01. Niat Baik

1.1K 65 2
                                    

Surabaya 1920.

Orang memanggilku, Narsih.

Siang itu, seperti biasa aku melakukan aktivitasku di luar rumah, menampah beras (membersihkan beras).

Aku masih orang Jawa asli, bapakku orang Jogja dan ibu orang Belitar, tapi kami bermukim di Surabaya.

Aku anak pertama dari dua bersaudara, lebih tepatnya aku adalah Mbak untuk adik laki-lakiku yang bernama Rifnu.

Kini usiaku sudah genap 18 tahun, aku selalu di ejek teman -temanku dengan sebutan perawan tua.

Bukannya tidak mau untuk mengenal laki-laki, tetapi memang tidak ada laki-laki yang cocok saja menurutku.

Aku sendiri memiliki prinsip lebih baik lama menunggu untuk mendapatkan yang pasti, dari pada segera namun tidak pasti.

"Narsih, apa sudah toh, berasnya?" ibu berteriak memanggilku dari dalam rumah.

"Enggeh!" segera ku hampiri ibu lalu aku berikan padanya beras yang sudah bersih.

"Narsih, kau cepat mandi sebentar lagi ada tamu,"

"Siapa bu?"

"Sudah, cepatlah sana mandi!" ibu mendorong sedikit pundakku, perintah untuk segera mandi.

Tanpa berpikir panjang, aku segera pergi ke kamar mandi, untuk membersihkan diri.

Sekitar lima belas menit di kamar mandi, aku baru selesai, entah kenapa aku lama sekali jika mandi.

Setelah selesai mandi, aku bersegera diri pergi ke kamar untuk mengganti bajuku.

"Ini baju bagus pakai ini saja, Nar." ucap ibu saat masuk ke kamarku.

"Baju siapa ini, Bu?" tanyaku sembari memandangi baju kebaya berwarna putih, dan bawahan coklat muda.

"Ini adalah bajuku dulu saat masih muda, sekarang ibu sudah tua dan sudah seharusnya memiliki cucu,  baju ini sudah tidak pantas aku pakai," astaga, kenapa Ibu selalu saja mengungkit hal yang berkaitan dengan cucu.

Aku segera memakainya, memang benar saat setelah aku pakai baju ini, aku terlihat sangat cantik. Belum lagi rambutku yang disanggul oleh ibu dan diberi hiasan bunga kamboja.

"Lihat dirimu! sangat cantik," puji ibu padaku saat selesai mendandaniku.

"Ada apa sebenarnya, bu?" tanyaku pada ibu yang nampak begitu senang.

"Sebentar lagi kau akan mengetahuinya, Nar." jawab ibu singkat.

"Kemana, Narsih. Anak kita?" ucap Bapak dari depan pintu kamar.

"Ini anakmu, lihatlah dia sangat cantik," jawab Ibu lalu menujukan diriku pada Bapak.

"Anakku memang cantik!"

Aku hanya cengar cengir dipuji Bapak, Bapak memerintahkan aku dan Ibu untuk segera ke ruang depan, untuk menemui tamu.

Seperti ada yang aneh, tak biasanya aku di dandani sedemikian cantik oleh ibu.

Saat sampai pada ruangan depan, aku melihat tiga laki laki menggunakan blangkon dan jas berwarna putih, ya seperti gaya seorang bangsawan.

Aku, Ibu, Bapak dan Rifnu duduk  berhadap-hadapan dengan tamu ini.

"Pak Bambang, ini adalah anak perempuan pertama saya," ucap bapak pada salah satu laki-laki tersebut, sedangkan aku hanya mengangguk sembari tersenyum.

"Sangat cantik, Pak!" jawabnya sembari mengacungkan jempol "Ini, Bayu. Anak laki-laki saya," sambungnya lalu jempolnya mengarah pada laki-laki yang lebih muda berada di sampinya.

Saujana (REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang