Calon Mantu

320 55 3
                                    

Malam ini, selesai giat sesuai dengan janjiku pada Aliqa, aku mulai bersiap untuk menemuinya, rasanya sudah tidak sabar lagi untuk bertemu dengan dia, aku ingin sekali mendengar jawaban apa yang akan dia berikan padaku, sebuah keisengan yang justru membuatku penasaran.

Kali ini aku tidak bisa lagi mengelak, apa yang bang Andi katakan memang ada benarnya, aku sudah menaruh rasa pada Aliqa, bukan lagi rasa kesal atau rasa sebatas mentor, tapi rasa yang dimiliki seorang pria pada wanita.

Pada akhirnya aku kembali merasakan itu lagi, setelah bertahun - tahun dengan sengaja aku tak ingin lagi memiliki perasaan itu, masih cukup jelas di ingatanku betapa menyakitkannya di hianati, di duakan, bahkan lebih parahnya lagi aku hanya di manfaatkan, dijadikan mesin ATM untuk memenuhi semua kebutuhannya kala itu, jika saja mbak Vina tidak melihat dan juga tidak mengingatkanku, mungkin sampai sekarang aku masih berada di lubang kebodohan itu.

Sebenarnya aku pun ada rasa takut Aliqa akan seperti itu, tapi entah kenapa hatiku begitu yakin dan mantap dia gadis yang berbeda dari yang lainnya, aku memiliki keyakinan Aliqa akan membuatku lebih bahagia.

"Baiklah Hafiz, sudah tampan, sudah wangi, mari kita temui Aliqa, jawaban apa yang akan dia berikan padamu." Aku menatap cermin, melihat betapa tampannya aku malam ini, meski hanya memakai celana jeans biasa di padu dengan kaos dan juga jaket boomber, percayalah jika aku terlihat sangat tampan, bolehkan memuji diri sendiri, maklumin karena belum punya ayang yang bisa memuji.

Aku berjalan menuju motor kesayangan yang sudah bertahun - tahun menemaniku, aku ingin mengajak Aliqa pergi menaiki motor , aku yakin Aliqa tidak akan menolaknya, karena setahuku selama dia di Jakarta lebih sering menaiki ojol ataupun minta diantar sopir bu Forza tapi dengan motor, bukan mobil. Dia gadis sederhana yang mampu membuat jantungku kembali bergetar, merasakan sebuah desiran yang dulu pernah aku rasakan saat untuk kali pertamanya memiliki rasa pada makhluk yang bernama wanita.

Mengendarai motor menuju rumah bang Alvand, semakin dekat semakin membuat jantungku berdetak makin cepat, detak jantung ini makin cepat, lebih dari yang dulu aku rasakan, ya ampun rasanya seperti anak kemarin, sungguh memalukan.

Aku menghentikan motor tepat di depan rumah bang Alvand, kembali menenangkan diri sebelum turun dari motor, sumpah biasanya datang ke rumah ini terasa biasa saja, kali ini benar - benar luar biasa, rasanya benar - benar gugup.

"Cieee yang mau ngapel." Aku berjingkat kaget, saat tiba - tiba saja ada yang berbisik tepat di telingaku.

"Ya ampun bang Andi." Kataku terkejut, ya benar sekali yang bicara bang Andi, entah hilang kemana konsentrasiku, sampai kehadiran bang Andi saja tidak aku sadari.

"Kenapa? Kaget? Lebay banget lu."

"Wajar kaget bang, Hafiz manusia biasa, abang tau - tau ada di sini, kapan datang juga nggak tau."

"Lu mah Fiz, mentang - mentang lagi jatuh cinta, sampai segitunya." Kata bang Andi membuatku berdecih.

"Haf...."

"Eh Al, nih ada tamu! Calon mantu." Perkataanku terpotong, saat tiba - tiba saja bang Andi memanggil seseorang di belakangku, aku menoleh kebelakang dan ya ampun bang Alvand berdiri di depan pintu, menyilangkan kedua tangannya, sumpah tatapan mata bang Alvand kali ini terlihat begitu menakutkan, aura bang Alvand benar - benar beda, mungkin ini yang dirasakan anggota lain saat sedang berhadapan dengan bang Alvand.

Bukannya aku tidak takut sama bang alvand, jelas sebagai juniornya aku merasa takut dan segan padanya tapi karena sudah terbiasa jadi tak begitu menakutkan seperti yang rekan - rekanku katakan setiap harus berhadapan langsung dengan bang Alvand. Kali ini kedatanganku bukan untuk main seperti biasanya, kedatanganku kali ini sebagai pria dewasa yang ingin mengunjungi anak gadis dari pria yang berdiri di depan pintu.

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang