SAVIOR [END]

Part 13

PART INI TIDAK DI PERKENANKAN DIBACA SAAT SEDANG BERPUASA. YANG LAGI PUASA, MOHON TUNGGU BUKA PUASA, YANG DIBAWAH UMUR, MOHON DI SKIP SAJA.

****

Seminggu mereka menikah, mereka sudah tinggal bersama di rumah pribadi Farid. Keduanya sama-sama sibuk, Farid sibuk bekerja sedangkan Citra sibuk mempersiapkan skripsinya sebelum dirinya akan sidang.

Farid membiarkan Citra fokus terlebih dahulu menyelesaikan kuliahnya. Terkadang Farid sengaja menyelesaikan pekerjaannya dirumah karena jika ia berlama-lama di kantor, Citra akan merasa kesepian dirumah seorang diri.

Farid melirik Citra yang tengah mengerjakan skripsi dengan wajah frustasinya.

"Cit.."

"Iya?" Tanya Citra.

"Bagaimana jika kamu tidak perlu bekerja lagi, kamu fokus pada kuliahmu, biar nanti saya merekrut Sekretaris baru?"

"Loh?" Bingung Citra.

"Sebenarnya, salah satu syarat menjadi Sekretaris saya itu lajang, alasannya karena saya gak ingin jika Sekretaris saya sudah menikah, lalu tidak fokus pada pekerjaannya. Sekretaris saya sebelum kamu awalnya lajang, lalu memilih resign saat akan menikah. Sekarang kamu juga sudah menikah, bagaimana jika saya mencari Sekretaris lain?"

"Tapi--"

"Kamu tidak perlu khawatir, uang bulananmu tetap saya berikan."

Citra tersenyum kecil, "saya kepikiran Mama dan Meli. Gimana kabar mereka sekarang?"

Farid mengernyit bingung, "kamu masih memikirkan mereka?"

"Ya mau gimanapun, Mama tetap istri Papa, Meli tetap adik saya, Pak."

"Boleh kalau saya kirim sedikit aja uang yang Pak Farid berikan untuk mereka?" Tanya Citra.

Farid menghembuskan napas, "Citra, Mama tirimu masih cukup kuat untuk mencari nafkah, jangan biarkan mereka terus menerus mengandalkan kamu."

"Iya, tapi--"

"Oke, saya akan berikan mereka uang setiap bulannya, tetapi tidak banyak. Saya juga akan membantu membiayai kuliah adikmu."

Citra tersenyum senang mendengarnya, "terima kasih, Pak Farid."

Farid ikut tersenyum kecil, "jangan panggil saya Pak."

"Loh, kan Pak Farid yang minta--"

"Iya, tapi itu saat kamu bekerja dengan saya, sekarang kamu sudah tidak bekerja dengan saya. Jadi tidak perlu lagi memanggil Pak."

"Terus apa dong?" Tanya Citra.

"Terserah."

"Kak?"

"Saya bukan Kakakmu."

"Mas?"

"Cukup aneh."

"A'a?"

"Saya bukan orang Sunda."

Citra berdecak sebal, "terus apa dong? Masa Om? Udah kayak pas pertama kali Zara manggil Kak Abyan."

"Oh iya, pertama kali saya panggil Pak Farid dengan sebutan Bang, gimana kalau Bang, Abang Farid?"

"Saya bukan abang-abang--"

"Eits, tidak ada penolakan, Abang," putus Citra.

Gadis itu segera beranjak menuju dapur untuk mengambil minuman, meninggalakan Farid yang masih bingung.