Abang!

356 52 2
                                    

Selamat malam 😊
.
Up Aliqa & Hafiz
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment  juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
.

Hari ini, hari pertama latihan bersama pria bernama Hafiz itu, pria angkuh dan arogan, rasanya sungguh malas sekali, tapi mau bagaimana lagi, semalam aku sudah berusaha merayu ayah dan juga papi yang kebetulan main ke rumah, tapi jawaban mereka kompak, mereka menolak permintaanku agar mereka saja yang melatih, jangan pria menyebalkan itu.

Hari pertama bertemu saja sudah membuatku emosi jiwa raga, apa kabarnya hari ini? Entah kenapa aku merasa jika dia akan membuatku kewalahan dengan semua latihan yang akan dia berikan, oh ya ampun dosa apa yang sudah aku perbuat sehingga aku dipertemukan dengan pria seperti Hafiz itu.

"Di sini bukan tempat untuk melamun! Di sini tempat latihan fisik." Suara bariton itu, aku ingat suara siapa itu, lihatlah belum apa - apa sudah membuatku kesal, aku membalikkan badan untuk melihat si pemilik suara yang berada di belakangku, daaaannnn .....

Oh ya ampun, lagi - lagi aku dibuat terpesona dengan pria ini? Kenapa dia begitu tampan, hanya mengenakan celana sebatas lutut warna hitam, kaos press body yang juga berwarna hitam, tangannya bertolak pinggang, sungguh dia terlihat sempurna, Aliqa sadar Aliqa, dia pria paling menyebalkan, jangan sampai jatuh hati padanya.

Pletak

"Aawww, sakit tau!" Teriakku sambil mengusap jidatku yang sudah di jitak, aku menatapnya yang malah terlihat menahan tawa, benar - benar kurang asem sekali dia ini.

"Usap itu ilernya, aku memang tampan, tak perlu segitunya menatapku, lagipula aku tak ada sedikitpun rasa tertarik denganmu."

Aku berdecak kesal, "Helow, siapa juga yang tertarik dengan situ? Pacarku lebih tampan dari situ ya."

"Pacar? Yakin punya pacar?" Tanya dia, tersenyum mengejekku dengan menyunggingkan sudut bibirnya.

Sial, kenapa aku bisa lupa, pasti dia tahu kisah cintaku, "Ralat, mantan pacar." Kataku cepat dan membuatnya bukan hanya tersenyum tapi juga tertawa, sumpah jika dia diam saja dengan wajah angker dan arogannya terlihat tampan, apalagi sekarang ini, di tertawa dengan cool-nya, ketampanannya benar - benar naik berkali - kali lipat.

Ya ampun Aliqa sadar, dia pria tak berperasaan, sombongnya melebihi apapun, dia sudah habis - habisan mengejekmu, hentikan lamunan tak pentingmu Aliqa, tunjukkan padanya jika kamu bukan wanita sembarangan! Ayo Aliqa, tunjukkan siapa dirimu.

Aku menyilangkan tangan di depan dada, berjalan perlahan mendekatinya, lihatlah dia yang asik tertawa langsung diam, tubuh pria arogan ini terlihat tegang, tangannya yang bertolak pinggang perlahan turun, wajahnya saat ini terlihat sangat angker, tapi aku berusaha sekuat mungkin agar berani menatapnya, kali ini aku nggak boleh kalah dari dia.

"Stop!" Katanya, saat aku sudah semakin dekat, aku menyunggingkan senyuman, tak mendengarkan perkataannya, aku tetap berjalan mendekatinya.

"Kenapa? Takut?" Tanyaku.

"Tak ada kata takut dalam kamus hidup seorang Hafiz!" Jawabnya.

"Benarkah?" Tanyaku lagi, tinggal satu langkah aku akan dekat dengannya, jujur akupun sebenarnya merasa deg - degan, tapi aku harus menunjukkan padanya, jika aku bukan wanita lemah yang seenaknya bisa dia tindas.

"Aku bilang berhenti! Jangan macam - macam, jangan sampai ada yang lihat dan salah paham." Katanya lagi, kali ini sangat terlihat jika dia mulai gugup, lucu sekali wajahnya.

"Semua juga tahu, kalau kita hanya sebatas pelatih dan yang di latih, nggak lebih." Kataku tersenyum, "Atau jangan - jangan pak pelatih ini sudah berharap lebih yaaa, ayooo ngaku!" Lanjutku, mengacungkan jari telunjuk padanya.

"Jangan bermimpi! Menjauh dariku, dan jangan panggil aku pak pelatih, karena aku belum bapak - bapak." Katanya lagi, membuatku kembali tersenyum, entah kenapa melihat wajah gugupnya yang bercampur kesal menjadi hiburan tersendiri buatku, wajahnya terlihat lucu sekali.

"Lalu? Mau aku panggil apa? Mas, Om, kakak atau...."

"Abang! Panggil aku abang sama seperti yang lainnya." Jawabnya dengan cepat, nggak tahu kenapa saat dia menyebut dirinya sendiri abang, terasa ada getaran aneh dalam diriku, aku juga tidak tahu apa itu.

Aku tersenyum, "Oh, okay abang Hafiz yang terhormat!" Jawabku, sambil memberinya hormat yang sukses membuatnya mendengus kesal padaku, wajahnya tampak sangat lucu, rasanya ingin sekali mencubit pipinya itu, tapi apalah dayaku ini, jika aku nekat mencubitnya, bisa - bisa aku dihukum dengan sikap tobat semalaman.

"Nggak usah senyam senyum! Jangan bermimpi aku tergoda dengan senyummu itu!" Jawabnya jutek.

Oh ya ampun, apa saat Tuhan sedang menciptakan makhluk di depanku ini sedang tidak bahagia? Kenapa makhluk seperti ini harus terlahir ke dunia? Parasnya masya Allah tampannya, tapi kelakuannya bikin aku harus perbanyak istighfar, rasanya aku ingin menangis karena dipertemukan dengan jenis manusia satu ini.

"Tak masalah! Hanya pria normal yang tergoda dan juga tertarik denganku." Kataku menyunggingkan senyuman, sengaja mengejeknya dan lihatlah mata tajam itu, semakin tajam menatapku, seperti macan yang telah siap memangsa buruannya, dia benar - benar terlihat sangat menakutkan.

"Maksudmu, aku pria tidak normal?" Tanya dia menggebu, sepertinya aku berhasil memancing emosinya.

Biarkan sajalah, semua sudah terlanjur, sekalian saja aku buat dia tahu siapa aku ini, dia kira aku gadis kampung yang akan menurut apa katanya, jangan panggil aku Aliqa jika dengan jenis manusia arogan sepertinya ini harus mengalah, manusia arogan seperti ini harus di sadarkan, biar tak semakin menjadi.

"Syukurlah kalau sadar diri, bukan aku yang mengatakan, ingat itu!" Kataku, kali ini tak hanya membuatnya mendengus kesal tapi juga raut wajahnya yang terlihat jelas menahan amarah, sumpah ya sejujurnya aku takut melihatnya seperti itu, tapi pantang buat seorang Aliqa menyerah, meski harus bertaruh apapun akan aku lakukan.

"Kau!" Katanya kesal, sambil menunjuk diriku dengan jarinya. Ketahuilah kawan, ragaku boleh tegar membalas tatapannya, tapi sejujurnya jantungku sudah tak karuan, aku takut dia benar - benar murka.

"Salah lagi?" Jawabku, ini bukan mauku menjawab seperti itu, bibirku yang spontan menjawabnya, mampus kau Aliqa, lihatlah mukanya makin terlihat sangar seperti itu.

"Sudah selesai latihannya?" Bukan hanya aku, tapi dia juga ikut menatap ke sumber suara sambil perlahan menurunkan tangannya. Ternyata papah Andi yang menegur, tatapan mata beliau tajam menatap aku dan dia bergantian, sumpah papah Andi terlihat menakutkan, sangat berbeda jika dibandingkan saat sedang bersama mamah An.

"Siap! Izin menjawab, belum ndan!" Jawabnya sambil memberi hormat pada papah Andi, meski mereka sangat dekat, tetap saja saat berada di lingkup kesatuan wajib memberi hormat.

"Kalau belum selesai, kenapa malah ngobrol? Mulai sekarang!" Perintah papah Andi.

Heh, apaan itu papah Andi? Siapa juga yang ngobrol, aku ngobrol dengan pria arogan itu? Yang benar saja, bisa - bisa aku menua mendadak.

"Siap!" Jawabnya tegas, membuatku berjingkat kaget.

Papah Andi pergi meninggalkan aku dan dia, sepertinya latihan yang akan aku jalani kali ini lebih mirip penganiayaan, melihat tatapan matanya yang seakan mengulitiku, membuat aku merinding.

Melihat seringai senyum di wajahnya makin memperjelas, "Mari nona, kita mulai latihannya."

💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang