Happy reading!!!
Pagi-pagi sekali Jamal datang ke rumah sakit untuk menemani Alika. Kebetulan Jissy ada jadwal kuliah, Johnny ada urusan dan Wendy juga harus balik karena urusan pekerjaan.
"Duduk sini, Mas."
Jamal meletakan bungkus makanan di atas meja, kemudian duduk di kursi dekat ranjang. "Lagi nonton apa?" Ia sedikit melirik pada laptop yang sedang menayangkan sebuah drama.
"Drakor heheh, twenty five-twenty one. Seru tau, Mas! Ya tapi gitu deh, sad ending."
"Loh, kamu udah nonton sampe abis? Kok tau endingnya?"
Alika mengangguk, "Udah. Nonton ulang lagi, heheh." Gadis itu menoleh sejenak. "Kalo Mas sendiri? Suka nonton drakor gak?"
Jamal terlihat berpikir, "Eumm, gak terlalu suka. Cuma nonton beberapa sih, kayak squid game, all of us are dead, sama nevertheless."
Gadis itu manggut-manggut, kemudian memekik. "Aaaa, Nam Joohyuk kenapa ganteng banget sih?! Cocok banget jadi Baek Yijin, vibes nya dapet, huweee."
Jamal sedikit terkejut. Ia segera menoleh ke layar, "Mana yang kamu bilang ganteng?"
"Ituuuu, yang sebelah ceweknya." Tunjuk Alika.
"Ohh, ituu." Masih gantengan gue kayaknya. "Gantengan aku atau dia?"
"Hm?" Alika menaikan sebelah alisnya. "Dua-duanya ganteng. Masa cantik?" Jamal terkekeh.
"Kamu gimana? Udah mendingan? Tangannya masih sakit gak?" Tanya lelaki itu.
"Masih suka nyeri sedikit, tapi gapapa kok."
"Lagian sih! Kenapa pake pegang piso kayak gitu segala? Bahaya tau gak?!"
"Iya, maaf. Aku kan cuma reflek aja genggamnya." Gadis itu mengerucutkan bibirnya lucu membuat Jamal merasa gemas.
"Mau makan gak? Aku bawa buah, bawa nasi goreng juga."
"Eumm, mau buah boleh?"
"Boleh banget. Mau buah apa? Ada apel, pear, jeruk."
"Mau jeruk!"
"Siap, tuan putri, aku kupasin dulu." Jamal menggulung lengan bajunya, kemudian mengupas kulit jeruk.
Alika mengambil buah yang sudah dikupas. "Kenapa? Asem ya?" Tanya Jamal.
Gadis itu mengangguk dengan wajah meringis karena ke aseman sehingga Jamal dibuat gemas untuk kedua kalinya dengan ekspresi yang dibuat Alika. "Jangan gemes-gemes bisa gak sih?"
"Hah?"
"Enggak, kok. Mau ganti apel aja gak?"
"Boleh."
Jamal memotong buah tersebut dengan telaten. Melihat Alika yang makan seraya menonton drama, lelaki itu merasa seperti sedang mengurus anak kecil.
Waktu terus berjalan, hingga tak terasa hari pun sudah siang. Wendy mengabari akan kembali datang.
Ceklek
"Tanteㅡ" Alika terdiam. "Vivi?" Tak hanya gadis itu yang bingung, Jamal pun ikut bingung. Pasalnya di depannya kini ada dua orang yang salah satunya mirip sekali dengan gadis itu.
Apa dia yang Johnny bilang? Kembarannya Alika?
"Apa kabar? Udah baikan? Kamu pasti kaget ya? Sama, Tante juga kaget. Tiba-tiba Vivi minta ikut." Wendy tersenyum, "Vivi, sini sayang."
Tatapan kosong itu berubah menjadi tatapan sendu bercampur khawatir ketika bersitatap dengan mata sang kembaran. Air mata Aletta tiba-tiba tumpah begitu saja. "Vio...."
Alika membuka lebar tangannya, siap menyambut pelukan hangat sang kembaran. "Kok nangis? Gue gapapa kok."
"Lo pasti takut ya ketemu orang itu lagi?"
"No, gue gak takut. Gue cuma males dan benci aja ketemu orang itu."
Aletta menghapus air matanya. "Tapi lo beneran gapapa 'kan? Gak ada luka parah?"
"I'm fine, I'm really fine. Harusnya gue yang nanya itu ke lo. Are you okay? Disini ada laki-laki loh."
"Hm, sekarang gue udah bisa ngontrol emosi dan ketakutan gue lebih baik dibandingkan dulu." Balasnya seraya melirik Jamal. "Emangnya dia siapa?"
"Vio's boyfriend." Saut Wendy.
"Heh, apaan. Enggak, Vi." Tukas Alika, sementara Jamal hanya terkekeh. Padahal hatinya udah jedag-jedug gak karuan dibilang pacar sama calon Tante.
Aletta melihat Jamal dari atas sampai bawah. Tak lupa menatap matanya tajam. "Are you sure? Keliatannya kayak fakboi."
"Anjir." Celetuk Jamal reflek. Masa wajah tampannya dibilang fakboi. Tapi emang agak mirip sih....
Alika tertawa, "Gitu-gitu dia baik kok, Vi." Aletta hanya mengangguk saja.
"Btw, Tante mau ngomong tentang rencana kita." Ujar Wendy.
"Hah? Rencana apa nih? Liburan kah?"
"Lebih dari liburan I guess." Saut Aletta.
"Emang apa?"
"Tante dan Vivi berencana untuk pindah ke Kanada dan menetap disana mungkin? Tapi sesekali bakalan balik juga ke Indonesia." Wendy menjeda. "So, kamu mau ikut atau tetap stay disini? Tante gak maksa atau apa, itu semua terserah kamu. Enaknya gimana."
"Kalo gue setuju untuk pindah ke Kanada. Sekalian buka lembaran baru dan cari pengalaman baru juga. Mulai menata hidup dari awal lagi." Tambah Aletta.
"Kalo kamu gak minat dan udah nyaman disini ya gapapa. Nanti sesekali Tante sama Vivi berkunjung. Asal kamu bisa jaga diri, Tante tenang bisa ninggalin kamu disini." Ujar Wendy seraya mengelus kepala sang keponakan dengan lembut.
Alika melirik Jamal sejenak. "Emang kapan rencana mau pindahnya?"
"Minggu depan mungkin? Tante lagi ngurusin kepindahan kesana. Termasuk kerjaan Tante."
Alika mau banget untuk pindah ke Kanada. Ia cukup rindu karena masa kecilnya pun ia habiskan disana. Apalagi ini kesempatannya untuk berkumpul lagi dengan sang kembaran.
Namun entah mengapa gadis itu merasa tak bisa untuk meninggalkan Indonesia. Seperti ada sesuatu yang menahannya agar tetap disini.
Aletta mendekat, "Gimana, Vi? Mau ikut atau gak? Tapi tanggung juga sih, lo belum nyelesain kuliah disini 'kan?"
Alika mengangguk, "Hm, gimana ya. Masih belum tau nih, terlalu dadakan."
"Gak usah terlalu dipikirin. Lagi pula lo bisa dateng kapan aja kok kesana, santai aja."
Sejujurnya, kalo boleh egois, lelaki Jamal tak mau Alika pergi. Apalagi sampai menetap. Rasanya Jamal gak rela kalo harus berjauhan, ditambah mereka gak ada hubungan apa-apa. Bisa-bisa Jamal ketikung bule disana.
"Well, gue pikir-pikir lagi deh." Putus Alika pada akhirnya.
Mereka bertiga pun berbincang hingga sore hari baru kembali pulang. Sementara Jamal tetap disana. Niatnya sampai Johnny datang, namun ternyata laki-laki itu tak bisa datang karena harus pergi ke luar kota. Maklum, orang sibuk.
Semenjak pindah ke Indonesia, Johnny membantu sang Ayah untuk mengurus perusahaan.
"Mas," Jamal menoleh. "Menurut kamu, aku ikut pindah gak ke Kanada?"
Jamal diam sejenak, kemudian menjawab. "Terserah kamu aja. Aku dukung pilihan kamu kok. Enaknya gimana?"
Alika menggidikan bahu, "Aku gak tau, aku bingung. Disini aku udah nyaman, tapi aku juga pengen tinggal bareng Vivi."
"Yaudah, kalo kamu mau pindah ya gapapa."
"Kamu gak keberatan kalo aku pindah?"
Jamal menatap mata itu, "Emangnya aku siapa yang bisa ngelarang kamu?"
Kok nyesek ya?
To be continue...
Jangan lupa vote, heheh
KAMU SEDANG MEMBACA
Ideal Type || Jaerose ✔
Teen Fiction[ C o m p l e t e ] "Sesuai aplikasi ya, Mba?" Pertemuan Alika dengan Jamal si driver taksi online. Berawal dari ponsel tertinggal, hingga pengakuan gadis itu tentang hubungan mereka, membuat sang Mama mengira bahwa Alika dan Jamal menjalin hubung...