"Anak beruang terkejut karena ibunya tidak ada. Ia lalu menangis. Huhuhuu...ibu... Dimana kamu? Aku takut sendirian."
"Lalu gimana Kak? Ibunya ketemu tidak?" Seru seorang anak laki-laki berusia lima tahun saat Khansa mengambil jeda.
"Emmm... Coba tebak, kira-kira si anak beruang ketemu ibunya ngga?" Tanya Khansa. Anak-anak yang duduk di depannya berebut menjawab. Ada yang menjawab 'iya' ada yang jawab 'tidak'. Khansa tersenyum melihat respon mereka sebelum melanjutkan kembali ceritanya.
Program "dongeng Minggu ini" memang baru berjalan dua kali. Diadakan oleh toko buku tempatnya bekerja sebagai program pengenalan literasi sejak dini sekaligus promosi. Kegiatan tersebut dilaksanakan di salah satu ruangan toko yang disulap menjadi aula mini. Sasaran dari program ini adalah anak-anak usia PAUD dan balita.
Ada sepuluh anak dengan rentang usia 3 sampai 6 tahun yang duduk melingkar di depan Khansa. Mereka sangat antusias mendengarkan dongeng yang dibacakan Khansa. Kadang mereka tertawa, kadang ikut menahan napas jika ada cerita yang menegangkan. Khansa membacakan dongeng dengan sangat apik. Ekspresi dan suara yang dia tunjukkan juga mewakili suasana dan karakter cerita.
Di belakang mereka, para ibu ikut duduk menunggu sambil mendengarkan. Tak jarang mereka ikut tertawa dan bertepuk tangan. Program ini sudah berjalan dua kali dan para orangtua memberikan respon positif.
Bu Rafika duduk di antara para ibu sedangkan di belakang sana, di balik rak buku ada seseorang yang ikut mengawasi. Sesekali ia ikut tersenyum melihat anak-anak tertawa atau tegang. Diam-diam ia tertarik dengan gadis yang membacakan cerita.
"Nah, tamat. Cerita selesai." Seru Khansa seraya menutup buku. "Kalian ingin dengar cerita lagi?"
"Iya, iya... Lagi Kak..." Suara anak-anak bersahutan. Khansa tersenyum.
"Oke, tapi tidak sekarang."
"Yaaaahhhh..." Hadirin kecewa.
"Datang lagi Sabtu depan ya...!"
Ada rasa kecewa tergambar di wajah anak-anak namun sejenak kemudian beralih menjadi keceriaan. Mereka berebut menyalami Khansa sekaligus berpamitan pulang setelah berdoa.
"Sebentar ya..." Bu Rafika memberi isyarat untuk mengantar para orangtua keluar. Khansa tersenyum melanjutkan kembali membereskan buku-buku dan perlengkapan yang digunakan tadi.
"Masya Allah!" Pekik Khansa tertahan karena tiba-tiba seseorang muncul di hadapannya saat ia berbalik. Buku-buku yang sudah rapi di tangannya jatuh berceceran di atas karpet.
"Eh, sori. Aku ngagetin kamu ya?" Pria itu ikut berjongkok dan membantu Khansa memunguti bukunya.
"Lain kali salam dulu, dong." Protes Khansa tanpa menunjukkan kekesalan.
"Iya, deh. Maaf. Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam. Ngapain di sini?" Tanya Khansa.
"Cari buku lah." Ucap pria itu seraya meletakkan buku terakhir ke rak.
"Tadi gimana konsultasi dosennya?" Tanya Khansa. Ia duduk di karpet untuk minum. Tenggorokannya sudah sangat kering karena digunakan untuk bercerita tadi. Pria itu ikut duduk agak jauh dengan Khansa.
"Lancar. Dosennya tertarik dengan program yang kita usulkan. Beliau masih muda, seorang entrepreneur. Kita bisa konsultasi kewirausahaan padanya. Siapa tahu besuk ada ide untuk membuka lapangan pekerjaan di lokasi KKN. Oh, iya. Tadi beliau nanyain kamu."
"Tapi tetap saja kita harus observasi dulu." Sahut Khansa, mengabaikan cerita Fachri tentang dosennya. Dan justru mengalihkan pembicaraan.
"Benar. Eh, kamu punya bakat dongeng?" Wajah Khansa tersipu mendengar ucapan Fachri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menikah Tapi Pura-Pura
General FictionTerkadang cinta tak bisa disadari karena ia tak bisa disentuh, dilihat maupun didengar. Dia hanya bisa dirasakan walaupun halus sekali getarannya. (Khansa Avicenna) ### Khansa terkejut saat tiba-tiba seorang laki-laki tak dikenal mengaku sebagai sua...