘* ೃ── noxious ✦ ⋆。˚.

Seolah yang dilakukannya bukan lah hal besar yang membuat Alea sedikit terguncang, Damar dengan santai memarkirkan mobilnya di salah satu kafe yang menyediakan berbagai macam minuman dan beberapa makanan ringan yang mudah diolah seperti kentang atau mungkin juga onion ring. Alea sebenarnya tidak selera, saat mereka berdua sudah mendapatkan meja pun Alea belum mempunyai niat memesan jika saja Damar tidak memaksanya—lagi.

"Mau apa? vanila latte mau? atau matcha?"

Ucapan lembut Damar sangat berbanding terbalik dengan apa yang tadi pemuda itu lakukan kepadanya. Alea mengakui jika sebenarnya Damar itu baik, di beberapa kesempatan juga Damar selalu bisa membuatnya merasa diperlakukan dengan sangat baik, namun jika sekali saja Alea tidak menuruti ucapannya, maka laki-laki itu pun akan mulai melakukan sesuatu yang keluar batas, mungkin dengan sengaja melakukan itu supaya selalu bisa mengingatkan Alea tentang siapa yang memegang kontrol dalam hubungan ini.

"Kentang goreng mau?"

Alea mengangguk, di bawah meja jarinya masih saja mengusap pergelangan tangan yang mulai terasa kaku serta sakit. "Boleh."

"Sama apa minumannya?"

"Vanila latte aja."

"Oke, bentar aku pesen dulu."

Memandangi punggung lebar Damar yang menjauh Alea menghembuskan napas. Sebenarnya ini pertama kalinya Damar sampai berani melukai fisiknya seperti sekarang, awalnya jika Alea tidak nurut atau sekedar protes Damar hanya akan memarahinya dengan ucapan lalu mendiaminya berhari-hari, dan seolah menunggu Alea untuk datang lagi kepadanya untuk meminta maaf, setelah itu sudah, selesai laki-laki itu akan bersikap seolah tidak ada masalah apapun di antara mereka.

Namun sekarang, Alea merasa tercekat dan berkali-kali memenahan diri untuk tidak terisak atau sekedar menangis kecil sebab merasa jika yang tadi agak berlebihan.

Pikirannya pun penuh, Alea masih tidak bisa berhenti memikirkan apa pandangan teman-temannya terhadap dia yang tadi sempat dipaksa pulang oleh Damar. Itu terasa begitu memalukan. Bagaimana pula nasib nilai pelajaran seni budayanya jika Damar terlihat begitu enggan Alea mengerjakan tugas itu.

"Mikirin apa?"

Alea mengerjap kecil, tangannya bergerak saling bertaut dengan mata yang melirik ke kanan dan kiri merasa gelisah. "Enggak mikirin apa-apa. Hp aku mana Kak?"

Damar terlihat meraba bagian sakunya untuk mencari benda yang Alea tanyakan, hingga beberapa saat kemudian laki-laki itu teringat jika ponsel milik pacarnya itu masih dia simpan di mobil.

"Nanti aja pas pulang, enggak papa?"

"Aku mau kabarin temen aku Kak, aku mau minta ganti peran sama mereka."

"Yaudah nanti aja di rumah ya?"

"Tapi aku enggak enak sama kelompok aku Kak."

"Enggak papa, kelompok kamu juga sekarang paling lagi rundingin peran baru."

"Tapi aku harus bilang dulu sama mereka biar jelas."

"Alea."

"Tolong dong Kak."

Damar menghela napas lalu menghembuskannya perlahan, laki-laki itu mengambil kunci mobilnya dari meja dan meninggalkan Alea untuk pergi ke parkiran yang jaraknya lumayan jauh untuk mengambil ponsel Alea yang dia tinggalkan di sana.

Saat mendapati ponsel dengan casing bergambar beruang berwarna coklat milik pacarnya kemarin awalnya akan Damar antara kan lagi ke rumah Alea namun tiba-tiba dia merasa penasaran atas apa yang berada di dalam benda itu, hingga tanpa sadar Damar membuka benda pipih itu dan memasukan beberapa angka yang membentuk tanggal jadian mereka, dan berhasil!

NoxiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang