27

59 5 0
                                    

Perkuliahan sudah mulai berkurang. Khansa kini tengah mempersiapkan riset untuk skripsinya. Ia jarang ke kampus kecuali untuk konsultasi dengan dosen ataupun mengunjungi perpustakaan. Kadang dia datang untuk kegiatan Rohis. Waktunya ia habiskan di toko buku. Bu Rafika mengizinkannya untuk membaca buku display sebanyak yang ia mau. Kesempatan itu tentu saja disambut dengan senang hati oleh Khansa. Ia bisa mencari referensi untuk penelitiannya.

Hari ini pun demikian. Kebetulan pengunjung toko tak terlalu ramai. Di saat pegawai lain memilih ngobrol, ia sibuk membolak-balik halaman buku di antara rak yang tinggi. Saking seriusnya sampai tak menyadari kalau ada yang mendekatinya.

"Assalamualaikum." Sapanya.

"Eh, wa'alaikumussalam." Jawab Khansa langsung mendongak. "Fachri? Cari buku juga?"

"Iya. Risetmu bagaimana? Sudah selesai?" Tanya Fachri sambil meraih sembarang buku di depannya. Saat ini ia tak tertarik dengan buku, objek di dekatnya lebih menarik.

"Belum. Baru persiapan. Baru uji reliabilitas instrumen penelitian. Rencananya sih mau eksekusi minggu depan." Jawab Khansa tanpa memandang lawan bicaranya. Pandangannya tertuju pada buku yang tengah ia pegang.

"Butuh bantuan?" Tanya Fachri pura-pura bercanda. Aslinya berharap sekali bantuannya dibutuhkan.

"Emmm... Kayanya aku ditemani Rani buat risetnya. Nanti kami mau bergantian."

"Oh, ya...ya..." Fachri mengangguk-angguk sedikit kecewa.

"Tapi... Kamu sering nulis proposal dan laporan kan?"

"Iya..."

"Kalau begitu kamu bisa bantu aku ngoreksi hasilnya nanti? Sebelum aku serahkan ke dosen. Tapi... Kamu sendiri juga sibuk deng."

"Oh...ngga kok. Kesibukanku biasa saja. Aku masih bisa bantu kok." Jawab Fachri cepat khawatir Khansa berubah pikiran. Dia menahan diri untuk tidak bersorak.

"Terima kasih. Aku paling buruk kalau soal laporan. Tahu sendiri kan, laporan KKN kemarin? Bahasanya amburadul." Ucap Khansa malu.

"Ngga kok. Sudah lumayan. Penyusunannya sudah sistematis tapi yah...masih ada yang perlu diperbaiki."

"Ah, bahasamu awalnya memuji endingnya menjatuhkan." Cibir Khansa. Fachri terkekeh.

Mereka ngobrol hingga lupa tujuan awalnya berada di situ. Masih untung pengunjung toko tak begitu banyak.  Tapi di balik rak, ada sosok yang tampak menyeramkan berdiri tegak mendengarkan pembicaraan mereka. Ia sedang mencari cara untuk mengusik keduanya atau setidaknya membuat mereka tidak nyaman. Ia mulai bergerak.

"Pak Aldrian?" Fachri menyapa terlebih dulu.

"Eh? Kalian? Sedang apa di sini?" Aldrian berusaha senatural mungkin untuk tampak terkejut. Dia pura-pura melihat-lihat buku dan tak menyadari keberadaan keduanya.

"Sedang mencari buku, Pak." Jawab Fachri. Ia mulai terusik dengan kedatangan Aldrian. Ia merasakan aura permusuhan dari tatapan mata dosennya, namun demi sopan santun ia mengabaikan perasaan tak sukanya.

"Buku apa?"

"Buku referensi untuk skripsi, Pak." Lagi-lagi Fachri yang menjawab. Aldrian melirik sinis ke arah Khansa yang diam saja. Khansa bahkan sedikit menundukkan kepala. Aldrian semakin berniat untuk bersikap menyebalkan selayaknya suami yang memergoki istrinya selingkuh.

"Kok cuma berdua? Memangnya Khansa tak apa-apa?" Tanya Aldrian dengan nada sindiran yang kentara. Khansa jadi semakin kikuk. Rasain! Batin Aldrian mangkel.

"Tadi kami tak sengaja bertemu di sini. Saya sedang bekerja dan berniat membantu Fachri mencari buku." Jawab Khansa sedikit canggung. Dia pasti merasa tak enak bahkan mungkin merasa bersalah.

Menikah Tapi Pura-PuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang