[SUDAH TERBIT, PART MASIH LENGKAP]
Aku, kamu, dia bahkan semesta tidak akan pernah bisa mengatur hati semua orang bahkan cinta didalamnya. Maka alasan Haikala bertahan adalah untuk tidak menyalahkan siapapun, meski setelah ia memutuskan untuk menika...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kara termenung lama dibalkon sendirian. Setelah kepergian Haikal beberapa menit yang lalu, pikirannya barantakan. Seperti sebuah kaset rusak yang sengaja di stell, tak karuan rasanya. Tangannya memegangi perutnya yang masih rata, namun Kara adalah yang paling tahu bahwa ada kehidupan disana, ada masa depan. Kara terpekur lama sambil menatap tanaman milik Haikal. Beberapa pohon bonsai disusun dalam rak tanaman dan disusun rapi, semua tanaman disana dirawat dengan hati-hati, bahkan Haikala akan mengibaratkan mereka seperti anak sendiri. Nyatanya, setiap pagi dia akan berada disana sambil menyiram pohon-pohon bonsai peliharaannya, kadang Kara juga mendengar Haikala bernyanyi sambil bercerita. Pernah sekali ia bertanya mengapa Haikala bicara sendirian. Laki-laki itu jelas tersenyum lalu mengatakan kalau tanaman itu bukan hanya sebuah hiasan belaka, mereka juga memiliki kehidupan, mereka bernafas, mereka tumbuh, oleh karena itu Haikala mengajak tanaman-tanaman itu bicara, katanya supaya pertumbuhan mereka berkembang dengan bahagia.
Dalam waktu beberapa tahun ini, Kara tidak pernah melihat laki-laki itu lalai pada semua yang ia miliki. Baik tanaman bonsai atau bahkan keluarganya, satupun tak pernah luput dari perhatian Haikal.
Begitupula Kara, Haikala adalah suami yang akan membuat semua orang iri jika tahu bahwa laki-laki itu memperlakukannya seperti ratu sungguhan. Perhatian, cinta bahkan ketulusan Haikal akan selalu menyentuh hati semua orang. Kara juga menyadari hal itu, dia tidak buta.
Namun ada satu hal yang sangat ia sayangkan sekali lagi. Bahwa kenyataannya, kehadiran Haikal tak ubahnya seperti setangkai mawar merah yang berduri. Indah, sempurna, tapi mendekatinya adalah cara tercepat untuk melukai dirinya sendiri. Haikala tak tersentuh, karena mengenggamnya terlalu menyakitkan, menatapnya saja cukup, tak perlu di peluk.
3 tahun lalu mereka baik-baik saja. Berdiri di garis pertemanan yang bahagia. Haikala akan selalu menjadi orang paling antusias saat Kara dan Mahesa akan merayakan anniversary, habisnya dia akan kebagian bonus lumayan entah itu tiket nonton bioskop atau potongan kue brownis buatan Kara.
Tapi entah bagaimana, semuanya berubah. Kara tidak menyangka bahkan sampai hari ini telah menjadi istri sah Haikala Aksha Guntara, laki-laki yang dulu ia kenal sebagai sahabat kekasihnya, kini malah menjadi suaminya.
Beberapa detik setelah diam tak bergerak, akhirnya Kara merubah posisi duduknya. Suaminya belum pulang, padahal sudah pukul 2 dini hari. Tapi wajar saja, desssert yang Kara inginkan memang letaknya tidak kira-kira jauhnya, untungnya buka 24 jam karena berdiri di sekitar wilayah terminal.
"Mama...," Sebuah suara terdengar dari belakang Kara yang duduk termenung. Mendengar seseorang memanggil, ia langsung menoleh dan menemukan Miko berdiri di ambang pintu kamarnya.
Anak kecil itu terjaga, dengan langkah gontai ia mendekati sang ibu sambil mengusap matanya.
"Mama ayah mana?" Miko tampak mengedarkan pandangan, tapi setelah ia telusuri benar-benar, sosok yang ia cari memang tidak ada. "Ayah mana, Ma?"