02. Pasar & kecap

585 68 3
                                    

Sudah satu minggu tidak ada kabar dari mas Bayu, keluargaku juga bingung kemana perginya keluarga si mas Bayu ini, hingga....

Ada tukang pos yang mengantar surat pagi ini, atas nama Bayu dan keluarga, senyum aku sunggingkan saat tahu ini dari keluarga mas Bayu.

Tapi tak mungkin aku membukanya sekarang, tidak sopan. Lagi pula ini tertuju untuk bapak, bukan untuk diriku.

"Bapak...!?" aku mencari Bapak di ruang tamu tapi tidak ada, biasanya bapak duduk di sini sembari menikmati kopi.

"Mungkin Bapak sedang pergi ke kantor kepala desa," terdengar sahut ibu dari arah dapur.

"Bu, ini ada surat dari keluarga Mas Bayu!!"

"Kau taruh saja di meja kerja Bapak!"

"Baik, Bu.'"

Aku menaruh surat tersebut di atas meja kerja bapak, bapak bekerja di kantor kepala desa sekedar membantu- bantu, bapak juga bekerja sebagai juru tulis dan penerjemah di kantor orang eropa, kami terbilang keluarga yang masih cukup.

Tapi kekurangan keluargaku adalah masih tidak memiliki menantu, karena anaknya sudah dikategorikan sebagai perawan tua, yaitu aku.

Tapi ibu tidak terlalu mempermasalahkan hal itu, hanya saja bapak yang mempermasalahkanya, kadang-kadang...

"Bu, mau jalan-jalan sebentar di pasar, tidak lama!" ucapku sedikit berteriak

"Iya, hati- hati sekalian belikan aku sebotol kecap!"

"Baik, bu."

Aku pergi ke pasar dengan mengayuh sepeda, tidak sekedar jalan-jalan tapi juga membeli kecap untuk ibu masak.

Ibu sangat suka memasak, walaupun ada orang yang membantu memasak di rumah, ibu tetap akan memasak walaupun hanya sedikit.

Setelah perjalana menuju pasar akhirnya aku sampai juga.

Ku letakkan sepedaku di tempat biasanya orang menitip sepeda mereka.

Aku berjalan ke sebuah toko milik seorang priyayi pribumi, untuk membeli kecap.

"Pak, kecap seperti biasa satu!" pintaku pada seorang pelayan, yang mungkin usianya sekitar empat puluh ke atas.

"Baik," pelayan memberikan satu botol kecap kepadaku yang baru saja ia ambil di rak kayu, lalu aku membayarnya.

Aku segera berjalan berniat mengambil sepedaku tapi aku urungkan, karena melihat penjual pecel langgananku duduk di depan sebuah toko.

Aku dengan senyum sumringah melangkah menghampirinya, namun saat aku maju melangkahkan kaki kedepan, seseorang tak sengaja menabrak diriku dan membuat kecap yang aku pegang menjadi pecah.

"Astaga kecapnya pecah, bagaimana ini?" ucapku lalu memungut pecahan beling.

"Maafkan aku, aku tidak sengaja, aku akan menggantinya!" laki-laki ini meminta maaf dengan sangat sopan.

"Sudah tidak apa-apa, lagi pula sudah terlanjur pecah!"

"Aku akan mengantinya, tunggu di sini!" ucapnya lalu pergi begitu saja.

Saujana (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang