Selamat malam 😊
.
Up Aliqa
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
.Sepanjang perjalanan aku diam saja, tak ada minat berbicara dengan bang Hafiz, bicara dengannya tak pernah benar, selalu saja salah, lebih baik aku melihat lalu lalang kendaraan dan juga lampu - lampu kota Jakarta yang saat ini sudah mulai menyala, karena hari mulai gelap.
Tinggal dua lampu merah lagi akan sampai di kompleks asrama TNI, badanku sudah sangat lengket, rasanya ingin segera mandi, padahal dekat tapi kenapa pulang bersama bang Hafiz terasa lama. Tunggu, sepertinya ini bukan jalan menuju asrama, harusnya di lampu merah tadi belok kiri, ini kenapa lurus? Heh, mau ke mana ini? Apa bang Hafiz akan menculikku? Aku berbalik, menatap bang Hafiz yang masih fokus menyetir.
"Nggak usah berpikir aneh, aku nggak akan culik bocil kaya kamu." Kata bang Hafiz, tanpa menatapku, tuh 'kan sepertinya bang Hafiz benar - benar seorang cenayang, dia selalu saja tahu apa yang aku pikirkan. Tadi apa katanya? Bocil? Ish, menyebalkan sekali Letnan satu ini, masa aku di bilang bocil, ya ampun yang benar saja.
"Aku udah gede kali, bahkan sudah bisa di buahi." Kataku, sambil menatapnya yang masih fokus pada jalanan, dia melirikku dan detik berikutnya mendengus, aku tahu jika dia tengah kesal padaku, biarkan saja dia kesal, salah sendiri, bukannya mengantarku pulang malah muter entah mau kemana.
"Kita makan dulu." Jawabnya.
"Aku nggak lapar." Jawabku
"Tak ada bantahan." Jawabnya lagi, membuat aku ingin sekali menjitak kepalanya yang plontos itu, sejak tadi dibuat geregetan terus oleh ulahnya, baiklah karena percuma berdebat seperti apapun, jadi mending aku diam saja, mengikuti apa maunya, hingga mobil yang di kendarai berhenti di sebuah kedai makanan Bakmi Jawa.
"Ayo turun."
"Aku nunggu di sini saja, aku nggak lapar." Jawabku ketus, tanpa menoleh padanya, hanya helaan nafas yang aku dengar darinya.
"Baiklah, aku tinggal." Jawabnya, entah kenapa ada rasa kecewa dalam diriku mendengar jawabannya, apa nggak bisa gitu ada sedikit usaha merayu atau setidaknya memaksaku untuk turun? Ya ampun, pantas saja dia jomblo, tingkat kepekaannya pada wanita nol besar.
Suara pintu mobil terdengar terbuka, aku tetap tidak menoleh dan aku juga sudah memantapkan diri untuk tidak keluar, meski tidak bisa aku pungkiri jika perutku sudah terasa lapar, tadi di Mall aku belum sempat menghabiskan makananku, keburu pergi karena ada bang Hafiz, di tambah sempat mengeluarkan tenaga saat berkelahi, jadi wajar jika perutku ....
Kruyuk kruyuk kruyuk
Heh, OMG! Kenapa dengan perutku? Kenapa harus bunyi dalam waktu yang tidak tepat, bisakan bunyi nanti saat bang Hafiz sudah benar - benar keluar dari mobil, kenapa harus sekarang?
"Bunyi apa?"
"Bukan apa - apa."
"Aku tak peduli jika kamu menolak makan, tapi setidaknya kamu harus punya rasa kasihan pada cacing di dalam perut yang ingin di beri makan." Jawabnya, membuatku mau tak mau menatapnya, jawaban macam apa itu?
"A ..."
"Sssttt ...." bang Hafiz menempelkan jari telunjuknya pada bibirku, deg, hey kenapa ini? Kenapa dengan jantung dan juga gelenyar aneh apa yang aku rasakan ini, "Tak ada lagi bantahan, turun dan makan, paham?" Lanjut bang Hafiz, kali ini suaranya terdengar berbeda, membuatku dengan maunya langsung mengangguk setuju.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cita Setinggi Asa
RomanceMaliqa Paradina, biasa di panggil Aliqa, gadis berusia 18 tahun yang memiliki cita setinggi asa, menjadi melati pagar bangsa, mengabdikan seluruh jiwa raganya untuk ibu pertiwi, seperti abangnya yang telah gugur saat menjadi garda terdepan menjaga i...