"Kupikir kau terlalu malas untuk keluar kamar." Celetuk Chimon ketika Nanon baru saja kembali ke kamar asrama mereka.
Nanon diam saja, memandangi teman-teman sekamarnya yang ternyata semua sudah kembali dari sarapan.
"Sayang sekali kau melewatkan Ayam Saus Lemon pagi ini enak sekali, Non. Belum tentu menu ini akan ada lagi nanti siang." Imbuh Neo bermaksud mengiming-imingi dari tengah kamar, tapi yang diiming-imingi hanya mengatupkan bibir membentuk senyuman tipis berlesung pipi.
Nanon melepas mantel jubah dari tubuhnya dan menggantungnya di samping lemari. Dari sudut matanya, ia bisa melihat Chimon terus memperhatikannya sambil setengah berbaring dari atas tempat tidurnya.
"Apa kalian sudah mengerjakan praktek ramuan Tegukan Hidup Bagai Mati Khu Boon? Aku sudah tiga kali mencobanya dan gagal semua. Sial. Tugas ini susah sekali." Gerutu Sing dari meja belajarnya.
"Oh, kurasa aku akan mengulang pelajaran itu. Huh. Aku sama sekali tidak berbakat membuat ramuan." Keluh Drake yang sedang memainkan tongkat sihirnya dengan mantra ringan bersama Neo di tengah ruangan.
"Kurasa aku akan menemui Khu Boon. Aku butuh memastikan sekali lagi apakah bahan-bahan ramuan yang kusiapkan sudah benar." Sing mengemasi buku-bukunya ke dalam tas lalu digantungkan ke pundaknya.
"Aku ikut denganmu! Sebenarnya aku tidak ingin gagal pelajaran Ramuan, hehehe." Kata Drake cepat-cepat menghampiri Sing sambil terkekeh kecil.
"Baiklah, ayo." Ajak Sing mengangguk. Keduanya lalu berjalan keluar kamar.
"Tunggu-tunggu! Aku juga ikut...!" Teriak Neo sembari berlari kecil berusaha menjajari langkah Sing dan Drake yang sudah melewati pintu kamar.
Suasana kamar menjadi hening. Tinggal Nanon dan Chimon yang sedang berbaring miring menghadap ke arah tempat tidur Nanon. Ia menyangga kepalanya dengan satu tangan bertumpu di atas bantal.
"Apakah ada cerita yang kulewatkan?" Chimon memecah keheningan.
Nanon mendudukkan dirinya di atas karpet dengan punggung bersandar pada sisi tempat tidur, menghadap sahabatnya.
Chimon menaikkan alisnya, menunggu jawaban.
"Apa?" Nanon balik bertanya sambil mengangkat bahu.
"Jadi... Ke mana kau tadi pagi saat orang-orang sedang menikmati sarapan?"
"Di kamar. Menulis surat untuk teman-temanku di Sukhothai." Nanon tidak berbohong, memang itulah yang dia lakukan tadi pagi di sisi jendela kamar.
"Menulis surat untuk teman-temanmu di Sukhothai? Apakah itu teman-teman yang sama dengan yang mengirimimu surat tiga hari kemarin?"
"Umm. Ya. Ya, mereka teman-teman yang sama." Nanon menjawab dengan canggung, ternyata Chimon mengetahui surat-surat yang diterima Ohm saat menjadi dirinya kemarin.
"Oh, ayolah. Surat-surat itu kau lempar begitu saja di perapian kemarin, dan sekarang kau mendadak terlihat peduli dengan mereka."
DEG.
Nanon sama sekali tidak mempersiapkan situasi ini. Seharusnya ia bertanya lebih banyak tentang apa saja yang Ohm lakukan saat menjadi dirinya. Jadi dia tidak perlu berhadapan dengan situasi sulit seperti ini. Apalagi di depan Chimon. Meskipun kedekatan mereka belum lama, tapi Chimon adalah manusia yang paling peka yang pernah Nanon temui. Ia tidak menemukan teman dekat seperti Chimon selama tiga tahun bersekolah di Sukhothai. Chimon ini... Berbeda. Selama dua minggu ini, Nanon bisa melihat bagaimana Chimon selalu menaruh perhatian lebih padanya.
Chimon bangkit dari posisi setengah berbaring dan duduk di lantai. Ia menyandarkan punggungnya di sisi tempat tidur, persis seperti posisi Nanon. Mereka sedang duduk berhadapan sekarang. Chimon mendekatkan wajahnya dan mulai bicara, "Permainan apa yang sedang kau mainkan? Apa yang kau sembunyikan dariku, pheuan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
You're My Horcrux (OhmNanon) ⚡
FanfictionDemi meraih kehidupan abadi, Ohm Pawat berencana membuat Horcrux dengan cara membelah jiwanya hingga menjadi tujuh bagian. Sayangnya, setiap pembuatan Horcrux, harus ada tumbal yang dibayarkan yaitu kematian satu nyawa. Saat ia membunuh seseorang ya...