07

71 5 0
                                    


Bagaimana perasaanmu jika sebelumnya kamu tidak pernah berhubungan dengan lelaki kemudian tiba-tiba dijodohkan dengan lelaki pilihan orang tuamu? Dan lelaki itu adalah dosenmu? Bagaimana? Bagaimana? Gugupkah? Canggung kah? Malu kah? Bangga? Atau yang lainnya?

Kenyataannya, Khansa gugup bukan main. Apalagi saat orang itu mengajaknya berbicara empat mata dengannya. Topik yang dibahas adalah rencana perjodohan mereka. Gadis mana yang masih normal jantungnya yang tidak nerveous. Tapi sekuat tenaga ia berusaha menutupi segala kegugupannya. Ia bersikap seolah dia tidak terpengaruh oleh perjodohan itu. Ia sendiri sedikit tak percaya ia bisa berbicara dengan ekspresi datar pada dosennya itu.

Kakinya bahkan terasa kesemutan karena ingin segera kabur dari pandangan sang dosen. Sayangnya orang itu malah menanyakan hal-hal yang tak penting. Tapi begitu ada kesempatan, ia langsung melesat pergi.

Kini, debaran di jantungnya masih terasa. Padahal ia sudah menyibukkan diri dengan menata buku-buku di rak. Tanpa sengaja ekor matanya menangkap sosok yang baru saja keluar dari rumah Bu Rafika dengan langkah lebar. Orang itu menuju motor yang terparkir di luar toko dan segera melajukannya pergi. Diam-diam Khansa menghela napas lega.

Ia teringat obrolannya tadi. Jelas sekali Aldrian menolak perjodohan itu. Ia bahkan secara terang-terangan mengajaknya bersekongkol menggagalkan rencana itu. Lalu apa yang akan mereka lakukan? Mungkin berbicara baik-baik dengan orangtuanya. Ia yakin orang tuanya akan mengerti.

"Mbak? Mbak...? Haloooo...Mbak?" Panggil seorang pelanggan di dekat Khansa. Ia sampai mengibaskan tangan ke depan muka Khansa karena gadis itu tak merespon. Khansa sampai gelagapan karena terkejut.

"Masya Allah. Eh, i...iya?" Sahut Khansa. Wajahnya merona karena malu. "Ada yang bisa saya bantu?"

"Ngelamunin apaan sih, Mbak? Sampai ngga dengar dipanggil?" Tanyanya dengan senyum jahil. Wajah Khansa makin merona.

"Maaf... Bukan apa-apa. Bagaimana Mas? Pengen cari buku apa?" Khansa segera mengalihkan pembicaraan karena sudah sangat malu.

"Buku tentang metodologi penelitian." Jawab lelaki di sebelahnya.

"Oh, ya. Mari ikut saya." Khansa memimpin menyusuri gang-gang penuh rak buku hingga sampai pada sebuah rak berisi buku tentang penelitian. "Silakan!"

Laki-laki itu tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Khansa membalasnya singkat kemudian pergi.

"Apa dia tidak mengingatku?" Guman laki-laki itu seorang diri. Iseng, ia melongok ke rak dekat jendela dimana Khansa tadi bekerja. Diperhatikannya gadis itu yang dengan cekatan menyusun buku-buku di rak. Dia tersenyum sendiri. Gadis yang tanpa sengaja menabraknya dulu ternyata bekerja di sini. Dia bahkan tak mengenalinya.

"Khansa, tolong gantikan aku sebentar ya! Aku mai ke kamar mandi." Panggil wanita yang sebelumnya berjaga di kasir. Gadis itu mengangguk dan bergegas menuju kasir.

"Jadi namanya Khansa?" Lagi-lagi laki-laki itu menggumam sambil memilih buku yang akan ia beli.

"Fachri, sudah dapat bukunya?" Tiba-tiba seorang lelaki bertubuh kurus muncul di sampinhnya.

"Iya. Sudah. Ayo!" Sahut lelaki yang disapa Fachri seraya membawa buku yang dipilihnya menuju kasir.

"Sudah?" Tanya Khansa saat Fachri menyodorkan buku ke meja kasir.

"Iya. Sudah."

"Seratus dua puluh ribu, Mas."

Fachri melungsurkan dua lembar seratus ribuan sambil mencuri pandang pada wanita di depannya. Sayangnya wanita itu terlalu cuek. Dia mengambil uang yang diberikan Fachri kemudian memberi kembaliannya. Lanjut menyerahkan kantong plastik berisi buku yang telah dibeli. Tak lupa mengucapkan terima kasih seperti yang dilakukan kasir pada umumnya. Fachri hanya tersenyum tipis lalu pergi.

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang