13. Mengeja di sela-sela kehidupan

170 24 0
                                    

Entah apa yang akan di bicarakan oleh Abhirama, membuatku penasaran. Tapi rasa penasaranku di hentikan karena melihat ibu yang tengah sibuk dengan surat di tanganya.

"Ada surat lagi bu'?" tanyaku lalu duduk di samping ibu.

Ibu hanya menggeleng "Bapak meminta ibu untuk mempersiapkan segala keperluanmu, di hari pernikahan!"

"Kenapa secepat itu bu'?, bukanya bapak bilang tiga bulan lagi!?"

"Ibu juga tidak tahu Nar. Tapi ini perintah bapak, ibu ndak bisa untuk menolaknya!" aku terdiam sejenak, menatap ibu dengan wajahnya yang sendu.

"Bu' apa yang akan Narsih peroleh dari seorang wedana yang sudah beristri dua?"

"Kau akan...."

"Hidup enak? Bu' apalah arti hidup enak jika semuanya adalah paksaan? Tidak ada kenyamanan di dalamnya. Bagaikan sayur tanpa garam bu'!" ucapku pada ibu.

"Narsih!?" tiba tiba Abhirama memanggil, seketika aku dan ibu menoleh.

"Rama. Kau temani dulu Narsih, aku akan kebelakang sebentar!" entah itu mungkin cara ibu untuk menutupi kemurungan yang telah terjadi.

"Ada apa Nar?" tanya Abhirama lalu duduk di sebelahku. Aku tak menjawab hanya menggeleng.

"Oh iya mas, katanya mau bicara. Bicara apa?" tanyaku untuk memalingkan masalah yang barusan.

"Iya aku lupa, kau kan bisa membaca dan menulis. Kau mau kan mengajari aku? Jika kau tidak keberatan, jika memang tidak bisa tidak apa apa aku tidak memaksa" dia menghembuskan napasnya sebentar "Nar. Mau kan?"

"Boleh, dengan senang hati aku akan membatumu mas. Mau belajar di mana kita?"

"Diman? Di taman?" aku mengangguk menyetujui.

"Tapi aku tidak memiliki buku. Apa aku harus membelinya dulu? Lalu buku apa yang akan aku beli?"

"Mas tak perlu membeli, aku ada buku. Kebetulan juga buku yang aku miliki mudah untuk di di ajarkan!" jawabku, lalu berdiri "Mas tunggu di sini, aku akan mengambilnya dulu setelah itu baru ke taman" aku menuju kamar untuk mengambil beberapa buku di lemari, dua buku. Satunya buku  alfabet dan satunya buku untuk menulis, jugan bolpoin tinta yang aku bawa.

"Oh ya kain putih!" aku mengambil kain putih di atas lipatan baju yang tersusun rapi dilemari.
Mengingat jika kain putih ini milik Abhirama. Aku kembali menemui Abhirama yang masih duduk di ruang depan.

"Mas. Ayo ke taman!" ajakku lalu mendahului Abhirama.
Abhirama berjalan di belakangku.

"Nar mulai dari mana?" tanyanya saat aku meletakan buku di atas meja. Lalu kami duduk bersebelahan menghadap buku.

"Kita akan membaca dulu mas, lalu menulis!" jawabku lalu membuka buku alfabet.

Buku itu berwarna merah delima, tak tebal dan tak tipis sedang-sedang saja dan ukuranya tak begitu besar juga.

"Mas, ini A- ini -B ini -C" tuntunku padanya dengan menunjuk huruf indah yang terausun rapi.

"-A" dia menoleh padaku, dan aku mengangguk "-B" menoleh padaku lagi, aku mengangguk lagi "-C" aku mengangguk untuk ketiga kalinya, ternyata dia cepat sekali ingat.

"ini -D, ini -E, ini -F" lanjutku sambil menunjuk buku Alfabet.

Dia mengulanginya persis seperti yang aku katanya, ingatanya begitu tajam sehingga mampu mengingat huruf- huruf alfabet dengan cepat dan benar.
Untuk mengujinya lagi aku memintanya utuk mengulang kembali huruf -huruf alfabet tersebut.

"Mas coba ulangi. Dari awal hingga akhir!"

"A -B -C -D -E -F -G -H -I -J -K -L -M -N -O -P -Q -R -S -T -U -V -W -X -Y -Z" lalu melihat wajahku dengan seriu "Aku benar kan?"

Saujana (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang