12

61 3 0
                                    

"Jadi ini kesepakatan kita." Ucap Aldrian. Khansa mengangguk setuju. Memang ada keraguan yang bercokol di hatinya namun ia memutuskan untuk menyembunyikannya. Orangtuanya sudah tahu dan tak terbayang kebahagiaan di wajah mereka. Sengaja Khansa tidak mengatakan alasan sebenarnya. Ia hanya mengatakan bahwa baik ia maupun Aldrian berubah pikiran setelah merenungkannya dengan baik. Bapaknya sempat curiga dan khawatir namun ia bisa meyakinkannya.

Kini mereka tengah membahas kesepakatan antara mereka berdua di ruang makan rumah Bu Rafika. Lagi-lagi rumah itu menjadi saksi bisu pertemuan rahasia mereka.

"Kita sepakat untuk merahasiakan pernikahan ini. Setuju. Kita mengadakan akad secara sederhana tanpa mengundang teman. Emm... Orangtuamu tak masalah?" Tanya Aldrian saat membaca kertas berisi daftar kesepakatan yang dibuat oleh Khansa.

"Saya bisa meyakinkannya karena saat ini saya masih kuliah, saya tidak ingin ada rumor tak enak yang beredar. Lagipula melihat kondisi Ibu anda saat ini, rasanya kurang bijak kalau mengadakan hajatan besar."

"Benar sekali. Tapi bukankah itu justru menuai pertanyaan kenapa kalau pernikahannya normal, tidak digelar meriah?"

"Kami akan beralasan kalau resepsi akan digelar kalau saya lulus nanti. Dan.... Maaf kalau tidak keberatan, saya akan menggunakan kondisi Bu Lathifah sebagai alasan." Khansa agak takut saat mengutarakan kalimat terakhirnya. Tapi Aldrian tak masalah. Ia mengangguk. Toh kenyataannya memang demikian. Pernikahan dadakan ini terjadi karena demi kesehatan ibunya.

"Kita akan melaksanakannya saat libur semester. Emmm... Oke, sepakat. Aku juga setuju. Dengan begitu tidak akan ada orang yang curiga." Ucap Aldrian. Ia lalu membaca baris berikutnya. Alisnya sedikit tertaut, "Tidak ada kontak fisik?? Bukankah ini terlalu berlebihan? Kita nanti akan menjadi suami istri, otomatis akan terjadi kontak fisik. Yah, minimal pegangan tangan atau pelukan."

"Yaaaah, bagaimana ya. Saya rasa agak aneh kalau berpegangan tangan dengan orang asing. Lagipula kita tak perlu menunjukkan hal yang demikian di depan umum kan?" Sahut Khansa. Wajahnya sedikit merona. Ia bahkan tak mau memandang Aldrian.

"Kalau begitu kita tidur di kamar terpisah." Tambah Aldrian.

"Sangat setuju!" Tukas Khansa cepat. Aldrian mendelik kesal sebelum melanjutkan membaca kesepakatan. Ya, kesepakatan. Mereka tak mau menyebutnya sebagai kontrak.

"Kita dipersilakan melakukan aktifitas seperti biasa. Oke, setuju. Bersikap dan bertindak normal seperti tidak memiliki hubungan. Baiklah. Pak Aldrian boleh menikah lagi? Hah? Kenapa seperti ini?"

"Yaa, karena saya tahu anda memiliki wanita lain yang anda cintai. Saya tidak mau keberadaan saya menjadi penghalang cinta kalian. Setidaknya saya tidak mau disalahkan dan merasa bersalah karena cinta kalian tidak berlanjut. Daripada anda berselingkuh, lebih baik saya izinkan anda menikah lagi." Jawab Khansa enteng. Aldrian terdiam. Ia berpikir apakah wanita di depannya ini benar-benar ikhlas mengatakannya. Dia bilang tak ingin menikah untuk jadi janda tapi apa bedanya dengan menikah untuk dimadu?

"Bagaimana denganmu? Bukankah ini akan menyakitimu? Ataukah kamu juga bisa mencintai laki-laki lain?" Pertanyaan Aldrian membuat Khansa tertawa kecil.

"Kita mengenal poligami tapi tidak dengan poliandri. Saya hanya cukup menahannya, menutup mata maupun telinga. Jika tak sanggup, itu urusan nanti. Saya dengar, seorang istri yang mengizinkan suaminya menikah lagi itu pahalanya besar."

Aldrian menyeringai. Gadis ini pikir ini semua bercanda? Dia bahkan bercanda dengan perasaannya sendiri. Apakah benar nantinya dia akan ikhlas. Dia kuat melihat suaminya bermesraan dengan wanita lain? Aldrian juga tak yakin, seiring berjalannya waktu Khansa masih tak bisa mencintainya. Bahkan ia berani bertaruh kalau Khansa akan lebih dulu jatuh cinta padanya.

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang