12. Pantai dan pembicaraan

214 23 0
                                    

Hari hari berjalan sebagaimana biasanya. Sudah seminggu Abhirama berasa di sini, luka yang ada di kepala dan lengan kini mulai membaik dan kakinya pun bisa berjalan.

Juga dengan seiring berjalannya waktu kini aku sudah terbiasa dekat denganya, dia juga dengan mudah akrab dengan ibu'. bercanda, bercerita, dan juga membahas legenda legenda zaman dahulu.

Tak bisa aku lukiskan dengan kata kata bagaimana tuhan mempertemukan kita, sesuatu yang jarang aku dapatkan. Seorang teman yang berbeda tapi banyak sekali memberi pelajaran bagiku tentang kesabaran, keihlasan dan kebagiaan.
Juga jika boleh jujur, aku nyaman berada bersamanya. Kurasakan separuh dunia yang aku miliki hancur kini perlahan membaik dengan sendirinya tanpa aba-aba juga tanpa diminta.

Semua masalah aku lupakan juga tentang wedana yang katanya akan menikahiku, entah tak tau pasti aku dengan keputusan ini, aku harap semuanya tidak akan terjadi.

"Nar, mau ikut jalan jalan?" Abhirama mendekat ke arahku yang kini tengah duduk di dipan taman.

"Apa lukanya ndak sakit jika di bawa jalan jalan?"

"tidak. Aku kuat!" jawabnya sambil mengangkata kedua tanganya dengan membentuk segitiga sembarang.

"Jangan bercanda toh mas!" aku berdiri dan membenarkan letak tanganya.

"Aku tidak bercanda.aku sudah sembuh, lagi pula aku bosan jika di rumah terus terusan!" jelasnya padaku.

"Ya sudah kita mau jalan jalan kemana? Ke pasar?"

"Untuk apa ke pasar? Apa kau mau belanja?" tanyanya.

"Jadi kita akan kemana?" aku melipat kedua tanganku menyilang di dada.

"Ke pantai saja. Sudah lama aku tidak ke pantai!" jawabnya sembari memegang pundakku.
Aku menyikan permintaanya tetapi sebelum itu, aku minta izin terlebih dahulu kepasa ibu. Dan syukurlah, aku dibolehkan jalan jalan ke pantai.

Dengan menaiki andong pribadi yang di kusiri oleh pak Mardi, kita menuju pantai yang tempatnya juga tak jauh jauh sekali dari rumah.
Sekitar tiga puluh menit perjalanan, kini kami sudah sampai di pesisir pantai. Pak Mardi mengikatkan kuda andong di sebelah pohon kelapa.

"Pak, Narsih mau main ke sana" ucapku pada pak mardi sembari menujuk ke arah timur.

"Oh enggeh, tapi jangan jauh jauh ndoro!" pesanya padaku, kemudian melihat pada Abhirama." den jangan jauh jauh bawa ndoro, AWAS!" peringatan pak Mardi dengan sedikit ancaman.

"Baik pak, tidak jauh!" jawabnya, kemudian menarik tanganku.

Tertawa dengan kencang sembari memainkan air air yang tengah sibuk menyapu butiran karang, dia menyemprotkan air padaku, tak mau kalah denganya aku juga menyemprotkan air padanya, selayaknya anak kecil yang tak dapat tumbuh sempurna untuk bermain. Dengan gelak tawa tanpa malu kami rasakan bersama, hingga dia terduduk lemas dengan tawanya yang masih ada, memegangi perutnya yang juga sepertinya kram karena terlalu banyak tertawa.
Aku mendudukan diriku di sampingnya tersenyum melihat wajahnya yang bahagia.

"Mas, kenapa tertawa?" saat aku tanya, dirinya tetap tertawa melihatku. Apa yang salah dariku?.

"Nar, wajahmu! Hahahhaha!" ada apa dengan wajahku?, aku meraba raba wajahku tapi aku tak menemukan satu hal pun.

Saujana (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang