1. Bikin Konten

824 60 52
                                    

Previous part: Prolog

Siang ini, aku dan Fattah bersiap-siap pergi. Kami sudah merencanakan perjalanan ini guna membuat konten untuk saluran kami yang bernama LaTah–Lani and Fattah.

Kukenakan kaus oblong merah berlapis jaket kaos hitam dan celana training hitam. Lalu kuraih tas ransel bewarna hitam di atas kasur yang berisi handphone, masker, notes, microphone kecil, earphone dan beberapa benda lainnya seperti lotion anti nyamuk, tisu, dan hand sanitizer.

Tak lupa kuangkut juga tripod dan light ring ke bawah, menuju pacarku yang telah datang menjemputku dan menunggu di atas motor.

"Lho, kamu nggak dandan, Lan?" tanyanya terkejut.

"Nggak ah, males, lagian kata kamu lama," jawabku.

"Untung cantik," goda pemuda gendut ini.

Aku menepuk punggungnya gemas. "Lah, Mas sendiri kenapa nungguin di luar? Kenapa nggak nunggu di dalam?" tanyaku heran.

"Nggak apa-apa, di sini juga teduh, itung-itung jaga mesin motor, biar tetap panas," paparnya.

Kuangkat kakiku yang beralas sepatu olahraga ke atas, melintasi sisi samping jok dan duduk mengangkang. Tak lupa kurapatkan jaket hitam menyelimuti badanku, lalu menoleh ke arah rumah, lebih tepatnya ruko, seraya melambai pada ayah yang seperti biasa berada di spot favoritnya, di balik rak etalase separuh badan.

"Aku pamit, Yah!" teriakku dari teras toko.

Ayahku membalas lambaianku, tak lupa berkata, "Jangan pulang kemaleman ya!" katanya mengingatkan.

Aku merespons kata-katanya dengan anggukan dari kepalaku yang sudah mengenakan helm. Kemudian Fattah mengarahkan motornya keluar, dan mengendarainya menjauhi toko, kali ini tujuan kami adalah Hutan Larangan.

Saluran kecil kami sudah masuk tahap monetisasi dan telah memberikan kami gaji beberapa kali. Semakin lama saluran kami makin berkembang dan memiliki jumlah peminat yang semakin meningkat.

Konten yang dahulu hanya konten latah, membahas vlog desa, game, dan mencoba tren viral. Kini memiliki permintaan dari penonton untuk membuat konten seram setiap malam Jum'at.

Hal ini bermula saat aku dan Fattah membuat vlog jalan-jalan ke sebuah bangunan terbengkalai, tempat para petani sawit beristirahat di siang hari, melepas penat usai memanen sawit.

Dalam video tersebut, aku dan Fattah mewawancarai para petani dan merekam aktivitas mereka di kebun.

Lalu aku iseng menjelajahi rumah dua tingkat tempat para petani beristirahat tersebut, untuk menambah durasi dan karena penasaran.

Tanpa diduga, video sederhana yang kami upload menarik perhatian netizen, karena video yang kami rekam tak sengaja menangkap sesosok penampakan dari lubang di atap rumah. Sosok wanita berbaju kelabu, berambut panjang. Dan kebetulannya lagi, video itu di-upload pada malam Jum'at.

Penampakan sepintas itu membuat video kami viral dan diputar berkali-kali untuk mem-pause bagian kemunculannya. Video tersebut membuat nama saluran kami naik dan mendapatkan pengikut serta jumlah jam tayang yang semakin meningkatkan pendapatan kami. Sejak saat itu, para netizen meminta kami untuk membuat konten horor pada jadwal tersebut.

Apakah aku merasa takut? Sebetulnya aku merasa sedikit seram, tapi uang yang kami terima dari penghasilan membuat konten, menjadikan aku dan Fattah termotivasi untuk memenuhi permintaan tersebut.

Pikir kami, semakin berkembang saluran kami, semakin banyak uang yang kami dapatkan. Sehingga aku dan Fattah dapat segera melegalkan hubungan kami menjadi suami-istri. Untungnya orang tua kami menyetujui hubungan ini. Rasanya seru menjalankan rencana masa depan ini. Membuatku merasa makin dewasa. Apalagi sejauh ini tak ada hambatan berarti.

Motor terus melaju melewati rumah penduduk, kebun sawit dan kebun karet. Ini adalah kali keempat kami membuat konten horor.

Setelah video rumah kosong tempat para petani beristirahat. Kami membuat konten di tikungan tempat biasanya terjadi kecelakaan.

Pada video itu, Fattah mengajak Dimas–temannya yang indigo, untuk memberikan deskripsi kengerian di area jalan yang angker tersebut. Video tersebut mendapat tayangan yang lumayan.

Lalu pada video malam Jum'at berikutnya. Aku mengajak Fattah mewawancarai pak Sunu–pemilik ruko tempatku tinggal, guna mendengarkan pengalaman seramnya ketika pindah ke Kampar–Riau, selaku keluarga proyek transmigran gelombang pertama di daerah ini.

Video ini juga masih mendapat tayangan yang bagus, meskipun ada beberapa netizen kurang suka karena tidak ada unsur hantu atau horornya.

Padahal aku bekerja keras mengedit video dengan menyisipkan beberapa footage seram sebagai ilustrasi, untuk memberi nuansa seram dalam video. Tak lupa kumasukkan musik dan efek suara horor yang membuat suasana video menjadi menegangkan.

Aku sendiri selama proses syuting dapat merasakan kengerian dari cerita pak Sunu, hingga sesekali bulu romaku merinding, membayangkan lingkungan tempatku ini tinggal, dulunya hutan rimba yang liar, kerap terjadi kejadian mistis, serta keberadaan binatang liar meresahkan yang mempersulit penyesuaian.

Cukup liar hingga pak Sunu membekali diri dengan senjata api.

Ditambah lagi, minimnya fasilitas kesehatan, membuat cukup banyak nyawa berjatuhan ketika beradaptasi dalam proyek transmigrasi tahun 80-an itu.

Hahhh, netizen tahu apa? Bisanya mereka hanya memprotes. Sedangkan netizen lain sangat mengapresiasi video ini.

Akan tetapi, pada video malam Jum'at terakhir, kami tak begitu beruntung. Video penjelajahan kami di Puskesmas terbengkalai dianggap biasa saja oleh netizen. Tidak sedikit yang mengatakan bahwa kualitas videonya menurun.

Ini salahku yang menyarankan syuting ke sana. Padahal puskesmas itu kecil, dan terletak di pinggir jalan dekat keramaian, sehingga tidak begitu angker. Pikiran praktisku, asalkan berupa tempat terbengkalai, bisa dijadikan lokasi syuting video horor. Oleh karena itu, syuting kali ini tidak boleh gagal.

Aku dan Fattah sudah berdiskusi dan merencanakan konten berikutnya. Pilihan kami jatuh ke Hutan Larangan. Area hutan kecil yang dijaga oleh pemerintah setempat, agar tetap lestari keanekaragaman hayatinya. Hutan itu terlarang untuk dibabat, apalagi dijadikan pemukiman.

Konon katanya, ada beberapa orang yang menghilang usai memasuki hutan tersebut. Ada pula yang menjadi linglung bahkan gila saat ditemukan.

Menariknya, asalkan masuk secara baik-baik, orang dapat keluar-masuk hutan guna memenuhi kebutuhan. Seperti mencari buah liar, mengambil kayu, berburu binatang, mencari madu, dan lain sebagainya. Pokoknya hutan tersebut sudah seperti mall yang disediakan alam.

Meski Fattah skeptis lokasi tersebut dijadikan konten. Aku membujuk Fattah untuk mengsurvei lokasi tersebut. Jika dirasa kurang menjanjikan. Aku akan menyetujui sarannya untuk uji nyali di kuburan desa. Suatu hal yang sebenarnya kuhindari.

Bersambung

Next chapter: Masuk Ke Hutan

TERSESAT DI HUTAN PARALEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang