Adiós

153 31 1
                                    

Ps: maaf, mungkin bahasa sedikit vulgar dan kasar. Jadi jangan di tiru. Sebatas pendukung jalannya cerita. Kalau ada typo harap dimaklumi.

******

Suara musik disko memekakkan telinga. Lampu tamaran menyinari lantai bawah dengan remang-remang. Lighting warna-warni menari mengikuti alunan musik. Tempat itu penuh dengan manusia yang bernafsu. Badan mereka ikut bergoyang heboh mengikuti lagu, ke kanan ke kiri bahkan berputar. Mereka bebas menggerakkan badan sesuai keinginan tanpa ada yang melarang. Seolah lupa dengan dunia luar. Hanya tahu bahwa diri mereka membutuhkan pelampiasan oleh masalah dan kehidupan.

Gadis berambut panjang. Dengan baju kekurangan bahan. Hanya dia yang diam duduk di kursi bar melihat riuh orang-orang berjoget. Melihat tanpa minat dan selera. Segelas minuman alkohol lebih membuatnya nyaman dibanding ikut berkumpul berdesakan di lantai dansa. Entar sudah berada gelas yang diminta pada bartender. Yang dia tahu, bibirnya candu untuk terus mencicipi minuman pahit tersebut.

"Ah, sialan!" Umpatnya menyadari gelasnya kembali kosong untuk yang kesekian kali.

Dia menaruh kasar gelas dan mengedarkan pandangan, mencari bartender yang membawakan segelas alkohol. Meski dalam keadaan setengah sadar dan mata kabur, dia tetap bisa melihat bahwasanya pelayanan sedang duduk di depannya sambil menyangga dagu.

"Berikan lagi segelas!"

Sang bartender mengambil gelas tersebut kemudian menuangkan air berwarna ungu ke dalam gelas. Usai, dia menaruh di depan si gadis. Saat tangan panjang gadis itu mengambil dan mengarahkan gelas pada mulut tiba-tiba terhenti akibat tangan besar yang menahan.

"Sudah cukup anda mabuk. Itu tidak baik untuk kesehatan anda." Rupanya bartender tampan yang menghentikan.

"Lepasin tangan lo, sialan!" Menatap datar pada bartender tersebut.

Tanpa tahu si tampan rupanya memegang dagu si gadis, "Lo manis, gue suka."

Tidak dalam keadaan sadar seratus persen pun gadis ini jelas mendengar apa yang diungkapkan oleh lawan bicaranya. Dia menepis tangan itu dan mengusap dagu seolah telah memegang sesuatu yang menjijikkan.

"Tutup mulut, buaya darat!"

Kekehan husky sayup-sayup terdengar, "baik, nona pemabuk."

"Gausah sok akrab!" Ketusnya.

"Itu pekerjaan gue, SKSD! Dan lo adalah sasarannya." Balasnya.

Karena merasa tidak nyaman dengan suasana, si gadis meneguk alkohol kembali. Suasana canggung dan sok kenal dari bartender membuatnya ingin sesegera mungkin pergi.

"Sudah habis, bukan?"

Bagai kata seruan untuk meninggalkan club malam ini, gadis mabuk itu berdiri dengan sempoyongan. Hanya berdiri. Bagaimana jika jalan? Sudah pasti lebih sempoyongan bahkan sesekali menabrak bahu orang karena pusing akibat alkohol.

Sepatu heels lima senti menapak tanah, tapi kakinya serasa mengambang. Sangat merepotkan diri sendiri. Setelah berhasil keluar dari club, gadis tersebut mengedarkan mata mencari keberadaan kendaraan roda empatnya. Dia ingat mobilnya tadi berada di dekat pintu, tapi mengapa tidak ada?

Sengaja tangannya mengucek mata dan sekali dua kali mengetuk kening mengingat-ingat. "Aiiihh, kemana mobilku pergi? Apa dia berjalan-jalan?" Racunya sambil berjalan sempoyongan.

Tangannya menunjuk ruang udara kosong di depan. Mencari-cari keberadaan yang dia bawa kemari. Matanya sampai terbuka lebar untuk meneliti dan menerawang puluhan mobil berjejer.

Tangannya mengambil handphone yang disimpan dalam tas. Menghubungi seseorang meminta bantuan tentunya.

Meski dalam mata berkunang, kepala pusing bak di putar, dan berjalan sempoyongan. Masih mampu hanya untuk mencari nomor yang selalu menjadi one call nya. Nomor yang selalu tersemat paling atas.

Short Story ||•FinishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang