[SUDAH TERBIT, PART MASIH LENGKAP]
Aku, kamu, dia bahkan semesta tidak akan pernah bisa mengatur hati semua orang bahkan cinta didalamnya. Maka alasan Haikala bertahan adalah untuk tidak menyalahkan siapapun, meski setelah ia memutuskan untuk menika...
"Kalau kamu begitu lelah, istirahatlah. Aku tak pernah memintamu terus berlari, atau bahkan lebih tepatnya - aku tak pernah meminta apapun padamu."
-Haikala dan semestanya yang entah dimana-
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Bang, Lo tau? Selain masakannya enak cewek lo juga pinter jaga rahasia loh."
"Rahasia apa, Kal?"
"Kemarin gue ketauan sama dia pas lagi ngumpetin sepatunya Jonathan, sampe sekarang nggak di aduin. Selamet gue, Bang. Kalo ketauan kan mampus, pasti kena tampol kaya kemarin."
"Lagian kenapa sih jail banget? Lo tau kemarin Jonathan pulang make apa?"
"Hehehe, tau. Sendal masjid 'kan?"
Jakarta, 10 Maret 2018 ________________________
Semua orang menyadari, kalau setelah hari itu ada satu hal yang hilang diantara mereka semua. Bukan hanya diantara Haikala dan Mahesa, tapi juga Jonathan, Narda, Rendra, Cakra bahkan si bungsu Jinan. Setelah hari itu, dari pernikahan Haikala dan Kara yang tiba-tiba, disusul beberapa bulan kemudian kelulusan Jinan sebagai mahasiswa, tak ada yang sama lagi.
Semua orang menyadari hal itu. Tapi entah mengapa, sampai hari ini sebagian dari mereka seolah menutup mata, menganggap kalau semua rasa sakit yang sempat terjadi tak perlu lagi di ungkit terus-menerus, terus berjalan tanpa memperdulikan luka yang sudah lalu. Ya, harusnya memang begitu. Untuk apa hidup muluk-muluk dengan kesakitan dibelakang sana? Bukankah ia pun tak mampu menjemput kita di masa depan?
Tapi, tidak semua orang berpikir demikian. Hal seperti itu hanya berlaku untuk orang sesantai Narda Abyu Karang, satu-satunya laki-laki yang paling cepat akrab dengan keadaan, sosok yang akan berdiri paling duluan untuk menegakkan bahu yang lain, hatinya lebih baja dari sahabat-sahabatnya bahkan jikapun itu seorang Jonathan Nathaniel yang apa-apa pakai otot.
Kalau ada yang bertanya mengapa harus Narda, mungkin karena ia berasal dari keluarga broken home dimana sejak kecil ia tidak mendapat kasih sayang yang utuh dari kedua orang tuanya. Belajar mengikhlaskan sejak dini, bahkan mungkin dia juga sudah terbiasa dengan yang namanya kesepian.
Sampai hari ini, laki-laki itu hanya tinggal berdua dengan sang ibu. Seolah ia memiliki luka yang tak habis-habis, ibunya kini tak bisa keluar rumah karena mengalami kelumpuhan pada syaraf kakinya.
Narda tidak pernah menyanjung dirinya karena tak pernah menangisi apapun, dia juga tak pernah menunjukkan bahwa hatinya kuat. Semua orang disekitarnya tau dengan sendirinya, bagaimana ia berdiri paling tegak diantara orang-orang yang menunduk sambil menyembunyikan air matanya. Sampai disini, dia juga berdiri diantara banyak luka orang-orang yang mungkin masih terlalu asing dengan yang namanya problematika kehidupan.