55. Pendekatan

168 26 2
                                    

Previous chapter: Bertemu Burhan

Aku tak yakin Burhan baik-baik saja. Tapi aku masih belum tahu apa-apa, jadi aku tak ingin ikut campur.

Lalu aku mencoba pergi ke kamar mandi. Susah sekali rasanya. Kakiku serasa lumpuh.

Setelah beberapa kali percobaan jatuh-bangun, akhirnya aku berhasil mencapai kamar mandi. Toiletnya wc duduk.

Saat aku mencoba buang air, aku agak kesusahan. Susah karena infus, susah karena pampers yang kupakai.

Ini gimana cara ngelepasinnya? Aku kebelet nih. Kulepas daster pasienku supaya lebih mudah bergerak.

Karena tak sabar, kusobek paksa popok ini. Uugh, aku tak ingin membahasnya. Setelah itu aku buang air dan membersihkan diriku. Popok tadi aku buang ke tempat sampah.

Saat membersihkan pantatku. Ada beberapa plester yang menutupi luka-luka kecil di sekitar paha dan pinggangku. Jangan-jangan ini luka bekas gigitan lintahnya?

Setelah itu, kukeringkan tubuhku yang basah dengan handuk yang kuambil dari rak kamar mandi. Lalu kukenakan lagi daster pasiennya. Tanpa popok, aku merasa kurang nyaman. Tak adakah celana dalam, atau pakaian wanita di sini?

Aku mencoba membuka pintu lipat di depan ranjangku, sayangnya tak berhasil. Entah tenagaku yang lemah, atau aku salah membuka pintunya? Yang pasti aku menyerah dan mencoba kembali tidur.

***

Suara berdengung membuatku terjaga, aku langsung waspada. Pintu besar sudah terbuka lagi.

Aku mengintip ke bawah ranjangku, sebuah benda berbentuk bundar sedang membersihkan lantai. Terlihat benda bundar gepeng itu meninggalkan jejak basah.

"Kamu sudah bangun Lan?" Burhan muncul dan menyapaku. Dia membawa baki berisi semangkuk bubur.

"Pagi Burhan." Suaraku masih parau.

"Ini udah siang."

Aku terkejut. "Memang udah jam berapa?"

"Sudah jam,"–Burhan meletakkan baki, dan melihat ke tablet–"jam sebelas."

Lalu dia menyelipkan tangan ke bawah leherku, diangkatnya badanku hingga aku duduk. Entah kenapa tubuhku terasa panas, dan lebih lemas dari sebelumnya. Bahkan saking lemasnya, aku tak peduli saat Burhan menyentuh dahiku.

"Masuk ke fase demam, tubuhmu mulai melawan penyakitnya. Kamu dalam keadaan luka, berenang dalam waktu lama ya di air?"

Aku menggeleng. "Aku berendam semalaman menghindari serangga."

"Kenapa kamu nggak pakai bunga sarang lebah untuk menjinakkan mereka?"

Aku menatap Burhan. Dia sedang menggigit sebuah kemasan sachet dari nakas, dan mengeluarkan isinya, sebuah plester merah. Plester itu dia tempelkan ke dahiku, rasanya hangat.

"Burhan tahu soal lebah pemakan daging itu?" tanyaku ingin tahu.

"Jelas tahu lah. Mereka itu adalah salah satu sumber kegelisahanku."

Aku tak mengerti. Saat sakit otakku jadi tumpul. Kemudian aku memakan bubur yang ia bawa. Rasanya hambar, susunya terasa tidak seperti susu sapi.

"Sepertinya ada parasit masuk ke dalam tubuhmu selama terendam air. Nanti aku siapkan air herbal, kamu harus berendam di dalamnya."

"Aku bakar." Aku berkata dengan lirih.

"Apa?"

"Kembang sarang lebahnya aku bakar, itu sebabnya aku berendam."

TERSESAT DI HUTAN PARALEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang