Seorang gadis dengan sebuah kamera yang melingkar di lehernya itu berjalan menyusuri jalan kecil menuju sebuah caffe. Ya, rainbow caffe memang terletak di jalan kecil yang setiap sudutnya terlihat sangat estetik.
Sherra sengaja turun agak jauh agar dapat berjalan kaki menikmati setiap sudut tempat ini. Matanya dimanjakan oleh toko-toko kecil nan cantik yang berjejer rapih di sana.
Pandangannya terhenti, melihat seorang lelaki dengan kaos putih dan kemeja berwarna beige. Kalau dipikir-pikir, benar juga ucapan Alin. Revan memang lumayan tampan.
Tatapan keduanya saling bertemu, saling mendekat satu sama lain.
"Sini duduk dulu, gue jelasin konsepnya", ucap Revan yang memberikan arahan Sherra untuk duduk.
Dua muda-mudi itu duduk pada sebuah kursi umum di depan toko bunga. Revan mengeluarkan catatan serupa dengan yang diberikan pada Sherra.
"Tema yang mau gue angkat tentang keindahan yang tertinggal. Jadi di sekitar sini banyak spot yang udah lama tutup tapi jadi semakin rame karena keindahannya. Gue mau nyampein kalo masih banyak hal indah yang mau nggak mau tetep bakal ditinggalin. Karena sesuatu yang ditinggalin bukan berarti usang, tapi emang udah saatnya jadi kenangan."
Gadis di hadapan Revan hanya menyimak kagum. Entah bagian mana yang membuat dirinya saat ini hanya terdiam. Lelaki tampan yang sedang duduk di sampingnya, atau penjelasan luar biasa dari seorang lelaki tampan di sampingnya.
Ctikk..
Revan menjentikkan jarinya tepat di depan wajah Sherra yang terlihat melamun.
"Ada tanggapan nggak?"
"O-oh? O-okay deal", jawab Sherra singkat menahan kecanggungannya.
Revan terkekeh pelan melihat wajah malu dari gadis lucu itu.
"Okay, lo boleh catet atau foto semua hal yang menurut lo menarik", ucap Revan memberi instruksi.
Sherra bergegas menyalakan kamera yang dibawanya. Langkah dua orang itu perlahan menyisir sebuah area yang terlihat seperti kota tua. Masih ada beberapa toko yang beroperasi, menjalankan bisnis di tempat sepi nan cantik itu.
"Wah, cantiknya."
Gadis itu bergumam kagum melihat jejeran bunga warna-warni di depan sebuah toko. Langkah seseorang di depannya ikut terhenti. Menoleh ke belakang, memperhatikan pemandangan indah yang tertangkap matanya. Bibirnya spontan tersenyum simpul.
"Iya.. Cantik", sahutnya entah kepada siapa.
Antusiasme Sherra hari ini sedang memuncak. Wajahnya terus berseri melihat segala hal yang menurutnya sangat enak dipandang.
"Iya kan? Apalagi yang putih di sana", tangan Sherra menunjuk ke arah beberapa tangkai mawar putih.
Revan mengangguk paham, tapi bahkan matanya tidak beralih dari pandangan semula. Dirinya hanya fokus memandangi senyum wanita yang terlihat sangat mendamaikan hatinya.
"Yang ini juga cantik."
"Mana?"
"Nih, yang lagi nanya ke gue."
Hell! Wajah Sherra berubah merah seketika, bola matanya bergerak canggung. Lelaki yang menjadi pelaku itu hanya menyunggingkan senyum. Baru satu jam mereka bersama, namun pertahanan Sherra sudah hampir runtuh dibuatnya.
Perjalanan mereka berlanjut, menyusuri setiap sudut dan mengabadikan momen. Tidak terkecuali Sherra yang terus menghabiskan ruang memori di kameranya.
Jarak mereka tidak terlalu jauh, tapi juga tidak berdampingan. Hanya menjaga jarak tetapi selalu dekat. Seperti yang biasa dilakukan.

KAMU SEDANG MEMBACA
ARIES [on going]
Dla nastolatków𝚂𝚎𝚋𝚞𝚊𝚑 𝚛𝚊𝚜𝚊 𝚢𝚊𝚗𝚐 𝚋𝚎𝚕𝚞𝚖 𝚝𝚎𝚗𝚝𝚞 𝚋𝚎𝚛𝚊𝚔𝚑𝚒𝚛 𝚋𝚊𝚑𝚊𝚐𝚒𝚊. -𝚕𝚢𝚐𝚜𝚜𝚖 [SEBAGIAN PART DIPRIVASI, FOLLOW SEBELUM BACA YAA] "Kita emang nggak bisa bersama, Van. Dari awal. Dan kamu tau itu.." "Kamu egois, She." "Iya, kita...