My AL

661 60 11
                                    

Selesai makan siang aku berjalan menuju sasana, itu akan menjadi solusi terbaik, menghabiskan jam istirahat yang memang tidak lama, dari pada ke barak yang ada malah jenuh, paling hanya tiduran saja. Andai sudah memiki istri, tentunya akan lain ceritanya, pilihan pulang bertemu istri paling tepat dari pada ke sasana.

Sampai di sasana aku bergabung dengan anggota lainnya yang masih melanjutkan latihan, duduk sambil membuka ponsel, berselancar ke sosial media.

Drrrttt Drrrttt

Ada pesan masuk, nomor baru, entah siapa, aku membuka roomchat.

08xxxx
Mas Hafiz di mana?

Mas? Siapa? Kalau nyasar kenapa tau namaku? Berarti ini benaran nomor orang yang mengenalku, oke sebaiknya aku balas saja, biar nggak penasaran.

Me
Siapa?

08xxxx
Lupa?
Oya, pacarnya banyak sih ya

Me
Bukan lupa, ini nomor baru, PP juga nggak ada gimana mau tau
Alhamdulillah kalau punya banyak pacar

08xxxx
Oh gitu, yaudah kita putus, aku nggak mau ya di duakan, baru pacaran saja selingkuh sana - sini apalagi sudah menikah, bye

Putus? Wait wait ini nomor siapa? Kenapa minta putus? Apa ini nomor? Oh my God apa ini nomor Aliqa? Aih sial, kalau benar ini nomor Aliqa, parah sih aku, jadian sama dia sudah hampir satu minggu, tapi aku lupa meminta nomornya, Hafiz ceroboh sekali kau ini sama wanita.

Aku segera mendial nomor itu, kalau lewat chat takutnya malah makin salah paham, jika memang benar Aliqa, sebaiknya aku telefon saja biar jelas.

Berdering, tapi tidak juga di angkat, padahal tadi masih online, hingga panggilan berakhir benar - benar tidak di angkat, sial memang. Aku terus melakukan panggilan hingga sekarang panggilan ke lima, kalau tidak di angkat juga maka aku akan nekat datang ke rumah bang Alvand, jadian masih seumur jagung sudah berantem karena hal sepele seperti ini, wanita oh wanita ngambeknya benar - benar bikin jantungan.

"Apa sih telefon telefon!" Aku sampai berjingkat kaget, saat panggilanku di terima, tapi langsung terdengar suara marah - marah dari seberang sana dan ya meski marah aku tau itu suara siapa, suara pacarku, Maliqa Paradina.

Aku tersenyum, "Ko marah gitu sih, nanti cantiknya luntur." Kataku, berjalan menjauhi anggota yang sedang duduk - duduk, aku sengaja menjauh agar lebih leluasa bicaranya.

"Aku memang nggak cantik, yasudah sana cari yang cantik." Jawabnya masih ketus, tapi entah kenapa menurutku terdengar menggemaskan, Aliqa sedang merajuk, tapi suaranya terdengar sangat manja, membuat desiran dalam diriku kian terasa.

"Buat mas, pacar mas sangat cantik, nggak mau yang lain."

"Bohong."

"Beneran sayang, sudah dong jangan marah lagi, maaf mas nggak tau kalau ini nomor pacar mas yang cantik." Kataku, ya ampun aku senyam senyum sendiri, bisa juga aku sealay ini, jika di ingat - ingat memang tak pernah sekalipun aku seperti ini pada mantan pacarku, baru kali ini pada Aliqa, sepertinya aku ikut terbawa jiwa mudanya, "Hallo yang, masih di situ? Ko diam?" Tanyaku karena memang tidak ada suara, tapi aku lihat layar ponsel panggilan masih terhubung, "Hallo sayangnya mas Hafiz." Lanjutku lagi.

"Ekhem, mmm ya." Jawab di sana dengan suara yang terlihat bergetar, kenapa dengan Aliqa?

"Kamu kenapa? Baik - baik saja 'kan?"

"Mmm... ba .... baik."

"Kalau baik kenapa suara seperti itu?"

"Iiihhh abang! Bisa nggak sih, jangan manis - manis kaya gitu, memangnya mau ya Aliqa mati muda karena jantungan, detak jantung Aliqa jadi nggak beraturan nih." Kata Aliqa, berbicara dengan cepat namun masih bisa aku dengar dengan jelas.

Apa katanya barusan? Detak jantungnya tak beraturan? Kenapa? Apa karena aku memanggilnya dengan sebutan sayang? Ya ampun manis sekali, betapa polosnya pacarku ini, coba ada di depanku pasti aku cubit pipinya yang chubby itu.

"Apa sayang? Mas nggak dengar, bicaranya jangan cepat - cepat dong, biar mas dengar." Kataku, asli benar - benar girang mendengar Aliqa bicara seperti itu.

"Tau lah, aku matiin nih."

"Eh, jangan dong." Jawabku cepat, belum puas aku mendengar suaranya, lagipula belum tau tujuan dia chat, "Tanya mas ada dimana, memangnya ada apa?"

"Tadinya mau minta tolong, tapi nggak jadi."

"Ko nggak jadi, kenapa?"

"Abang nyebelin."

"Nyebelin kenapa? Yaudah mas minta maaf, sekarang katakan mau minta tolong apa pacar mas Hafiz yang cantik."

"Mmm .... nanti malam Aliqa mau minta antar."

"Antar ke mana?"

"Ke mall, lusa Aliqa sudah berangkat, tadi Bunda suruh belanja buat keperluan di sana, bunda nggak bisa antar karena dampingi ayah, terus kata bunda minta antar abang, ini dapat nomor abang juga dari bunda." Jelasnya, oh ternyata mbak Al yang kasih nomorku, apa mbak Al sudah tau jika aku dan Aliqa jadian? Setauku malam ini bang Alvand free, tidak ada kegiatan ataupun undangan apapun, apa bang Alvand sengaja memberi waktu untuk aku dan Aliqa sebelum dia berangkat pendidikan? Jika benar, aku harus memeluk bang Alvand sebagai ucapan terimakasih yang sebesar - besarnya.

"Bisa, mau jam berapa? Nanti mas jemput." Jawabku cepat.

"Abang mau?"

"Mas sayang, dari tadi abang abang terus." Protesku dan pacarku di seberang sana justru terdengar tertawa, "Jangan ketawa, nggak ada yang lucu."

"Iya iya maaf, oke sebisanya mas Hafiz saja, kalau mau jemput kabarin." Jawab Aliqa membuatku tersenyum, hanya mendengarnya memanggil mas saja sudah membuatku segirang ini, Aliqa benar - benar membuatku tak lagi waras.

"Oke siap, yasudah mas lanjut kerja dulu yah, jangan lupa makan dan shalat, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Jawab Aliqa membuatku kembali tersenyum, akhirnya aku kembali merasakan indahnya jatuh cinta, bahkan yang sekarang ini benar - benar berbeda, berkali - kali lipat.

"Sepertinya memang harus konsul sama dokter Tommy, sangat - sangat mengkhawatirkan." Aku berjingkat kaget saat tiba - tiba saja ada yang berbicara di sampingku, nyaris saja mataku meloncat keluar, saat melihat si pemilik suara, sejak kapan berdiri di sampingku? Apa mendengar percakapan antara aku dan Aliqa? Malu sekali jika iya.

"Mmm ... sejak kapan abang di sini?" Tanyaku pada bang Alvand, yupz benar sekali jika si pemilik suara itu bang Alvand, lagi - lagi pria satu ini, "Kenapa bawa - bawa dokter Tommy? Maksudnya apaan?" Lanjutku.

"Biar kasih terapi buat lu, duduk sendirian senyam - senyum, sudah nggak waras lagi?"

"Waraslah, lagian abang kaya nggak pernah muda saja." Jawabku.

"Pernah, tapi Alhamdulillah waras, nggak kaya lu."

"Abang abang, bicara kaya gitu sama Hafiz mana percaya, sama yang lain tuh baru percaya, abang lupa kalau adik asuh abang ini pegang semua kartu abang? Bahkan mbak Al saja belum tentu tau semuanya kaya Hafiz."

Bang Alvand tak lagi menjawab, hanya berdecak kesal lalu melangkah pergi, baru dua atau tiga langkah aku menghentikannya, "Bang." Bang Alvand balik badan menatapku, "Terimakasih ya buat nanti malam."

Bang Alvand mengangguk, "Jaga baik - baik."

"Siap." Jawabku, bang Alvand kembali balik badan, berjalan keluar sasana meninggalkanku. Ternyata memang benar 'kan, jika bang Alvand tak ada kegiatan dan sengaja memberikan waktu luang antara aku dan Akiqa.

Aku kembali membuka ponselku, aku menyimpan nomor Aliqa.

My AL 💕

💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 17, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang