22

57 6 1
                                    

Mulmed nya sama sekali tidak ada hubungannya dengan konten cerita ini. Saya sisipkan untuk mengajak teman-teman semua untuk mendoakan semoga Palestina segera merdeka.

#prayforpalestine
#savepalestine
#freedomforpalestine

🇵🇸🇵🇸🇵🇸🇵🇸
_______________________________________

Sabtu pagi, Khansa sudah selesai membereskan pekerjaan rumah tangga. Ia juga sudah siap paking pakaian yang mau dibawa pulang. Emang sih, hanya semalam saja. Dan di rumah masih punya pakaian. Tapi tetap saja ia ingin membawa pakaian ganti. Rencananya sih, Senin balik ke sini langsung kuliah. Tak perlu mampir ke rumah dulu.

"Pak, nanti kita mampir beli buah dulu untuk oleh-oleh ibu ya." Ucap Khansa keluar dari kamarnya. Ia menemui Aldrian yang menunggu di ruang makan. Dia mengenakan gamis dengan motif bunga sakura berwarna dusty dan jilbab lebar senada. Warna jilbabnya lebih kalem karena pemakainya tidak suka warna yang terlalu mencolok. Tapi entah kenapa di mata Aldrian, pagi ini dia seperti baru saja mengalami musim bunga sakura bermekaran.

"Pak?" Ulang Khansa karena Aldrian malah bengong.

"Eh? Iya. Tapi bukankah kamu sering datang dan bawa oleh-oleh? Belinya oleh-oleh buat nanti mudik saja."

"Kenapa? Ngga apa-apa lah Pak. Menyenangkan orangtua kan ngga ada salahnya." Jawab Khansa. Entah perasaannya saja atau bukan tapi ia merasa sikap Aldrian sedikit berubah setelah KKN ini. Ia seperti lebih perhatian. Sebelumnya mana mau dia mengantar ke rumah Pak Darmawan meskipun itu rumah orangtuanya sendiri.

"Oke, kita berangkat sekarang?" Aldrian beranjak seraya mengambil kunci motor di atas meja.

"Sebentar, kita tidak ke sana naik motor kan? Maksud saya, kita naik bis atau taksi kan?" Tanya Khansa menghentikan langkah Aldrian. Aldrian berbalik.

"Kenapa naik bis? Ribet malahan."

"Tap...tapi... Kita tidak mungkin berboncengan kan? Bagaimana jika ada yang lihat?"

"Kita lewat jalan raya, pastinya akan banyak yang lihat dong."

"Maksud saya jika teman anda atau teman saya lihat. Mereka nanti akan berpikir macam-macam. Anda lupa kalau pernikahan ini rahasia?"

Aldrian tersenyum miring. Ia diam-diam menertawakan dirinya sendiri karena tanpa sadar melanggar batas yang dia buat. Ia jelas-jelas meminta Khansa untuk merahasiakan pernikahan ini. Bahkan mereka punya kesepakatan yang ditandatangani di atas materai. Tapi apa yang dia lakukan akhir-akhir ini justru seolah tak peduli dengan kesepakatan itu. Ia malah seperti ingin menunjukkan pada dunia kalau sudah menikah.

"Kalau begitu kamu naik bis atau taksi saja. Nanti turun di jalan masuk ke perumahan. Aku tunggu di sana." Sahut Aldrian. Tanpa diduga, Aldrian malah memutuskan demikian. Khansa tadinya mengira bahwa Aldrian akan tidak peduli dengan kekhawatirannya dan membiarkan orang-orang tahu status mereka seperti layaknya seorang gentleman. Ternyata ekspetasi Khansa terlalu tinggi.

"Baiklah." Sahut Khansa singkat. Keduanya keluar dengan berurutan. Biarpun nantinya Khansa naik bis, Aldrian akan mengawasi dari radius yang aman sampai dapat bis. Jadi dia akan menunggu.

"Al?" Sapa seorang wanita tepat saat Aldrian mengunci pintu. Keduanya berbalik dan sama-sama mematung. Tanpa mereka ketahui, ternyata ada Luna yang sudah berdiri di depan pagar.

"Kalian...?"

"Emm, kebetulan saya akan pergi berbelanja." Tukas Khansa cepat. Ia sudah panik.

"Oh." Luna --entah pura-pura atau tidak-- hanya mengangguk seolah mengerti. "Kamu mau datang ke reuni kan? Semalam aku telepon tidak kamu angkat."

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang