- Pengakuan

57 17 43
                                    

"Zia!" panggil seseorang dengan lantang. Siapa lagi kalau bukan Saturnus. Sudah lama ia tak melihat Elizia setelah gadis itu pindah ke rumah Semesta. Ada rasa rindu dalam dirinya dengan gadis itu.

"Saturnus, aku kangen," ucap Elizia manja.

Saturnus menyunggingkan tipis bibirnya ke atas, entahlah dia merasa aneh dengan kalimat manja yang Elizia lontarkan. Padahal biasanya ia suka jika gadis itu manja dengannya.

"Kamu kenapa baru ke sini?" tanya Elizia.

"Nggak papa," balas Saturnus seadanya.

"Kamu masih marah? Udah sebulan loh."

"Marah? Nggak, emang marahnya aku bisa bikin balik kamu?" pertanyaan itu membuatnya bungkam, entah kenapa Elizia merasa bersalah sudah melakukan hal tersebut.

"Maaf," ucapnya tertunduk.

Saturnus yang melihat hal itu pun menghela napasnya. "Buat apa? Nggak ada yang salah kok."

"Tapi, kamu marah."

"Nggak, Zia. Kan aku udah bilang, meskipun aku marah nggak akan bikin kamu balik lagi ke rumah."

Elizia terdiam mendengar hal itu, ucapan Saturnus benar, namun Elizia tak tahu harus berbuat apa demi membuat hati sahabatnya itu kembali utuh.

"Ayo, jalan," ajaknya menarik Elizia dari sana.

"Loh? Mau ke mana? Ini kuenya gimana?" tanya Elizia.

"Nggak papa, udah nitip sama pak Safar tadi, lagian kamu, 'kan udah kaya ngapain jualan kue?"

"Yang kaya orang tua angkat aku, bukan aku."

"Masa nggak dikasih uang jajan, sih?"

"Dikasih kok. Ah, iya, aku mau ngasih tau sesuatu."

"Apa?" tanya Saturnus penasaran.

"Kamu tau kak Semesta? Orang yang ke rumah waktu itu."

"Yang ke rumah nggak satu orang aja, ada empat."

"Oh, iya, pokoknya salah satu dari mereka."

"Terus? Kenapa?" tanya Saturnus.

"Dia kakak angkat aku."

"Oh," balasnya santai. Mendengar hal itu Elizia terdiam, dia hanya berniat memberitahu sang sahabat, namun nampaknya pemuda itu tak bersedia untuk tahu lebih lanjut kehidupan Elizia yang baru.

"Aku juga udah sekolah di sekolah khusus."

"Iya." lagi-lagi balasan dari Saturnus membuatnya terdiam, hatinya sakit mendengar balasan pemuda itu. Tak biasanya Saturnus seperti ini, dia benar-benar kecewa pada Elizia.

Keduanya jalan tanpa arah, tak ada suara yang keluar dari mereka. Saturnus dan Elizia fokus dengan pikirannya. Elizia sadar, jika pemuda yang sering memanjakannya tanpa ingin menunjukkan pada Langit dan Galaxy itu tengah marah.

Namun, ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya ingin merasakan disayang dan mempunyai keluarga lengkap, meskipun hanya sekedar keluarga angkat. Tak apa asal mau menerima Elizia dengan tulus.

"Sampai kapan mau diam-diaman?" tanya Elizia membuka suara. Langkahnya berhenti, pun dengan Saturnus. "Kamu marah, 'kan? Aku tau, kok, meskipun kamu nggak bilang. Maafin aku udah buat kamu marah dan kecewa, aku cuman mau punya keluarga yang utuh meskipun cuman keluarga angkat," sambungnya masih dengan kepala yang tertunduk.

Mendengar hal itu, Saturnus membalikkan badannya ke arah Elizia. Ia menatap gadis itu kemudian menghela napasnya. "Zia, aku mau ngomong sesuatu sama kamu, dan ini penting."

Mendengar suara Saturnus yang berada tepat di samping telinganya membuat Elizia menoleh.

"Kamu natap aku?" tanyanya.

"Hm."

Elizia paham, jika sudah seperti ini maka yang ingin ia sampaikan memang sangat penting. Lantas, Saturnus menatapnya dengan intens.

"Aku suka sama kamu."

Deg!

Ucapan Saturnus membuatnya bungkam, bagaimana bisa pemuda yang selama ini sudah menjadi sahabatnya nyatanya menyukai dirinya yang tak sempurna.

"Aku nggak masalah kamu mau nerima aku atau nggak, yang pasti kamu tau aku suka sama kamu. Kamu mau ngejauh setelah ini pun aku nggak peduli, yang jelas aku lega," ucapnya lagi.

"Aku tau kamu nggak akan suka sama aku dan nggak akan pernah suka, aku juga tau kamu udah mulai suka sama Semesta, kakak angkat kamu itu," ucapnya. Elizia diam, ia tak menyangka jika Saturnus mengetahui hal itu. "Zia, kita udah sama-sama dari lama, dan hal ini nggak pernah terjadi sebelum kamu ketemu sama dia. Alasan kenapa aku suka manjain kamu karena perasaan aku, nggak tau sejak kapan, yang pasti aku nggak mau kamu pergi, aku sadar aku egois da-"

Ucapannya berhenti ketika Elizia tiba-tiba mencium pipinya tanpa aba-aba. Saturnus membulatkan mata sipitnya kaget.

Cukup lama, Elizia memundurkan kepalanya. Ia tersenyum setelah itu. "Tur, maaf, tapi aku emang nggak bisa terima kamu. Aku nggak mau setelah hubungan selesai kita jadi jauh, aku mau kita kaya gini terus, nggak ada batasan dalam pertemanan dan ngelakuin hal yang kita suka. Aku juga nggak mau ada kecanggungan kalau Langit sama Galaxy sampai tau," jelasnya panjang lebar. Saturnus masih terdiam, jujur saja serangan yang Elizia berikan secara tiba-tiba membuat jantungnya berdebar lima kali lebih cepat dari biasanya.

"Aku mau selalu dimanjain sama kamu tanpa harus ada rasa canggung dan nggak enak, aku mau selalu dipeluk sama kamu dan ditemanin tidur kalau lagi takut, aku nggak mau semuanya hilang ketika nanti kita putus, dan lagi keluarga besar dari om Gibran belum tentu setuju kamu pacaran sama aku," jelasnya panjang lebar.

Saturnus terdiam, ucapan Elizia tak sepenuhnya salah. Keluarga dari Ayahnya memang tak menyukai Elizia, mereka bilang gadis itu pembaca sial dan malapetaka. Mereka takut jika Saturnus akan terkena musibah jika bersamanya.

Namun, Saturnus tak peduli, ia hanya ingin menjaga Elizia dengan tulus dari orang-orang yang selalu menjahatinya.

Setidaknya meski tak diterima, Saturnus merasa lega setelah mengakui perasaannya yang selama ini ia pendam sendiri, meskipun jawaban yang ia inginkan tak keluar dari mulut gadis itu. Tak apa, jalannya sudah seperti itu, mereka hanya sebatas sahabat tak lebih.

"Zia," panggil Saturnus.

"Iya, Tur."

"Kalau ada yang gangguin kamu bilang, ya, aku bakalan siap buat pasang badan. Aku nggak mau kamu sedih, selama ini aku, Langit sama Galaxy nggak pernah bikin kamu sedih bahkan sampai nangis," tuturnya.

Elizia tersenyum mendengar hal itu. "Nggak akan, kok, aku janji, nggak akan bikin kamu sama mereka sedih."

Mendengar hal itu Saturnus ikut tersenyum, ia memeluk Elizia. Ada rasa penyesalan dalam dirinya, sebab harus menyimpan perasaan pada gadis itu. Perasaan yang tak seharusnya ada pada sebuah persahabatan. Namun, mau bagaimanapun pertemanan atau bahkan persahabatan diantara laki-laki dan perempuan tak akan pernah berjalan dengan mulus. Salah satu dari mereka pasti menyimpan perasaan.

Saturnus dan Elizia lahir dan bertemu kembali, perasaannya juga tumbuh seperti kehidupan sebelumnya. Derajat mereka hampir sama tanpa ada pembatasan kasta, namun sayang, mereka tetap tak bisa bersatu. Saturnus hanya ditakdirkan sebagai sahabatnya tak lebih. Tak ada pengikatan status dalam hubungan serius dihidup mereka.

Meskipun dikehidupan sebelumnya Saturnus mengalah dan menyesali perbuatannya, setidaknya saat ini dia tak akan seperti itu meskipun dia tak sadar jika dia pernah hidup sebagai orang yang berbeda dengan jiwa dan raga yang sama.




Jadi , gimana? Biasa aja? It's oke:) See u

Vote, comment dan share ya!!! 

Semesta dan Ceritanya [Qian Kun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang