LANGIT cerah melingkupi kota Paris. Rumah Sakit European Georges Pompidou berdiri kokoh di tengah hiruk pikuk kota. Di sinilah Jaehyun dan Taeyong berdampingan dalam hening. Hanya diselingi oleh detik jam yang terus berjalan, menghitung mundur waktu menuju operasi transplantasi wajah yang akan Taeyong jalani.
Selimut tebal membentang, membalut tubuh Taeyong. Balutan itu seolah menyelimuti semua keraguan dan ketakutan yang diam-diam bersemayam di dirinya. Di sampingnya, Jaehyun duduk dan menggenggam tangan sang istri dengan tangan kirinya. Hangatnya genggaman itu adalah penopang terakhir bagi Taeyong sebelum ia menghadapi operasi nanti.
Netra milik Jaehyun menelusuri wajah istrinya, seakan sedang mengabadikan setiap jejak kelam yang sebentar lagi akan sembuh. Di wajah itu, ia melihat segalanya—rasa cinta, rasa bersalah, semuanya bertumpuk menjadi di sana.
“Kau baik-baik saja?” tanya Jaehyun, suaranya terdengar bagai desiran angin yang membelai telinga.
Taeyong yang semula memejamkan mata, kini perlahan membukanya. Ia menatap sang suami dengan pandangan sayu. “Aku sedikit takut,” jawabnya.
Tangan kanan Jaehyun lantas terulur untuk mengusap rambut istrinya. “Wajar jika kau takut. Tapi ingat, aku selalu di sini untukmu,” ucapnya.
Si pria mungil tersenyum tipis, ia berusaha menyingkirkan awan kekhawatiran yang menyelimuti hatinya. “Terima kasih. Aku tidak tahu apa yang kulakukan jika tidak ada dirimu.”
Jemari Jaehyun menggenggam tangan istrinya semakin erat. Ada begitu banyak yang ingin ia sampaikan, namun kata-kata terasa terlalu dangkal untuk menggambarkan apa yang ia rasakan. Mereka berdua telah melalui banyak hal; perjalanan cinta yang penuh liku, dan kini diambang perubahan besar. Jaehyun hanya bisa berharap mereka masih akan tetap bersama, setelah semuanya usai.
Lelaki tampan itu kemudian membubuhkan kecupan manis di dahi Taeyong. “Kita akan melewati ini bersama, kau jangan khawatir,” katanya dengan suara setengah berbisik.
Usai kalimat tersebut terucap, mereka terdiam sejenak, tenggelam dalam keheningan. Detak jantung dan deru napas mereka saling bersahutan, seolah menyuarakan melodi cinta.
“Taeyong,” suara Jaehyun memecah kesunyian. “Sebenarnya, ada yang ingin aku bicarakan sebelum operasimu nanti dimulai.”
Kepala Taeyong menoleh, menatap sang suami. “Apa itu? Katakan saja.”
“Aku akan berhenti,” ucap Jaehyun tegas.
“Berhenti? Maksudmu?” Taeyong kembali mengajukan pertanyaan, lantaran tak paham dengan maksud lelaki tampan itu.
Jaehyun menarik napas panjang, lalu menghembuskannya. Seluruh perjalanan hidupnya seakan terlintas di benaknya.
“Pekerjaanku,” jawabnya. “Semua yang berkaitan dengan bisnis narkoba dan senjata ilegal itu, aku tidak ingin lagi melanjutkannya.”
Untuk sejenak, dunia di sekeliling Taeyong seakan memudar. Semua yang pernah ia alami, semua penderitaan yang pernah ia rasakan, kini muncul kembali dalam ingatannya. Pengalaman pahit enam tahun lalu, ketika ia diculik oleh rival Jaehyun, dinyatakan meninggal, lalu kembali dalam keadaan yang tak lagi sama. Perasaan campur aduk berkecamuk di dadanya.
“Kau serius?” tanya si pria mungil.
Jaehyun mengangguk. “Aku tidak ingin lagi ada sesuatu yang mengancam. Kejadian kemarin sudah sempat merenggutmu dariku bertahun-tahun lamanya. Aku juga tidak ingin anak kita tumbuh dalam bayang-bayang ancaman.”
KAMU SEDANG MEMBACA
WITH YOU | Jaeyong [SEGERA TERBIT]✓
FanfictionPertemuan Jaehyun dengan seorang pria mungil berwajah cacat, yang berhasil membebaskan Jaehyun dari kesedihan mendalam.