05

86 5 0
                                    

Khansa terkantuk-kantuk di dalam bis yang ditumpanginya menuju rumah. Ia mengucek matanya berkali-kali agar tidak tertidur. Ia tak mau kebablasan turunnya karena ia pulang tanpa teman yang dikenalinya.

Bus yang lumayan sesak karena ini akhir pekan dan banyak anak kos yang pulang. Tapi tetap saja masih membuat Khansa terkantuk-kantuk. Semalam ia begadang membuat bahan presentasi untuk mikro teaching minggu depan. Dan sehari ini tadi dia full aktivitas. Mulai dari kuliah hingga bekerja di toko Bu Rafika.

Ia mengerjapkan matanya berkali-kali ketika bis telah memasuki daerah tempat tinggalnya. Ia memutuskan berdiri agar kantuknya hilang. Selain itu agar ia bisa keluar lebih cepat dari bus yang menyesakkan ini nantinya. Kalau ia terlalu lama, ia bisa diomeli sama kondekturnya yang ngga sabaran itu.

Tiba di halte, ia tak perlu menunggu lama karena adiknya telah menjemput menggunakan motor matic. Sekedar info saja, Khansa tidak bisa naik motor. Jadi kemana-mana dia memaksa adik perempuan satu-satunya itu sebagai tukang ojek.

"Mbak Khansa!" Panggil adiknya seraya melambaikan tangan dari seberang jalan. Batin Khansa, 'udah tahu, Dek. Ngga usah menarik perhatian orang deh.'

"Assalamualaikum." Sapa Khansa setelah menyeberang jalan.

"Wa'alaikumsalam, Mbak bawain novelnya kan?" Nah, tidak ada yang gratis di dunia ini. Kecuali oksigen yang kita hirup. Sebagai imbalan atas jasanya sebagai tukang ojek onlen, sang adik minta dibelikan novel atau jilbab. Tapi tentunya tetap tahu diri lah. Ngga sering-sering. Yang paling sering minta ditraktir makan bakso.

"Beres. Udah lama nunggunya?"

"Udah." Sahut adiknya seraya menyalakan sepeda motor. Mereka berdua kemudian meluncur pulang.

"Nanti TPQ kan?"

"Iya, Mbak. Mbak Khansa bisa bantuin kan? Pengajarnya banyak yang halangan hari ini. Si Amin malah ngga pulang."

"Iya...iya. Nanti aku bantuin. Ngomong-omong ibu masak apa?"

"Ibu ngga masak Mbak. Bapak sama Ibu pergi reunian SMA. Ayo kita mampir beli makanan dulu. Aku lapar belum makan apa-apa buat makan siang."

"Reuni? Tumben sampai ngga masak."

"Iya. Entahlah. Nanti kalau kita tua, kita juga reunian gitu ya sama teman SMA kita.?"

"Terserah yang ngelakuin lah. Ngga perlu nunggu tua. Sekarang pun kamu bisa ajak teman-teman TK mu reunian." Sahut Khansa. Adiknya hanya melengos mendengar ucapan kakaknya.

Marwa Sumayya adalah siswi kelas 10 SMA. Dia berjilbab juga seperti kakaknya. Bedanya, anaknya lebih cerewet dan ceplas-ceplos. Hobinya traveling. Lebih suka hal-hal yang berbau maskulin daripada feminin. Dulu ketika lulus SMP, ia ingin masuk SMK jurusan otomotif namun ditentang oleh kedua orangtuanya. Akhirnya ia 'terpaksa' masuk SMA jurusan bahasa. Alasannya biar bisa jadi guide trus bisa jalan-jalan.

Kalau Khansa lebih unggul di bidang akademik maka Marwa yang non akademik seperti olahraga. Dia lebih berani dibanding kakaknya. Lebih ekstrovert. Meski begitu mereka berdua saling menyayangi. Khansa adalah orang pertama yang menjadi tempat curhat Marwa. Selain Khansa secara bijak memberi masukan, sifat Khansa yang introvert sangat pandai menjaga rahasia. Tidak seperti ibu mereka yang sering keceplosan kalau ngomong.

*****

Reuni memiliki sisi positif dan juga negatif. Positifnya bisa mengenang masa indah di masa lalu, saling bermaafan, mempererat persaudaraan dan pertemanan. Sisi negatifnya, memicu CLBK, keretakan rumah tangga dan mungkin persaingan strata ekonomi dan sosial. Satu lagi, mengingatkan janji masa lalu. Entah itu bernilai positif maupun negatif. Tergantung sudut pandang subyeknya.

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang