Ini kali pertama Haikala bertemu teman sejiwanya lagi setelah insiden di Atap Tua beberapa hari yang lalu.
Hari ini Haikala sudah membaik, setidaknya lidahnya tidak pahit lagi untuk menerima jenis makanan apapun. Keadaan tubuhnya juga sudah bugar lagi. Pukul 8 lewat 5 menit yang lalu, Haikala sudah sampai di kantor.
"Cemen banget digodain langsung sakit. Ini akibat dulu ga pernah di grepe-grepe duluan kan lo?" Baru saja menjatuhkan bokongnya pada salah satu sofa di lobi, Jonathan langsung membullynya. Tau begitu Haikala mending langsung ke lantai 5 saja, keruang kerjanya.
Tapi seolah langkahnya sudah di stell automatis, ketika melihat dua temannya sedang sarapan dengan segelas kopi dan segelas teh di lantai dasar, Haikala dengan begitu saja mendekat. "Nyesel gue cerita ke lo!" Haikala mencebik, lantas mengambil sepotong bakwan udang yang teronggok begitu saja dihadapannya.
Melihat makanannya diambil, Rendra hanya bisa pasrah.
"Gimana? Kantor baik-baik aja 'kan gue tinggal 3 hari?"
"Gedungnya masih utuh, aman. Cuma orang-orangnya yang agak rusuh dikit." Kata Jonathan setelah itu. Haikal yang tadinya ingin meraih gelas kopi milik Jonathan akhirnya menahan tangannya di awang-awang, lalu menariknya lagi.
"Ya lo liat lah keadaan Bang Mahesa. Tu anak dateng ke kantor dengan keadaan muka babak belur kaya gitu pastinya mengundang perhatian massa. Apalagi si onoh, Restu Ilahi.""Restu Suhardi, Jo! Ngawur banget!" Pungkas Rendra dari samping.
"Iya, tu orang hobby banget emang bikin gossip yang nggak jelas. Lakik, tapi jiwanya ibu-ibu sosialita."
"Terus kalian jawab apa waktu orang-orang nanya keadaan Bang Mahesa?"
Haikala tidak langsung mendapat jawaban, hanya saja setelah pertanyaan itu ia lontarkan, ada sekelabat risau yang ia lihat dalam kedua iris Jonathan. "Kita bisa apa selain diem demi menjaga hubungan ini tetap baik, Kal? Tapi emang kayanya persahabatan kita udah nggak bisa diselamatkan lagi. Penyebabnya tetep aja kesebar sampai kesemua orang. Engga tau siapa yang mulai, tapi kayanya salah satu dari kita ada yang ember."
"Loh? Kok bisa?"
"Bisalah! Apa sih yang nggak bisa di dunia ini?! Semua orang bisa berubah, liat aja noh Bang Mahe!" Rendra tampak kesal.
Lama Haikala terdiam. Mengundang pertanyaan-pertanyaan lebih banyak dikepala Jonathan dan Rendra pagi itu. Beberapa orang mulai berdatangan, mengisi setiap ruang kosong yang ada, tapi meskipun begitu tatapan Haikala masih sama, hampa.
"Jadi sekarang yang orang-orang tau gimana? Terus Narda gimana?"
Pertanyaan itu membuat Jonathan dan Rendra saling pandang. Bakwan udang yang masih ada beberapa potong kini tak lagi menarik, selain jawaban yang memang ingin Haikala dengar, secepatnya.
"Udahlah ngapain juga dibahas lagi. Udah basi." Dan begitulah Jonathan mengakhiri pembahasan mereka. "Kita jalani aja yang udah ada. Bertahan ya bertahan, kalo anak-anaknya emang mau pergi ya pergi aja. Gue pribadi udah nggak sanggup nahan mereka satu persatu."
"Anak-anaknya maksud lo siapa aja?"
Sambil mendesah panjang, Rendra menjatuhkan kepalanya pada punggung sofa yang ia duduki. Lantas sedetik kemudian, suaranya terdengar begitu lirih. "Narda dipanggil pak Hadi sehari setelah dia gebukin Bang Mahe. Nggak tau karena apa, tapi dari info yang nggak sengaja denger pembicaraan mereka waktu itu bilang kalau Narda dimarahin. Kita berdua udah nyoba ajak Narda ngobrol, tapi anaknya masih bebal banget nyimpen semuanya sendiri. Terus pagi kemarin Jinan nelpon gue, dia lagi nginep dirumah Narda soalnya balik dari survei kehujanan. Nah, terus si Jinan itu nemuin amplop, ada logo dari perusahaan sini. Nggak tau isinya apa, cuma kan biasanya kalo ada surat resmi kaya gitu cuma dipake buat urusan kerja sama atau pemecatan kan?"
![](https://img.wattpad.com/cover/303607243-288-k137655.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Semesta Dan Rumahnya [Completed]
Romance[SUDAH TERBIT, PART MASIH LENGKAP] Aku, kamu, dia bahkan semesta tidak akan pernah bisa mengatur hati semua orang bahkan cinta didalamnya. Maka alasan Haikala bertahan adalah untuk tidak menyalahkan siapapun, meski setelah ia memutuskan untuk menika...