- Rencana Baru

42 12 37
                                    

"Angkasa!" teriak Asteroid dengan lantang. Yang dipanggil menoleh, ia menatap Asteroid dengan tatapan polos khas miliknya. Asteroid melangkah mendekatinya. "Angkasa, mau nanya dong."

"Apa? Kalau tugas, kita beda jurusan."

"Bukan! Aku mau nanya tentang suara."

Angkasa memundurkan kepalanya. "Suara? Lagunya Hijau Daun?"

"Yee, bukan! Ini loh, suara yang kamu dengar di markas beberapa bulan lalu," jelas Asteroid.

Angkasa diam sejenak, jujur saja ia termaksud orang yang pelupa, jadi ia harus mengingat dulu sebelum membahasnya.

"Oh, yang waktu itu? Kenapa emangnya?" tanya Angkasa.

"Masa aku juga dengar."

"Hah? Serius? Di mana? Kapan?" cerca Angkasa.

"Seminggu yang lalu, waktu habis jalan sama Zia."

Angkasa membulatkan matanya mendengar penuturan pemuda di hadapannya itu. "Kok kamu bisa jalan sama Zia? Semesta ngizinin? Kalian ke mana?"

"Ah, nggak penting itu. Yang penting itu suara yang kamu sama aku dengar!" tegasnya kesal.

Angkasa terkekeh seraya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Bener juga, jadi kenapa?"

Asteroid menghela napasnya, dia seperti membuang-buag waktunya saja berbicara dengan Angkasa, tapi ia harus tahu mengenai suara tersebut.

"Waktu pulang dari jalan, aku nganter Zia dulu tuh, terus dia makasih sama aku, nah aku jawab tuh 'makasihnya nanti aja pas udah nyampe rumah' tapi anehnya aku denger suara kaya pengulangan kata gitu, cuman lebih formal," jelas Asteroid. Angkasa terdiam, ucapan yang Asteroid katakan sama seperti yang dia alami. Hanya saja Asteroid baru mengalami satu kali, sedangkan dirinya sudah dua kali.

"Terus?" tanya Angkasa.

"Aku liat sekeliling tuh, nggak ada orang dimobil cuman aku sama Zia aja, tapi Zia juga nggak ngomong terus pas aku liat dianya biasa aja, nggak tanya tentang suara itu. Kayanya dia nggak denger suara itu deh," terkanya.

Lagi, Angkasa terdiam. Ucapan Asteroid terdengar sangat ganjal ditelinganya. Seperti mereka berdua sedang mengalami pengulangan pada satu kejadian yang tak terduga.

"Jangan-jangan kita pernah hidup di zaman dulu lagi terus hidup lagi di zaman sekarang," tutur Asteroid.

Angkasa menatapnya. "Maksud kamu kita renkarnasi? Heh! Mana ada kaya gitu, ya! Jangan halu!" tegas Angkasa kesal.

"Ya, 'kan jangan-jangan, Sa, kalau beneran bagus lagi. Siapa tau dulu aku putra mahkota atau bahkan Raja."

"Raja halu!"

"Dih, kamu iri, ya?"

"Ngapain juga iri sama kamu, Asteroid!" ucap Angkasa kesal.

"Iya, juga, ya." Angkasa memutar bolanya jengah mendengar hal tersebut.

Mereka berdua diam sejenak, entah apa yang ada dipikiran keduanya. Asteroid dan Angkasa hanya menatap lurus ke depan.

Bahkan mereka tak mengedipkan mata sama sekali, apa mereka sedang melamun? Atau ada objek di depan sana yang membuat mereka terdiam? Entahlah, hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

"SA!" teriak lantang Asteroid, membuat sang empu terkejut bukan main.

Angkasa memegang dadanya. "Untung aku nggak jantungan. Kenapa, sih?! Bikin kaget aja!" ketusnya kesal.

"Semesta sama Bintang jangan sampai tau," tukas Asteroid.

Angkasa memundurkan kepala seraya memasang wajah bingung. "Apanya? Jangan setengah-setengah coba!"

Semesta dan Ceritanya [Qian Kun]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang