Maliqa Paradina

588 64 9
                                    

Selamat pagi 😊
.
Up New part Aliqa & Hafiz
Semoga mereka berdua juga menjadi kesayangan para readers seperti cerita para pendahulunya
.
Penasaran?
.
Baca yuukk 😊😘
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment  juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
.

"Aliqa, kita putus!"

"Apa? Kenapa mas?"

"Karena aku tak pernah mencintaimu! Perlu kau tahu Aliqa, aku memacarimu karena aku butuh bang Bara agar melatihku, mewujudkan impianku menjadi Tentara, saat ini bang Bara sudah gugur, aku sudah tak lagi membutuhkanmu, terimakasih untuk tiga tahun ini dan selamat tinggal."

Rasa sakit, sedih dan kecewa dari perkataannya hingga detik ini masih terus saja terngiang di telingaku, padahal tiga bulan sudah berlalu. Betapa hancurnya aku saat itu, air mataku bahkan belum kering, menangisi kepergian keluarga satu - satunya yang aku miliki untuk selamanya, Aryan pria yang aku harapkan bisa mengurangi kesedihanku, bisa menghiburku justru menambah kepedihan di hatiku.

Aku Maliqa Paradina, atau biasa di panggil Aliqa, berusia 18 tahun, aku yatim piatu tak memiliki siapa pun. Kedua orang tuaku wafat saat aku berusia sepuluh tahun, tepat di hari ulang tahunku dan hari ini, tepat tiga bulan abang satu - satunya yang aku miliki gugur saat bertugas menjaga ibu pertiwi.

Aku tak pernah membayangkan jika hidupku akan setragis ini, ibarat kata sudah jatuh tertimpa tangga pula. Di tengah kesedihanku kehilangan keluarga satu - satunya, pria yang aku cinta malah pergi meninggalkanku.

Lebih menyakitkan lagi dengan sebuah pengakuan, jika Aryan tak pernah mencintaiku, Aryan hanya memanfaatkanku untuk mewujudkan cita - citanya menjadi tentara.

Tiga tahun, aku mencintai pria yang ternyata tak pernah mencintaiku, sikap manis dan sayang yang sering Aryan berikan padaku nyatanya hanya sebuah kebohongan, aku benar - benar merasakan sakit yang bertubi - tubi.

Harusnya tiga bulan lagi aku dan dia mulai berjuang bersama, mendaftar di Akademi Militer mewujudkan impian kami berdua.

Tak ada lagi yang bisa aku lakukan selain menangis dan menangis, meratapi takdirku yang menyesakkan dada.

Aku pikir hanya tetanggaku saja yang menghormatiku, karena abang seorang tentara, nyatanya pria yang aku cinta juga tak jauh berbeda. Hingga aku pindah ke Jakarta tepat setelah tujuh hari bang Bara, tak ada tetangga yang datang ke rumahku hanya untuk sekedar mengucapkan bela sungkawa, mereka justru menjauhiku.

Hanya rumah yang berada di depan rumahku saja, Bu Wondo yang masih peduli denganku.

Adzan duhur berkumandang, aku segera mengambil wudhu, melaksanakan kewajibanku sebagai umat muslim. Meski hatiku sedang kacau, aku tak boleh meninggalkan shalat.

Selesai shalat, aku tak langsung beranjak dari atas sajadah pemberian terakhir bang Bara saat akan berangkat tugas, aku duduk merapalkan doa - doa untuk kedua orang tuaku dan juga bang Bara yang saat ini sudah berkumpul bersama di atas sana.

"Ya Allah, Aliqa ikhlas menerima semua rasa sakit ini, Aliqa ikhlas melepas mereka yang Aliqa cinta, Aliqa percaya jika Engkau memberi rasa sakit ini, karena percaya Aliqa mampu menghadapinya, maafkan Aliqa yang pernah berpikir menyusul bapak, ibu dan abang, sungguh Aliqa sudah berdosa padamu ya Allah, kuatkanlah Aliqa kedepannya, Engkau maha mengetahui apa yang Aliqa butuhkan dan inginkan." Aku tak tahan lagi untuk tidak menangis, dadaku sungguh terasa sangat sakit.

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang