ㅡ 18. Achtzehn

884 132 1
                                    

Happy reading!!!

Kondisi Alika sudah mulai membaik. Kini gadis itu sedang istirahat ditemani Wendy juga Jissy yang tadi datang.

"Belum pulang lo?" Tanya Johnny saat masih menemukan Jamal di depan ruangan rawat Alika. "Gak mau masuk?"

"Iya, nanti aja. Kasian, dia lagi istirahat dulu." Balas lelaki itu. "Soal yang tadi, gue boleh tau gak kenapa?"

Johnny mengangguk, kemudian mengajak Jamal ke taman rumah sakit sekalian mencari udara segar.

"Lo tau kan kalo Mami nya Alika udah gak ada?" Jamal mengangguk ragu. "Lo tau juga gak kalo dia punya kembaran?"

"IyㅡHAH KEMBARAN?!"

Johnny mengusap telinganya. "Suara lo gede juga ya."

"Eh, seriusㅡAlika beneran punya kembaran?"

"Iya. Alika tuh sebenernya dipanggil Vio, sementara kembarannya Vivi." Jamal menyimak dengan baik. "Gue tau ini bukan kapasitas gue buat cerita, tapi kalo nunggu Alika dia pasti gak bakal cerita. Gue rasa lo harus tau."

Kening Jamal mengerut, "Kenapa gue harus tau?"

"Karena gue yakin lo bisa jaga dia dengan baik untuk selamanya?" Johnny tersenyum. Senyum yang tersimpan makna di dalamnya.

"So, lo udah siap denger 'kan?" Jamal mengangguk dan membenarkan posisi duduknya. "Pasang telinga lo baik-baik. Jadi dulu...."

Di sebuah rumah besar, hiduplah keluarga yang harmonis. Hidup yang sangat sempurna dengan segala yang mereka miliki.

Hingga perkataan sang Papi pada malam itu, "Kita bisa jatuh miskin! Perusahaan Papi terancam bangkrut!"

Kala itu tak ada yang perlu dikhawatirkan bagi sang Mami dan kedua anaknya. Mereka berpikir tak masalah hidup miskin, asal keluarga mereka tetap utuh. Lagi pula, harta memang tak selamanya, hanya sementara.

Tapi pemikiran itu berbanding terbalik dengan sang Papi. Ia yang pada dasarnya sudah kaya dari lahir dan tidak pernah hidup susah, sungguh tak terima jika perusahaannya bangkrut.

"Papi bakal lakuin apapun agar perusahaan kita balik ke semula!" Yuna tersenyum, ia mendukung perkataan sang suami.

Tapi ternyata, bukan cara baik yang ditempuh untuk mengembalikan semuanya. Melainkan cara kotor yang membuat keluarga mereka perlahan hancur.

"Pulang malem lagi?"

"Masih mending aku pulang." Saut sang suami seraya membuka jasnya.

"Tadi aku gak sengaja liat mobil kamu di sebuah restaurant dan ada kamu juga lagi sama cewek." Yuna memang keluar rumah tadi untuk membeli makanan buat sang anak.

"Aku kerja! Gak kayak kamu yang bisanya cuma di rumah doang! Gak guna!"

"Gak guna kamu bilang? Aku disini ngurus anak-anak, kamu bilang gak guna?! Asal kamu tau, kita udah gak punya ART dan aku yang harus bersihin rumah besar ini sendirian!" Yuna memang sudah berhenti bekerja saat kedua anaknya menginjak sekolah dasar. Semua itu ia lakukan demi mengurus dan menghabiskan waktu bersama anak-anaknya.

"Cih, itu gak seberapa dibanding aku yang mati-matian kerja banting tulang!"

Tanpa diketahui, kedua anaknya mengintip dari balik celah pintu kamar. "Are they getting a divorce?" Tanya salah satunya.

"I hope not."

"But, I'm  so afraid, Vi."

"Afraid of?"

Ideal Type || Jaerose ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang