ㅡ 21. Einundzwanzig

1K 151 5
                                    

Happy reading!!!

A few years later

"Ayok, makan duluu."

"Gak mauuuu."

"Aaaaa, buka mulutnya cobaa."

"Gak mauuu makan pokoknya!"

"Hah, yaudah lah terserah kamu." Wanita itu menyerah untuk menyuapi sang anak. Ia meletakkan kembali makanan tersebut di atas meja, kemudian menyandarkan punggungnya pada sofa.

Sungguh ia merasa sangat lelah mengurus anak seorang diri tanpa bantuan pengasuh. Walaupun begitu, itu memang keinginannya.

"Udah gede aja kamu, nak." Ujarnya yang melihat sang anak sedang bermain dinosaurs di atas karpet.

Anak kecil laki-laki itu tumbuh dengan baik hingga umurnya kini telah menginjak 6 tahun.

"Mama gak nyangka bisa punya anak kayak kamu, Jevano."

Alika masih tak menyangka bahwa dirinya bisa melahirkan seorang anak tampan dan manis seperti Jevano atau yang kerap disapa Jeje.

Ia jadi teringat perjuangannya 6 tahun silam dimana kondisi dirinya yang cukup meprihatinkan saat sedang mengandung anak itu.

Tidak, bukan masalah yang terlalu besar. Hanya saja kandungannya pada saat itu sangat rentan, pun tubuh Alika yang tiba-tiba menjadi gampang terserang penyakit.

"Mama!" Panggilnya membuat lamunan wanita itu seketika buyar.

"Apa sayang?" Tanya Alika ketika sang anak meninggalkan mainan dinosaurs-nya lalu menghampirinya.

"Jeje mau punya adek kayak temen-temen Jeje!" Anak itu berujar tiba-tiba membuat Alika terkejut bukan main. "Ayok, Ma. Aku mau punya adek juga. Boleh ya? Boleh ya, Ma?"

"Je, punya adek tuh gak segampang beli boneka."

Anak itu merengut, "Pokoknya Jeje mau punya adek! Besok udah harus ada di rumah!" Alika beristighfar dalam hati.

"Ya gak bisa besok! Punya adek tuh ada prosesnya dulu."

"Emang pake proses?" Anak itu mengerjap polos. "Kata temen Jeje, orang tuanya beli bayi di rumah sakit."

"Hah? Kok beli?" Ini kenapa jadi Alika yang bingung ya?

Jevano mengangguk, "Katanya orang tuanya ke rumah sakit, terus pas dia kesana udah ada bayi. Berarti beli di rumah sakit 'kan bayinya?"

"Allahu akbar...." Alika menggeleng, "Gak gitu, nak, maksudnya. Bayinya gak beli, tapi Mamanya temen kamu itu abis lahiran."

Kening Jevano mengernyit bingung, "La-hi-ran? Apaan tuh, Ma?"

"Bayi yang diperutnya keluar."

"Hah? Kok bisa?! Keren banget! Aku kayak gitu juga gak, Ma?"

Alika mengangguk, "Iya lah. Emang dikira pas Mama bersin kamu keluar apa?"

"Pada bahas apa sihh? Seru banget keknya."

"Daddddyyyyy." Jevano langsung berhambur memeluknya. Sementara sang Mama berjingkat kaget saat pria itu tiba-tiba saja sudah duduk di sebelahnya.

"Kesayangan Daddy lagi bahas apa sih sama Mama?" Tanyanya seraya mengecup kening anak itu.

"Bahas punya adek."

"Loh, emang Jeje mau punya adek?"

"Mau! Mau banget! Abis adeknya temen aku lucu tau!"

"Iya pas bayi lucu, tapi pas udah gede kadang ngeselin." Gumam Alika. Inget banget pas masih SMP ia pernah dijailin sepupunya yang masih bocil. Padahal waktu masih bayi sering Alika gendong, ajak mainㅡeh udah gedenya ngeselin bukan main.

Jevano dan pria itu berbisik, entah apa yang mereka bicarakan, membuat Alika curiga. Hingga akhirnya,

"Mama aku mau adek!"

"Minta sama Daddy kamu tuh!"

"Kata Daddy suruh minta ke Mama."

Alika menatap tajam, "Kak Johnny! Jangan pengaruhin anak gue ya!"

Johnny yang awalnya ketawa-ketawa makin ketawa kenceng karena liat wajah Alika yang kalo marah malah lucu.

"Sayang, anak kamu minta adek nih." Godanya semakin menjadi.

"Sayang, sayang pala lo peyang!"

"Sstt, gak boleh ngomong kasar. Ada anak kecil juga."

Ceklek

"Papa pulㅡ"

"Paapaaa!" Lagi dan lagi anak itu langsung berhambur memeluk. "Mau punya adek ya?"

"Hah? Apaan nih, baru juga pulang kerja udah minta adek aja."

"Ish, aku mau punya adek. Tapi kata Mama kalo mau punya adek ada prosesnya. Emang prosesnya apa aja, Pa?" Dua pria dewasa disana kompak menoleh pada Alika, kemudian tertawa.

"Heh, jangan berpikiran yang enggak-enggak ya!" Kesal gadis itu yang bisa menebak isi pikiran mereka.

Jamal menghentikan tawanya sejenak. "Gini, Je. Prosesnya itu ada tiga. Yang pertama bikin, kedua hamil, ketiga baru lahiran."

"Bikin? Bikin apa, Pa? Kayak adonan kue gitu?"

"Mirip-mirip lah ya..." Ujarnya. "Kalo kamu mau punya adek, nanti Papa sama Mama bikinin, tapi kamu Papa titipin dulu ke Oma."

Anak itu menggeleng, "Gak mau! Aku mau liat. Mau ikut bikin juga."

Johnny tertawa kencang yang langsung mendapat pukulan dari Alika dengan bantal sofa.

"Gak boleh, nak. Itu urusan orang dewasa. Anak kecil belum boleh." Jamal mencoba memberi pengertian pada anaknya.

"Oh, berarti kalo udah dewasa boleh ya, Pa?" Pria itu mengangguk. "Nanti pas udah dewasa aku ikut bikin ya bareng Mama sama Papa!"

"Gak boleh!" Balas Jamal cepat. "Mama bikinnya cuma boleh sama Papa, kamu sama cewek lain aja sana."

Plak!

Kini giliran Jamal yang terkena pukulan maut dari Alika. "Jangan racunin Jeje sama pikiran kotor kamu!"

"Hehehe, peace sayang!"

"Kak Johnny gak pulang? Ngapain disini?"

"Gak ah, masih sore."

Jamal berdecak. "Lo ngapain sih kesini mulu? Cari istri sana!"

"Ye, suka-suka gue lah!" Sautnya lalu duduk santai di sofa seraya mengganti channel TV.

Dan saat langit sudah menunjukkan waktu malam, baru lah Johnny benar-benar pulang.

"Bye, Daddy!"

"Bye, sweetie!"

"Anak kita kenapa manggil si Johnny Daddy sih? Padahal 'kan aku Papanya." Tanya Jamal heran.

"Tau tuh. Katanya gak mau dipanggil Om, kayak udah tua."

"Padahal kan emang dia udah Om-Om."







To be continue...

Part ter gak jelas keknya :v

Btw, ini si tampan

Jevano Malik Adrian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jevano Malik Adrian

Ideal Type || Jaerose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang