16. ANAK KECIL PENJUAL KORAN

690 23 11
                                    

"Mas, aku lelah. Aku mau duduk dulu," keluh Narulita yang sudah merasakan sedikit pegal pada kakinya. Ia ingin mengistirahatkan tubuhnya.

"Iya, kita duduk di sana saja." Sultan menunjuk kursi taman yang ada di bawah pohon rindang, letaknya tidak jauh dari tempat mereka sekarang.

"Ayo, Mas!" Narulita berjalan di depan suaminya yang masih mendorong Natan.

Mereka berdua sampai di kursi taman itu. Narulita langsung duduk. Sementara Sultan masih sibuk mengangkat tubuh anaknya dari kereta dorong itu. Lalu dia menggendongnya, dan membawanya duduk di sebelah Narulita.

"Natan nggak haus?" tanya Narulita menatap wajah sang anak di pelukan suaminya.

Sultan tersenyum lalu menatap wajah Natan. "Gimana jawabnya, Natan? Nggak haus, Ma. Heheh," ucapnya diakhiri kekehan pelan, bermaksud mencandai anaknya.

"Oh Natan nggak haus?" tanya Narulita lagi.

"Enggak, Ma. Aku kan anak kuat," jawab Sultan mewakili anaknya.

"Apa sih, Mas. Kamu lucu deh, hahah." Narulita tertawa karena perkataan suaminya.

"Hahaha." Sultan ikut tertawa.

Natan tidak merasa haus dan lapar karena tadi sebelum pergi ke taman kota, bayi itu sudah makan bubur dan minum susu. Sekarang dia masih tetap kenyang, terbukti bayi itu tidak menangis.

"Mas, aku gantian yang gendong Natan ya," kata Narulita seraya mengulurkan kedua tangannya di depan suaminya.

Sultan memindahkan anaknya ke gendongan Narulita. Bayi itu tertawa kecil ketika berpindah ke pelukan mamanya. Kini tatapan mata Natan sepenuhnya tertuju kepada wajah mamanya yang cantik. Sekali lagi, Natan tertawa riang.

"Natan seneng ya diajak jalan-jalan sama Papa?" tanya Narulita kepada Natan. Wanita itu menggendong Natan sambil menimang-nimangnya.

"Seneng banget, Ma. Papa baik sama aku," jawab Sultan menirukan logat anak kecil saat bicara.

Narulita sedikit tertawa mendengar jawaban dari suaminya--yang seharusnya dijawab oleh Natan sendiri, tapi bayi itu belum bisa bicara.

Narulita bertanya sekali lagi dengan gurauan, "Papa baik ya sama Natan? Natan sayang nggak, sama Papa?"

"Sayang banget, Ma." Sultan yang menjawab lagi. Kemudian dia berkata sekali lagi, "Papa, kan, juga sayang sama Natan."

"Mas udah deh, nggak usah dijawab juga," kata Narulita.

"Ya, kan, Natan belum bisa bicara, Sayang. Aku yang jawab."

"Iya bener juga sih, Mas," balas Narulita.

Narulita mengamati wajah anaknya yang tampan seperti suaminya. Jika dilihat dengan seksama, wajah Natan mirip seperti Narulita. Agak mirip Sultan juga. Lebih tepatnya perpaduan antara wajah Narulita dan Sultan, tapi lebih dominan mirip Narulita. Biasanya memang begitu, wajah anak laki-laki cenderung mirip ibunya.

"Mas, Natan ganteng ya, kayak kamu," kata Narulita sambil tersenyum tipis. Dia masih menunduk menatap wajah Natan.

"Iya dong, Sayang. Kan anak kita," jawab Sultan ikut menatap wajah sang anak.

Natan menatap wajah mama dan papanya secara bergantian, dengan kedua mata bulatnya yang berwarna cokelat jernih. Dia kemudian tertawa riang dengan sedikit menggerakkan tubuhnya. Rupanya bayi usia enam bulan sudah dapat menggerakkan anggota tubuh.

Ya, Natan sekarang sudah berusia awal enam bulan. Empat bulan lagi, bayi itu sudah berumur satu tahun.

"Enggak kerasa ya, Mas. Natan bentar lagi umur satu tahun. Sekarang Natan udah umur enam bulan," kata Narulita saat mengingat usia anaknya.

Sultan Jatuh Cinta 2 : Istri Kedua [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang