50. Bagai Hidup Dalam Sangkar Emas

144 21 0
                                    

Previous chapter: Nyaris Tak Ada Pilihan

Setelah keributan tadi, kedua orang tuaku membawaku ke dalam.

Beberapa foto keluarga terpasang di dinding. Kakakku sepertinya menikah dengan pengusaha dan tinggal di Jawa. Lalu Rania adalah gadis berkerudung rapi yang cantik. Meski parasnya amat mirip denganku. Kami jelas orang yang berbeda.

Kemudian orang tuaku mengurungku di kamar Rania. Semua kebutuhanku sudah tersedia di sini.

Lucu, di dunia ini hidupku kaya, tapi terkekang. Aku dipenjara di kamar orang, ditunangkan paksa dengan pemuda yang tidur dengan janda, dan dimanfaatkan sebagai pencitraan oleh pejabat yang mengincar kedudukan. Sungguh sial nasibku.

Aku mencoba beradaptasi dengan tempat ini. Seharusnya tidak sesulit hidup di hutan. Aku membuka lemari dan mencari pakaian yang bisa kupakai.

Lalu aku mengobrak-abrik tempat ini, mencari informasi tentang Rania. Aku menemukan buku diarinya dan kubaca hingga tuntas.

Dari penjelasan di buku diarinya. Rania mengidap penyakit jantung bawaan. Itu sebabnya dia tak bisa bertahan selama pandemi.

Terlalu lama hidup diatur-atur orang tuanya, membuat dia memutuskan untuk nge-kost dan hidup terpisah dari orang tuanya saat kuliah. Kisah selanjutnya seperti yang sudah kujelaskan. Pandemi ini membunuhnya.

Fattah yang dikirim untuk mengawasinya tak bisa berbuat apa-apa. Itu sebabnya kematian anak ini tak dapat diterima kedua orang tuanya.

Aku menduga orang tua palsuku ini merupakan donatur kampanye Jeffry Baskoro Akbar.

Lalu, soal kasus hilangnya mas Nurdin merupakan sesuatu yang sudah direncanakan si Jeff. Dia mengirim ajudannya untuk melenyapkan keponakannya ke sisi lain hutan. Pengetahuan mengenai hutan bisa saja dia dapatkan dari pencarian.

Usai melenyapkan tulang punggung keluarga kakaknya yang miskin, Jeffry datang memberikan bantuan bagai dewa penolong. Padahal bantuan yang dia berikan pada kakaknya, bisa saja merupakan uang korupsi yang dia cuci dengan kedok yayasan.

Aku meraih ponselku yang ada dalam tas. Untung saja mereka tidak mengambilnya. Aku mengatur sebuah rencana kabur.

Kuhubungi Nisya. Seharusnya dia ada di rumah. Lalu memintanya untuk menyimpan barang-barangku sejenak karena akan aku ambil. Cucian jika sudah kering akan kujemput.

Aku menjelaskan situasinya, Nisya justru memberiku selamat atas pertunangannya. Yang membuatku kaget, paman Nisya sedang menuju ke rumah. Dia pasti hendak mengendalikan semua orang.

Aku pun meminta Nisya memberikan ponsel pada Lutfiah.

"Halo Kak?"

"Halo Lulu (panggilan akrab Lutfiah), kamu lagi ngapain?"

"Lagi ngerjain PR di kamar."

"Sama siapa kamu di kamar?"

"Sendirian aja, Kak Nisya pergi ngangkat cucian. Memang ada apa Kak Lani?"

Aku sengaja memastikan Nisya tak mendengar percakapan kami, karena mulut Nisya tuh ember bocor.

"Dengar Lulu, Kakak sepertinya bakal segera pergi ke hutan-"

"Lho, kenapa Kak? Bukannya Kak Lani mau menikah?"

"Dengerin dulu orang ngomong. Ini penting! Aku nggak bakal menetap di dunia yang palsu ini. Kelihatannya aja indah, tapi semua ini bukan takdirku. Aku nggak bisa ngejelasin rinciannya, intinya aku bakal kabur dan melanjutkan perjalanan ini. Kamu kalau semisal udah lulus dan hendak mencari jalan pulang. Lakukan bersama Karni. Sebisa mungkin jangan sendirian. Ingat salinan catatan yang aku kasih ke kamu kan?"

TERSESAT DI HUTAN PARALEL [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang