7

1K 179 5
                                    

Angin pagi masih berhembus dengan sejuk, hembusan demi hembusan membuat siapa saja yang menikmatinya akan mengantuk.

Namun sejuknya angin pagi pun tidak dapat menyejukkan hati nya yang entah mengapa rasanya seperti ditusuk oleh beribu-ribu pisau belati.

Hatinya perih, bahkan untuk sekedar menangis saja ia sudah lelah.

Yedam, sosok yang dikenal sebagai sosok yang periang, dengan mood yang sangat mudah berganti-ganti, sekarang bukanlah Yedam yang dikenal, Yedam saat ini bukan seperti Yedam yang waktu itu berceloteh disetiap waktunya.

Yedam yang ini nampak lebih rapuh, bahkan sosok seperti Yedam saja nampak sangat menyakitkan seperti sekarang.

Jujur saja rasanya sangat sia-sia jika ia menangis namun tidak ada jalan lain selain menangis, hatinya tidak sekuat itu untuk menahan semuanya, ia tidak sekeren itu untuk dapat menanggung semua masalah tanpa menumpahkannya dengan emosi.

Padahal tadi ia sedang tertawa-tawa bersama Jeongwoo, namun semua tidak dapat menebak waktu dan takdir bukan?

Tadi saat ia sedang bermain di ruangan Jeongwoo

"DIMANA ANAK KEPARAT ITU, HAH?! DASAR ANAK KURANG AJAR, DIA PASTI SENGAJA KOMA SEPERTI INI AGAR TIDAK MEMBAYAR HUTANG-HUTANGKU KAN?! DASAR ANAK TIDAK TAHU DIUNTUNG! SUDAH BAIK SAYA MEMBESARKAN DIA TANPA PEREMPUAN BAJINGAN ITU! DARI PADA KOMA LEBIH BAIK DIA MATI SAJA MENYUSUL WANITA PELACUR ITU!" Suara keras menginterupsi kegiatan dua anak adam itu yang sedang bersanda gurau.

Yedam berdiri guna mengintip ada hal apa yang terjadi di luar sana. Hatinya mencelos saat melihat sosok itu, sosok yang sedang di tahan oleh beberapa petugas, namun dengan kasar sosok itu melepas cekalan para petugas keamanan disana.

Matanya menatap kosong pria itu, hanya senyum pahit yang terukir dari wajah manisnya, bisa-bisanya ia melarikan diri dari getirnya kehidupan yang ia miliki, bisa-bisanya ia melupakan bahwa ia harus menanggung masalah hidupnya sendiri, bisa-bisanya ia masih bisa tertawa padahal sosok itu menderita dengan hutang-hutang yang membelitnya, seharusnya ia bekerja mencari beberapa lembar uang untuk melunasi satu persatu hutang beliau bukannya terbaring tak sadarkan diri disini, ayahnya, sosok yang masih sudi ia sebut sebagai seorang ayah, sebut saja Yedam bodoh karena menerima semuanya dengan cuma-cuma.

Ia masih menghargai kebaikan seorang yang mungkin tidak pantas untuk sebagai seorang ayah, beliau telah merawatnya, walau hanya beberapa persen dari itu sisanya ia bertumpu hidup pada diri sendiri, setidaknya pria paruh baya itu masih sudi memberikan Yedam tempat tinggal yang layak dengannya.

Jeongwoo yang melihat siapa yang datang melihat kearah Yedam yang masih berdiam diri disana, mengintip lewat kaca besar milik ruang rawat inap nya.

Jeongwoo mengelus bahu milik sang sahabat, memberikan kekuatan walau itu sia-sia, sosok Yedam yang tidak ingin ia lihat lagi, akhirnya kembali, malaikat kecil dengan senyum manisnya sekarang tidak ada, sorot matanya redup mengisyaratkan kepedihan bagi siapa saja yang menatapnya.

Ia melihat sebulir liquid bening yang masih tertahan di netra hazel milik sahabat kecilnya itu, mungkin sahabatnya harus mendapatkan waktunya untuk sendiri.

"Jeje...." Lirihnya kepada sahabat tingginya itu, Jeongwoo mengangguk mengerti.

"Gak papa, take your time Damie, lepasin aja dulu sendiri, nanti kalo kamu udah better samper aku aja lagi," Jeongwoo mengelus surai milik sahabatnya itu, Yedam bahkan sudah tidak bisa menahan cairan bening itu, namun tetap saja ia harus berusaha kuat di depan sahabat tingginya ini, walau sia-sia.

Yedam mengangguk, lalu menghilang dari pandangan Jeongwoo yang menatap sendu kepergian sang sahabat nya.

Baru saja ia melihat tawa sahabat nya yang sudah lama tidak ia lihat, rasanya ia tidak mau cepat-cepat bangun dari komanya sebelum Yedam yang lebih dulu terbangun darinya, ia masih ingin memastikan bahwa sahabatnya itu dapat tertawa lepas seperti barusan dengannya.

Semoga saat Yedam membuka mata, setiap wajah sendunya dapat tergantikan dengan senyuman sehangat mentari pagi.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Doyoung menghela nafasnya berat, apa ia harus bergantungan dengan batang nikotin itu lagi? Padahal ia sudah berhasil membuang jauh-jauh hal itu yang pernah menjadi candunya saat stress.

Doyoung mendorong pintu rooftop Rumah Sakit, ia membutuhkan angin pagi untuk menyejukkan hati serta pikirannya yang berkecamuk, hah masalah pada hari ini membuatnya gila.

Alisnya bertaut saat melihat sosok pria bertubuh lebih pendek darinya, pria itu berdiri di ujung atap rooftop, kepalanya mendongak menatap langit biru yang bersih.

Yedam? Doyoung menghampiri sosok itu perlahan, ia berdiri di samping sosok pemuda itu, ekor matanya melirik kearah sosok yang berada disampingnya itu.

Ia menangis. Memang tidak terdapat isakan disana, namun mata yang biasanya terus menampilkan binarnya, sekarang hanya bisa mengeluarkan cairan bening yang tidak ada hentinya mengalir disana.

Cukup lama mereka berdua untuk saling bergulat pada pikiran mereka masing-masing. Dan akhirnya yang lebih muda memecahkan keheningan yang ada diantara mereka.

"Kak Dobby percaya nggak kalo orang yang udah nggak ada itu masih ngejaga kita dari atas sana," Tanya nya tanpa menoleh sedikitpun kearah pria yang lebih tua itu,

Doyoung hanya menatap pemuda yang lebih pendek darinya,

"Bunda jaga aku dari atas kan pasti? Beliau sedih nggak ya ngeliat aku begini?" Matanya masih setia menatap langit biru bersih yang sedikit dihiasi dengan beberapa awan putih disana,

"Kadang, kangen itu wajar, apalagi sosok yang bener-bener berarti di hidup kita, tapi terus berlarut larut dalam bayangannya itu salah, gak ada orang yang bisa mengikhlaskan, tapi mereka bisa untuk terbiasa, kalo lo terus hidup dalam lingkaran angan-angan mereka, lo gak bakal bisa terbiasa, rasain perubahannya, ikuti kemana waktu membawa lo pergi, kalo lo merasa gak kuat bertumpu hidup sendiri, cukup berdoa pada Tuhan, biar dia mengirimkan malaikat-Nya untuk memebentangkan sayapnya dan memeluk lo dari belakang, biar waktu yang menyenbuhkan luka-luka lo," Rekor, ini kali pertamanya dari seorang Dokter Kim yang sering emosi jika berahadapan dengannya, sekarang dapat berbicara cukup panjang disini.

Entah mengapa isakan yang tidak pernah ia keluarkan dengan mudahnya keluar begitu saja, kepahitan yang ia pikul, sekarang sedang ia tumpahkan sejadi-jadinya. Doyoung hanya memperhatikan sosok itu menangis kencang sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia dapat merasakan kepahitan yang terdapat di tiap isakan nya, jika bisa, ia akan memeluk sosok rapuh dihadapannya itu untuk memberi sedikit kekuatan padanya. Namun nyatanya tidak bisa, pemuda itu masih lah berwujud sebagai arwah yang tidak dapat ia sentuh.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Dengan satu cup kopi dapat menemaninya dalam pikiran-pikiran yang sedang melayang-layang di otaknya.

Niatnya ingin kembali mencoba merokok, namun ia urungkan karena bertemu dengan sosok yang lebih rapuh darinya, bahkan ia masih bisa menahan semua masalahnya dibanding sosok itu.

"Buset, siang-siang bolong udah bengong awas kesambet bro," Selalu saja manusia satu ini mengganggu waktunya untuk merenung.

"Mikirin yang tadi pagi?" Tanya nya sambil mengambil alih kopi milik pemuda Kim itu, hah jika saja mood Doyoung sedang tidak berantakan ia sudah meninju pria disampingnya itu, memang tidak sopan!

"Elah, diajak ngomong bukannya di bales! Gue lagi ngomong sama manusia kan?" Doyoung menghembuskan nafasnya kasar,

"Berisik, lo nambah mood gue ancur To," Yang lebih tinggi menutup mulutnya dengan kedua tangannya dramatis,

"S- serius lo ngomong gini? Lo bukan Doyoung yang gue kenal! Sekarang jujur, dimana lo sembunyiin Doyong sahabat gue yang perkasa!?!" Haruto mengguncangkan tubuh pria dihadapannya itu,

"Apaan sih gila, hidup lo penuh drama!" Doyoung menepis pelan lengan sang sahabat,

"Udah kek bos, jangan murung begitu, makan siang bareng gue aja gimana? Ayo, kita porotin bang Jihoon aja gimana?" Haruto menarik paksa tangan Doyoung membuatnya hanya pasrah ditarik oleh yang lebih tinggi.

Dan mereka makan siang bersama menggunakan uang senior mereka, di kantin Rumah Sakit.














Aku gak bisa bikin konflik huhu😔😔😔
See ya, next time, bye bye👋

Ghost? || DODAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang