19| what will he does?

849 68 4
                                    

vote and comment.
.
.
.

✧∘* ೃ── noxious ✦ ⋆。˚.

Kedua kaki yang awalnya berwarna putih itu kini memerah, menunjukan seberapa panas air yang membasahi kulit itu. Memperlihatkan dengan jelas jika perempuan yang masih terisak itu kini tidak baik-baik saja karena rasa panas dan perih yang dirasakan. Di sampingnya, Damar mengusap lembut punggung Alea yang masih bergetar kecil, dia dengan jelas melihat siapa pelaku yang melakukan ini kepada gadis kesayangan namun melihat keadaan yang masih begitu biru bagi Alea, Damar sebisa mungkin menahan keinginannya untuk balas dendam, mungkin dia akan melalukan hal itu nanti setelah melihat keadan Alea menjadi lebih baik.

Damar kembali mengusap pipi basah Alea yang ditutupi dengan rambut, dengan sabar Damar memindahkan helaian itu dan dengan begitu dia bisa melihat wajah memerah Alea lebih jelas.

Tangannya mengambil alih salep yang baru saja Alea buka, Damar bergerak mendekati kaki Alea yang memerah, menggunakan cotton buds Damar mengoleskan salep secara perlahan ke atas permukaan kulit Alea yang tadi terkena air panas.

"Shhh."

Tangan lentik kecil itu kini meremat baju hitam yang digunakan Damar, dia menggeleng kecil sesaat setelah merasa luka yang dia rasa malah semakin panas setelah diolesi salep itu.

Air mata itu kini merembes mengucur lagi, Alea bahkan sampai terisak dan kini menyembunyikan wajahnya dengan sepuluh jari tangan. Merasakan jika seluruh permukaan kulit kakinya panas dan perih, apalagi ditambah olesan salep berwarna putih itu membuat Alea lagi-lagi menangis, isakannya semakin keras saat tiba pikirannya teringat kepada mamanya di rumah sana.

Damar yang tidak tega melihat Alea kesakitan lantas menarik gadis itu kedalam pelukannya, masih dengan cerocosan penuh amarah yang dia lapalkan dalam hati.

"Mau pulang aja ya? ntar aku minta supir aku jemput ke sini?" Ini bukan kali pertama Damar mengajak Alea pulang ke Jakarta, sudah beberapa kali dia tanyakan dan gadis itu selalu menggeleng, karena hari sudah gelap dan ditambah lagi, Alea merasa tidak akan kuat untuk berjalan keluar dari hutan ini yang jaraknya memang lumayan untuk sampai ke jalan raya.

Untuk keamanan rasa sakit yang dia rasakan itu sebenarnya sudah dikonsultasi lewat aplikasi yang menyediakan konsultasi online bersama dengan dokter yang profesional. Mereka mengatakan itu akan baik-baik saja setelah diberi penanganan pertama, yaitu menormalkan suhu menggunakan air mengalir dan mengoleskan salep. Namun untuk bagian ke dua, Alea belum siap, dia masih terlalu emosional hingga merasa sakit yang dia rasakan tercampur dengan segala perasaan yang sedang dia rasa.

Alea menangis bukan hanya karena rasa perih dan panas yang dirasakannya, dia juga menangisi sikap orang-orang yang membencinya tanpa alasan, kekecewaan dia kepada Saras orang yang sama yang mengenalkan diri terlebih dahulu dan mengajaknya berteman sudah pada batas akhir, saat dia tau jika gadis itu yang menyebabkan semua ini terjadi padanya. 

"Aku olesin lagi boleh? janji kali ini pelan-pelan."

Mendapatkan anggukan, Damar mulai melakukan tugasnya, dia mengoleskan salep itu kearea yang memerah, omongan-omong, mereka berdua sedang berada di tenda kelompok matahari dengan sleting tenda yang terbuka lebar, orang-orang kini sedang sibuk mempersiapkan kegiatan selanjutnya yaitu api unggun, sedang Damar mengatakan jika dia sanggup merawat Alea seorang diri, jadilah mereka membiarkan kedua orang dengan status mantan itu kini berduaan di dalam tenda yang terbuka, menyatakan jika mereka tidak akan melakukan hal aneh, apalagi dengan kondisi Alea yang masih terus menangis. 

"Maaf, aku lebai banget ya Kak? aku juga ngerepotin, maaf banget, kalo Kakak mau ikut api unggun aku—"

"I do it for myself, so don't feel any guilt like that. "
Mendengar ucapan itu membuat Alea langsung menutup mulutnya dan mengangguk.

Wajah itu kini sudah tidak semerah tadi Alea mengusapnya menggunakan tisu, kemaudian dia menatap Damar yang masih fokus mengoleskan salep.
"Aku banyak salah ya sama mereka?"

Menghentikan kegiatannya, Damar menatap Alea yang kini menatapnya balik. "Siapa?"

"Enggak tau, banyak kali Kak, mereka suka ngomongin aku, benci aku, padahal aku aja enggak tau salah aku dimana."

"Atau mungkin aja pernah punya hubungan sama kakak itu kesalahan aku?"

Mendengar ucapan merupai bisikan itu berhasil membuat Damar menatap Alea dengan tatapan tajamnya, dengan suara dalam serta lebih serak karena menanhan emosi yang sudah lama terbendung dan kini bertambah Damar beratnya. "Siapa? sebutin aja siapa yang ngomongin dan nyebut kalo punya hubungan sama gue kesalahan?"

Nampaknya, Damar benar-benar merasa jika ucapan Alea itu bukan hanya main-main, terlihat dari ekpresinya yang langsung berubah menjadi lebih marah, rahangnnya mengetat, dengan mata yang kini menatap tajam hingga tangan yang tanpa sadar mencengkram kaki Alea yang dia pegangi tadi.

"Awsh, Kak? sakitt."

Maka karena itu yang dia lakukan kali ini hanyalah sebisa mungkin mengoleskan salep ke seluruh permukaan luka yang Alea dapatkan, mencoba melupakan ucapan yang baru saja keluar dari mulut kecil gadis kesayangannya karena tahu ini bukan waktu yang cocok untuk melakukan apa yang ingin dia bereskan.

Tapi mungkin saja, dia bisa mulai menyicilnya dari sekarang.

Sebuah api berada di tengah kumpulan manusia mulai dinyalakan, dengan sengaja membuat bulatan besar supaya api tidak merambat membesar karena di bagian tengah sana, sudah tersedia lahan yang menjadi tempat benda panas tersebut. Waktu sudah menunjukan pukul sepuluh malam, namun kegiatan masih sama serunya meski tadi menghadapi sedikit kecelakaan kecil yang membuat orang itu kini beristirahat di dalam tenda sendirian.

"Yang mana Bang?"

Damar kembali menunjuk seorang perempuan dengan menggerakan dagunya, target utama yang menjadi tersangka yang membuat kecelakaan beberapa saat lalu.

"Lah itu mah si Saras, masa dia sih?" tanya Gael yang mengenal sekilas perempuan yang baru saja kakak kelasnya itu tunjuk.

"Gue liat sendiri, emang dia yang nabrak cewek gue sampe dia kesiram air."

Gael mengangguk beberapa kali, bersama dengan Nevan yang ikut memperhatikan Saras yang baru saja ditunjuk Damar. Bukan hanya Saras, Damar ingat beberapa perempuan lain yang terlihat ikut dalam campur dalam kejadian tadi, namun tidak terlihat keberadaannya hingga Damar hanya fokus melihat ke arah Saras yang duduk sendirian.

Laki-laki yang kini masih terlihat tenang itu memiliki pikiran rumit yang sedang membuat beberapa rancangan yang harus dia buat untuk pembalasan atas rasa sakit yang dirasakan gadis kesayangannya. Alea-nya tidak seharusnya mendapatkan itu, terlebih lagi memiliki pemikiran konyol yang sedikit menyentil egonya. Membuat Damar harus membuat rencana yang matang supaya tidak menyesal di kemudian hari karena sungguh orang-orang itu harus mendapatkan balasan yang setimpal atas apa yang mereka perbuat.

Sebut Damar orang yang tidak sabar karena alih-alih  menunggu karma yang lambat laun akan datang dengan, dia memilih mengirim balasan itu dengan caranya sendiri.

✧∘* ೃ── noxious ✦ ⋆。˚.

Maaf gais pendek, stay tuned yaa.
janlup tinggalin jejak, meski aku nulis memang karena suka, tapi ada kalanya pas tau vote dikit bangett dan jauh dari angka pembaca rasanya agak kecewa? dan apa yaa ngerasa campur aduk aja sih lol. takutnya cerita aku emang enggak worth it, makanya orang-orang enggak vote (?) udah segitu aja sii cuap cuap kali ini :D

NoxiousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang