16- Semua harus baik-baik saja

23.5K 2.7K 95
                                    

"Dunia ini tidak pernah adil, karena memang Tuhan mengaturnya begitu agar kamu bisa menggunakan seluruh hatimu untuk berpikir."

Disepanjang jalan menuju pulang, yang dilakukan Mahesa hanyalah menatap jalanan sunyi ditemani kerisauan hatinya sendiri. Selama hampir 4 tahun belakangan malamnya hanya diisi kerisauannya yang tak habis-habis, sepanjang harinya hanya diisi sebuah ke khawatiran yang tak tahu ujungnya dimana.

Seperti melangkah di jalan setapak yang panjang, ia terseok-seok dengan kakinya yang lumpuh. Mahesa tidak pernah menyangka bahwa menuruti kata hatinya akan semelelahkan ini.

"Sa, aku percaya kalau jauh di lubuk hatimu sendiri, dia nggak sekeras yang kamu tunjukkan ke orang-orang. Tentang bagaimana keadaannya akupun nggak tau, tapi yang jelas dia pasti terus meminta kamu melakukan yang terbaik. Bukan hanya untuk kamu sendiri, karena aku cukup mengerti gimana kamu, Sa."

Tidak ada yang memanggilnya demikian kecuali Karenina. Perempuan berusia 35 tahun dengan dua anak kembar itu adalah satu-satunya saudara yang Mahesa punya. Setelah menyabet gelar sarjana psikologi strata 1 dan 2 secara bergiliran, ia pun memutuskan untuk merantau dan bekerja di luar negri selama 2 tahun, lalu kembali dengan seorang laki-laki berkewarganegaraan asing dan memutuskan menikah di usia 30.

Kehidupan Karenina memang sangat tertata. Sejak sekolah, dia punya perencanaan matang, beberapa hal yang keluar dari rencananya tak akan ia usik lagi kecuali memang harus. Seperti saat ia gagal menjadi seorang dosen di universitas ternama di Indonesia. Dia tidak menyerah, tapi mengusahakan yang lebih baik dan pada akhirnya ia diterima di universitas luar negeri, lebih tepatnya di Kanada.

Sebenarnya, kepulangan Karenina bukan hanya karena akan menikah saja. Tapi juga karena ia juga menerima teror dari sang adik yang memintanya segera pulang dan tinggal di dalam negeri, terserah bekerja dimana, yang penting tidak jauh darinya. Yang kedua, Mahesa juga sempat menekan Karenina untuk segera menikah dan mengatakan bahwa ia tidak ingin melangkahi kakaknya terlebih dahulu. Karenina sangat paham apa maksudnya. Ya, sudah jelas kalau adiknya juga sudah punya calon, dia juga pasti sudah ingin meniti rumah tangga.

"Kamu nggak perlu mikirin siapapun, kamu nggak perlu mikirin aku. Iya, plan kamu udah berantakan, nggak ada yang harus di paksain juga kalau udah begini."

"Aku udah siapin cincin. Dan itu cuma pas di jari Kara. Aku udah berniat buat ambil dia jauh-jauh hari."

Pembicaraan itu masih hilir-mudik dikepalanya, padahal sudah berjarak tiga hari sejak Karenina datang ke rumah. Ia tidak mengerti mengapa semua orang memintanya menyerah, padahal yang membuat semua ini rumit bukan dirinya. Mahesa hanya bertahan, dan kata orang-orang bertahan adalah cara terbaik untuk tetap menjaga miliknya.

Tapi seolah jalan yang ia ambil salah, semua orang sama sekali tidak mendukung keputusannya. Beberapa bahkan sampai mengatakan terang-terangan kalau tidak ada gunanya melangkah lagi, percuma saja. Bahwa harusnya Mahesa sadar, ia bertahan pada sesuatu yang tidak tepat. Seperti yang dikatakan Karenina kalau-

Ini semua hanya akan melukai semua orang.

Ditengah lamunannya pada jalanan sepi malam ini, Mahesa dikejutkan oleh panggilan telponnya sendiri. Segera ia menepi dan memeriksa ponselnya.

Nama Haikala muncul di layar yang membuat Mahesa tak langsung menerimanya, melainkan membiarkannya sedikit lebih lama, bahkan saat ia tak punya kesibukan apapun, dering panggilan di ponselnya terasa menyesakkan.

1. Semesta Dan Rumahnya [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang