≡20≡

947 54 20
                                    

...

Arley membeku,

"bang..." Tangan Arley  mencengkram lengan bang Tugas.

"Kenapa Ley? Kamu pucat banget, tidur sini, sini," titah bang Tugas sembari membenarkan posisi bantal Arley. Arley mengikuti titah bang Tugas.

Arley memejamkan matanya, kepalanya terasa seperti dibanting ke kanan dan ke kiri. "Bang, pusing hiks," keluh Arley yang tak tahan dengan rasa sakitnya.

"Pusing mananya? Abang pijat ya?" Dengan sigap bang Tugas memijat kepala Arley.

"Bukan pusing yang kaya biasanya bang, hiks hiks. Ini kepala Arley kaya dibanting ke kanan ke kiri, muter muter juga. Arley kenapa bang?hwaaa..." Tangis Arley semakin kencang dan tangannya terus mencengkram lengan bang Tugas.

bang Tugas menggenggam tangan Arley yang mencengkram lengannya. "Tarik nafas ley, tenang. Buang. Tarik lagi," bang Tugas memandu Arley agar tenang.

"Coba kamu buka matamu," titah bang Tugas yang terus menenangkan Arley.

Arley membuka matanya dan langsung memejamkan matanya kembali, "gabisa bang, pusing. Bang ini kenapa? Arley ga sakit ko... Abang," rengek arley.

Tanpa berpikir panjang lagi, bang Tugas menggendong Arley dan membawanya ke klinik terdekat.

Arley menangis tanpa suara dalam pelukan bang Tugas. Kepalanya terus terasa seperti dia dibanting saat belajar karate dan terkadang berputar-putar.

Terdengar Ayah yang berdecak dan mama yang tergopoh-gopoh bersiap untuk ikut bersama bang Tugas.

"Pasti Ayah marah," batin Arley.

"Mau duduk atau tidur?" Tanya bang Tugas yang akan membuka pintu mobil.

"Duduk aja, pelan-pelan bang," jawab Arley lemas.

Bang Tugas melepas tangan Arley perlahan, "tunggu ya."

Terdengar suara pintu mobil terbuka, "Kenapa Ley?" Tanya mama yang panik.

"Pusing katanya Ma, mama tenang dulu ya," ujar bang Tugas menenangkan mama.

"Pusing kenapa sih Ley? Kamu sih makan cuma dikit, kurang makan kamu itu tapi energi yang dikeluarkan banyak. Ga seimbang. Aduh, abang kenapa pakai mobil papa bang? Papa mau ada pertemuan bang,"

Bang Tugas melihat Arley menghela nafas dari kaca spion dalam mobil, "tadi yang ready ini ma, Arley sakit lo ma..."

"Sebegitu ga pentingnya aku ya," batin Arley.

***
"Arley jalan aja bang, pusing abang gendong," tolak Arley.

Bang tugas melindungi kepala Arley agar tidak terkena atap mobil, "pelan-pelan abang tuntun." Arley menggenggam tangan bang Tugas dan mencoba memastikan pijakannya dengan mata terpejam.

"Dokter, permisi. Dok... Sus..." Panggil mama yang tidak melihat siapapun di dalam IGD. Tanpa menunggu lama, bang Tugas menarik brankar pasien dan menuntun Arley untuk tidur diatasnya.

"Iya ada apa ibu?" Tanya suster yang datang dengan terburu-buru.

"Mbak, ini adik saya tolong diperiksa. Pusing katanya," jawab bang Tugas sembari melepas genggaman tangan Arley.

"Pusing sebelah mananya mbak?" Tanya suster sembari melakukan pemeriksaan tekanan darah.

"Pusingnya kaya dibanting gitu sus," jawab Arley.

"Mual?" Tanya suster yang langsung dijawab Arley dengen gelengan kepala.

"Ini tensinya normal ibu, bapak. Ini sebentar lagi dokternya datang ko, tunggu se---"

"Ada apa sus?"

"Oh ini dok! Gejala pusing seperti dibanting. Seperti nya vertigo dok, dengan tensi normal dan tidak ada keluhan mual." Lapor suster pada dokter yang langsung melakukan pemeriksaan pada Arley.

"Iya, adiknya ini vertigo. Rawat inap ya?" Tanya dokter sembari memastikan keadaan Arley.

"Gamau," rintihku menolak.

"Nurut Arley," tolak tegas bang Tugas. Arley terus menggelengkan kepalanya.

Mama berdecak, "Kamu itu kok susah di atur sih dek. Sukanya ngerepoti orang aja, aneh-aneh. Masih muda aja vertigo."

"Vertigo tidak memandang usia ibu, ini mungkin berawal dari lambungnya, ditambah kecapekan, antara energi yang keluar dan masuk tidak seimbang. Adeknya jangan banyak mikir dulu, jangan stress, jangan telat makan. Gapapa ga rawat inap, tapi di rumah bed rest ya..." Jelas dokter dengan sabar.

Bang Tugas menghela napas panjang, "bener aman dok?"

"Kita lihat dulu tiga hari atau satu minggu kedepan. Nanti saya resepkan obat, jika minum obat sudah teratasi ya berarti tidak perlu inap kan? Sebaliknya jika di rumah vertigo nya tambah menjadi-jadi, silahkan segera dibawa kesini," jelas dokter.

Arley menganggukkan kepalanya tanda setuju. "Baik, terima kasih dokter," jawab bang Tugas. Mama menghela napasnya panjang dan segera keluar mengisyarat bang Tugas jika Mama mengurus administrasi.

"Kamu mikir apa sih dek?" Tanya bang Tugas.

"Diem deh bang," pungkas Arley yang rasanya tidak kuat merasakan sakit di kepalanya.

"Kamu, apa-apa itu ga di pendem sendiri, ga di fikir sendiri bisa ga?"

"Engga."

Bang Tugas geram, "Ngomong Ley, Ngomong. Bicara. Keluarkan semua yang ada di kepala sama hatimu Ley. Semua itu bisa dibicarakan bersama. Kamu bisa bicara sama ayah. Sama mama. Kak Niti. Banyak Ley. Kenapa harus kamu fikir sendiri masalah yang kamu hadapi? "

Arley membuka matanya dan menatap bang Tugas, "Abang tau apasih bang? Abang gatau apa-apa. Yang tau semua. Yang tau apa yang aku rasain. Cuma aku. Aku, bang! Aku? Bicara? Percuma bang. Abang tau percuma? Abang tau angin lalu? Abang tau tembok? Ya itu aku," pungkas Arley dengan air mata berkaca-kaca.

•••
Hellowww!!
Maaf baru muncul xixixi
Yap, beberapa bulan terakhir authornya sibuk mengejar cita-cita dan sekarang lagi tahap mengikhlaskan yang telah berlalu wkwk...

Semoga kalian tetap sehat disanaa
Bahagiaa jugaa
Dan tetep suka sama Hartley, hehe
Jangan lupa vote and comments!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 15, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HARTLEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang