"By! Itu bujangmu dipegangin tangannya jangan main sendiri, siniin mainannya, biar aku pegang!"Ini kali pertama Mereke pergi bertiga setelah insiden keguguran yang meredupkan rumah tangga Haikala beberapa waktu. Tidak jauh, hanya ketaman terdekat, lokasinya hanya 500 meter dari rumah mereka.
Dibangku taman, Kara duduk memandangi dua laki-laki yang sibuk bermain balon gelembung. Perempuan itu belum sepenuhnya pulih sebab keguguran diatas 10 minggu harus melakukan kuretase, katanya karena sisa jaringan janin bisa saja masih tertinggal di dalam rahim. Sakit, tentu saja. Ini tidak jauh berbeda dengan melahirkan, bahkan kalau Kara pikir-pikir, ini lebih menyakitkan dibanding mengeluarkan bayi.
Beberapa jam yang lalu Kara mengeluh bosan berada dirumah terus, maka Haikala memutuskan untuk mengajaknya keluar, padahal posisinya dia baru pulang kerja. Ya, ke taman saja, yang penting tidak dirumah.
Kara menghela nafas berat ketika ucapannya tidak dihiraukan. Malah, keduanya semakin asik bermain balon gelembung, Haikala sampai memanjat pohon agar balon-balon itu terbang lebih tinggi. Dibawah, Miko kegirangan seperti berada dibawah pohon sakura yang bunganya berguguran.
Buggghhhhhh!!
"Ayah!!!!"
Dari ketinggian sekitar dua meter, Haikala terpeleset dari batang kayu yang ia pijak dan langsung membawa tubuhnya menghantam tanah. Melihat hal itu terjadi, Miko langsung berlari menyerbu ayahnya, sedangkan Kara yang jalan pun masih harus pelan-pelan sekali hanya mampu berdiri, lantas menghela nafas lebih panjang ketika Haikal terbangun dengan wajah basah sebab ketumpahan cairan sabun yang ia pegang. Laki-laki itu tertawa, bahkan ketika Miko sampai terduduk ditanah sambil memegangi dada ayahnya.
Baju kemeja yang belum ia ganti sepulang dari kantor kini kotor dan basah, rambutnya juga. Bahkan parahnya, dilengan kiri Haikala tampak tergoreng sesuatu dan berdarah. Tapi bukannya kesakitan, Haikala malah tertawa, menyembunyikan luka itu dari Miko dan mengusap kepalanya.
"Ayah nggak papa, kok. Kan Ayah super hero, jatuh dari pohon mah nggak sakit. Liat, nggak ada yang lecet kan?" Begitu kalimat yang Haikala lontarkan untuk mengusir kekhawatiran anaknya. Sampai beberapa detik kemudian, Kara sudah berada tepat dihadapannya. "Eh, sayangku. Kamu liat aku jatuh juga ya?"
Kara beringsut, "Gimana nggak liat? Kamu jatuh pas banget didepan mataku! Sini, liat tangannya." Tangan Kara mengulur, meminta laki-laki itu memberikan tangan kirinya yang terlipat kebelakang.
Tapi alih-alih melakukan apa yang Kara minta, Haikala malah bergerak untuk bangun dari tanah. Ia tersenyum sumringah, sebab sebelumnya Kara tidak pernah begitu overprotektif padanya. Sedangkan jatuh dari pohon, Haikala yang pernah tak sengaja memotong ujung jari jempolnya ketika sedang membelah kelapa muda pun istrinya tersebut hanya memberinya obat dan mengobatinya tanpa bilang apa-apa. Padahal, Haikala itu sosok lelaki yang suka sekali di omeli. Tak apa, katanya mengomel itu tandanya sayang.
Benar kan?
"Nggak papa, nggak sakit kok, By. Udah, kamu duduk aja lagi di bangku, jangan banyak gerak."
"Pulang aja, diobatin." Kara semakin memangkas jarak. "Muka kamu udah ketumpahan sabun kaya gini masa mau main lagi sih? Jelek banget lagi mukanya belepotan tanah."
Tangan Kara yang lentik mengusap wajah Haikala, membersihkan tanah-tanah yang menempel disana. Sedang Haikala sudah terlanjur tak berdaya ketika melihat wajah istrinya yang begitu cantik, memperhatikannya sedemikian romantis. Ditambah, entah mengapa. Kecantikan Kara seolah bertambah seribu persen akhir-akhir ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/303607243-288-k137655.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
1. Semesta Dan Rumahnya [Completed]
Romance[SUDAH TERBIT, PART MASIH LENGKAP] Aku, kamu, dia bahkan semesta tidak akan pernah bisa mengatur hati semua orang bahkan cinta didalamnya. Maka alasan Haikala bertahan adalah untuk tidak menyalahkan siapapun, meski setelah ia memutuskan untuk menika...