Dan,
Tidak ada yang terjadi. Jika orang lain akan berpikir akan ada sesuatu yang istimewa terjadi antara aku dan Suga setelah pernyataan cintanya waktu itu, maka mereka salah, tidak ada apapun yang terjadi antara aku dan Suga. Kami bahkan tidak melakukan sex seperti biasanya, hingga membuatku penasaran, apa yang sebenarnya sedang terjadi? Tidak biasanya terjadi kecanggungan di antara kami seperti ini, ada apa ini?
"Suga..." aku memberanikan diri untuk memulai pembicaraan di antara kami setelah aku menghabiskan potongan terakhir dari daging yang ada di piringku.
"Hmm..." ucapnya kemudian berdiri dan meraih piring-piring kotor di atas meja. Suga memang memperlakukanku se-istimewa itu. Suga melakukan segalanya. Dia memasak dan dia juga yang mencuci piring, semuanya Suga lakukan saat dia menginap di rumahku, memperlakukanku layaknya ratu, jadi...bohong kalau aku juga tidak memiliki perasaan yang sama dengan Suga, wanita mana yang tidak akan luluh jika di perlakukan sebaik Suga memperlakukan aku selama ini, bahkan sebelum dia mengatakan dia mencintaiku?
Aku memeluk Suga dari belakang ketika dia sedang sibuk mencuci piring. Memeluknya dengan erat. Menyalurkan perasaanku padanya, aku harap Suga tahu, kalau aku mencintainya melebihi ucapan apapun yang bisa terucap dari mulutku.
"Ada apa?" tanyanya menoleh sedikit, tapi tangannya masih sibuk bergerak, menggosok piring lalu membilasnya dan menaruhnya di rak piring.
"Aku merindukanmu" bisikku di telinganya kemudian mulai mengecup lehernya. Beberapa saat aku tak mendapat respon apapun dari Suga, tapi kemudian dia berbalik dan menciumku dengan sangat brutal ketika piring terakhir ia letakkan di rak piring. Aku bisa merasakan lembut bibirnya, dan lidahnya yang menginvasi semua isi mulutku, aku bahkan sempat mendesah ketika ia menggigit bibir bawahku, mungkin saking gemasnya, aku tersenyum, aku sangat suka caranya memperlakukanku.
Suga mendorongku hingga aku menyentuh meja makan, kemudian perlahan ia menaikkan ku diatas meja. Dia mulai melebarkan kakiku, masih dengan posisi kami yang berciuman dengan intens.
"Ahhh...Su, Suga..." desahku ketika dia mulai bermain di leherku, aku mulai merasakan celana dalamku yang basah.
"Su, Suga..." aku menatap Suga, tatapan kami bertemu, lalu tanpa bisa aku prediksi, Suga menjauh. Seperti tersadar akan apa yang baru saja kami lakukan, kemudian pandangannya berubah sendu, lalu dia pergi meninggalkan aku, masuk ke dalam kamarnya.
Aku terkejut untuk sesaat, apa Suga baru saja menolakku? Apa Suga sudah bosan denganku? Apa aku sudah tidak menarik lagi? Tapi aku tidak bisa membiarkan diriku untuk galau terlalu lama, maka aku memutuskan untuk menghampiri Suga ke dalam kamarnya.
Aku mendapati pintu kamar yang setengah terbuka, dan Suga yang sedang tidur terlentang sambil memainkan ponselnya.
"Suga kita perlu bicara" aku duduk di sisi ranjang di samping Suga. Dia tidak menghiraukanku, masih terus bermain dengan ponselnya.
Hening menyelimuti kami.
"Suga, aku..."
"Aku tidak akan melakukannya lagi" ucapnya tiba-tiba tanpa mengalihkan pandangan dari layar ponselnya.
"Apa?"
"Aku tidak akan melakukannya lagi jika kau hanya terpaksa" dia mengulangi perkataannya, membanting ponselnya dan menatapku.
"Aku tidak mengerti Suga..."
"Apa bagimu kurang jelas? Aku mengatakan aku mencintaimu" ucapnya menatapku nanar, aku bisa menangkap kemarahan dari nada bicaranya, meskipun suaranya tidak meninggi.
"Suga..."
"Tidak Anna" aku hendak menyentuh bahunya, tapi dia menolak, menghempaskan tanganku.
Suga kemudian bangkit berdiri, mengambil jaketnya dan akan keluar kamar, ketika aku berlari dan memeluknya dari belakang.
"Jangan tinggalkan aku lagi" kataku lirih. "Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu" cukup sudah. Aku tidak tahan lagi. Aku tidak bisa terus menerus menahan perasaanku sendiri sementara Suga sendiri sudah berani untuk mengungkapkan semuanya padaku, dengan begitu bukankah seharusnya kami berdua bisa Bahagia?
*
Sekali lagi aku salah. Kupikir setelah itu kami akan menikmati malam bersama dengan penuh gairah tapi nyatanya, kini Suga membawaku ke halaman belakang rumah. Ya, setelah ungkapan cintaku yang di dramatisir tadi, Suga membatalkan niatnya untuk keluar rumah.
"Apa yang kita lakukan disini?" aku memandang Suga, dia hanya tersenyum menatapku. Tatapan yang tidak bisa aku artikan.
"Kau membawanya, kan?" tanyanya kemudian.
"Maksudmu, surat perjanjian ini?" aku memberikan map berwarna coklat kepada Suga. Dia mengangguk lalu meraih map itu dari tanganku.
"Semuanya sudah berakhir antara kita" ucapnya lalu mengambil korek api dari saku bajunya dan membakar surat perjanjian itu. Aku hanya bisa terdiam, mengamati bias bias cahaya dari api yang membakar surat perjanjian antara aku dan Suga, surat perjanjian yang membuatku berada di sini, di sisi Suga.
Setelah semua berkas itu lahap di telan si jago merah, Suga sekali lagi tersenyum padaku, senyumnya kali ini terasa lebih tulus dan menenangkan, kemudian dia menarikku ke dalam rumah.
"Apa kau bisa menjelaskan sesuatu padaku sekarang?" bukannya menjawab pertanyaanku, Suga malah menyuruhku duduk di sofa depan televisi kemudian dia sendiri duduk di sebelahku dan masih tersenyum.
"Sebenarnya ada apa? katakan padaku sekarang, kau bahkan sejak tadi tersenyum terus tanpa aku ketahui alasannya dan itu membuatku takut" saking gemasnya aku mencubit pipi Suga, tapi sekali lagi pria ini tak mengatakan apapun lagi malah meraih ponselnya diatas meja dan menghubungi seseorang.
"Oemma...."
"Yoongi yyaah...oette..."
"Oemma...aku berhasil"
"Mwo?" Suga menatapku.
"Anna yyahhh.... Saranghae" tiba-tiba dia mengucapkan itu dengan mengedipkan sebelah matanya.
"Nado Saranghae..." jawabku spontan.
"Ommmooooo......" aku terkaget. Sangat. Amat. Kaget. Karena aku dengan jelas bisa mendengar suara ibu Suga dari seberang.
"Loudspeaker?" tanyaku memastikan. Suga mengangguk.
"Astaga kau ini!!!" aku memukul Suga, meski dia tidak merasa sakit, tapi pasti dia tetap merasa terganggu.
"Oemma aku akan menelponmu nanti, oeh?" lalu Suga menutup sambungan telponnya.
"Kau sungguh tidak ingin menjelaskan sesuatu?" tanyaku lagi ketika Suga sudah menahan kedua tanganku. Dia mengecup bibirku sekilas dan tertawa.
*
Oke. Jadi ternyata Suga dan ibunya sedang mengerjai aku. Maksudku sungguh mengerjai aku. Suga curhat pada ibunya kalau dia sangat mencintaiku tapi di lain sisi dia juga bingung terhadap perasaanku padanya, Suga takut aku hanya terpaksa bersamanya karena surat perjanjian kami di awal. Ibu mana yang tega melihat anaknya gundah gulana galau merana, jadilah rencana keduanya untuk mengerjaiku dengan membawa nama Arye teman kecil suga. Arye memang benar ada, tapi dia sudah menikah dan hidup bahagia di negeri orang, ikut suaminya, mereka berdua hanya sengaja membuatku galau, memancingku, katanya untuk mengetahui perasaanku yang sebenarnya. Padahal tanpa di pancing pun aku sudah sadar kalau sebenarnya aku juga sudah mencintai Suga, cara mengungkapkannya saja yang aku masih bingung waktu itu.
Jadi setelah hari itu, aku dan Suga kembali menjalani kehidupan kami seperti biasa. Kami bercinta, bercumbu, dan bekerja bersama. Kupikir semuanya akan kembali seperti semula, sampai aku melihat wajahnya lagi...wajah yang tidak akan pernah aku lupakan seumur hidupku karena sudah menorehkan luka yang begitu dalam di hatiku hingga tak bisa aku sembuhkan bahkan sampai sekarang.
To be continue_

KAMU SEDANG MEMBACA
More than Anything
FanfictionWARNING 21+!!! BACAAN DEWASA! BIJAKLAH DALAM MEMILIH BACAAN SESUAI USIA KALIAN!! Apa kalian pernah bercinta? Apa kalian tahu rasanya? Anna memulai kehidupan barunya dengan menjalani kontrak kerja dengan Suga, meskipun isi kontrak itu juga menyatakan...