06

79 4 0
                                    


Aldrian sibuk mempersiapkan materi kuliah besok  di rumahnya saat Ibunya menelpon. Dia tersenyum seraya menerima teleponnya. Hari Minggu kemarin ia tidak pulang ke rumah orangtuanya karena kedua orangtua dan adiknya pergi mengunjungi teman lama mereka. Sebenarnya ia juga diajak namun karena salah satu karyawan di kedainya sakit, ia tak bisa meninggalkan kedai.

"Rian berencana datang ke rumah besok setelah dari kampus." Ucap Aldrian setelah menjawab salam. "Ada apa Bu?"

"Kamu tidak mengurus kedai?"

"Kedai besok libur, Bu. Arfan masih sakit dan Rian pikir aku dan Deri juga butuh istirahat."

"Tapi ibu sudah tak sabar ingin memberitahumu tentang pertemuan kami kemarin. Coba tebak, dengan siapa ibu bertemu?" Tanya ibunya. Dari suaranya, Bu Lathifah terdengar sangat antusias.

"Siapa? Teman ibu itu kan? Siapa lagi?" Jawab Aldrian sekenanya.

"Iya. Kalau itu pasti. Tapi ini anak mereka. Kamu pasti tidak akan menyangkannya. Anak sulung teman kami itu adalah Khansa."

"Khansa? Khansa siapa?" Aldrian masih acuh tak acuh. Ia merapikan beberapa diktatnya.

"Khansa, yang  menolong ibu itu!"

Brukkkk...Awwwwwww!! Aldrian meringis. Diktat tebalnya jatuh mengenai kelingking kaki kirinya.  Ia terkejut? Tentu saja. Karena ia sudah diberitahu tentang rencana perjodohan itu seminggu yang lalu. Awalnya ia tak terlalu memusingkan tentang perjodohan itu. Menurutnya kedua orangtuanya adalah orang yang cukup bijaksana dalam menilai seseorang. Mereka akan menilai subjek itu secara objektif. Ia memang merasa konyol dengan janji kekanak-kanakan orangtuanya namun sama sekali tak menentang. Bukan berarti setuju, hanya saja semua bisa dibicarakan nanti kan?

Hanya saja akan berbeda cerita kalau Khansa adalah anak mereka. Yang artinya wanita yang akan dijodohkan dengannya adalah Khansa. Masalahnya, baik Bu Lathifah maupun Pak Darmawan sudah terlanjur menyukai gadis itu. Gadis itu telah meninggalkan kesan pertama yang mengesankan bagi keduanya.

"Hallo Rian? Kamu masih di sana kan?"

"I..iya Bu. Rian masih mendengarkan kok."

"Bagaimana menurutmu?"

Bagaimana apanya? Aldrian belum lama ditolak oleh wanita idamannya. Ia juga butuh waktu untuk bisa move on. Lagipula di matanya Khansa tidak sebanding dengan Luna. Khansa tidak terlalu istimewa. Dia seperti gadis kebanyakan. Tidak ada yang membuatnya tampak menarik. Di kelas, gadis itu juga biasa saja. Tidak terlalu aktif. Walaupun banyak tugas dan presentasinya yang mendapat nilai A. Tapi ia masih belum tampak menonjol.

Satu-satunya hal yang membuat Aldrian tersenyum tentang gadis itu adalah kecanggungannya jika bertemu dengan Aldrian. Tapi itu saja tak cukup bisa membuat Aldrian tertarik. Tunggu!! Aldrian teringat sesuatu! Panggilannya pada gadis itu beberapa bulan yang lalu saat pertama kali mereka bertemu. Aldrian menyebut dirinya sebagai suami Khansa!  Bagaimana bisa sekarang hal itu akan menjadi kenyataan? Aldrian memukul mulutnya sendiri dengan frustasi. Seharusnya ia berpikir puluhan kali sebelum menyebutkan itu. Tak ada yang tahu bahwa Tuhan menyimpan ucapannya hari itu.

Aldrian menatap jadwal kuliahnya besok. Jam pertama ia mengajar kelas Khansa. Bagaimana dia akan menghadapi gadis itu? Ah, bukankah seharusnya ia menemui gadis itu diam-diam dan mengajaknya bersekongkol untuk menggagalkan rencana orangtua mereka? Tapi bagaimana kalau Khansa setuju dengan perjodohan konyol itu? Siapa yang akan menolak dosen muda sekaligus wirausahawan muda seperti dirinya? Dia menyadari kalau dirinya cukup menarik di mata wanita. Selain itu dia juga berpengetahuan luas, hidup mapan. Apa lagi yang diinginkan para wanita itu ada padanya. Tapi bukankah Luna juga menolaknya? Rasa percaya diri Aldrian langsung luruh jika mengingat fakta itu. Mungkin Luna pengecualian.

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang