Yes or No

279 61 6
                                    

"Bang Hafiz!"

Deg, suara itu, suara yang sudah aku nantikan, aku ingin sekali mendengar namaku di sebut oleh dia, aku menghentikan langkah kaki, dari suaranya sudah bisa aku tebak siapa yang memanggilku itu, aku menoleh ke belakang, di sana berdiri gadis yang sudah membuat hari - hariku kacau, dia tersenyum dan melambaikan tangannya, berjalan mendekatiku, bukan berjalan tapi berlari kecil khas anak - anak membuat detak jantungku perlahan namun pasti makin cepat, aku tersenyum melihat tingkahnya itu, rasanya menggemaskan sekali, ini kali pertamanya aku melihat Aliqa semanis itu.

Ya, memang benar jika yang memanggilku itu Aliqa, gadis nakal yang sudah membuat hari - hariku kacau, karena terus saja memikirkan dia, semua makin kacau karena ulah bang Andi saat bertemu tempo hari, perkataan bang Andi terus saja berputar di kepalaku. Oh ya ampun, rasanya ingin sekali menjitak bang Andi, karena sudah membuatku seperti ini, tapi apa daya jika aku bisa menjitaknya, maka aku harus bersiap untuk sikap tobat semalaman, jadi gereget sendiri.

"Ya." Jawabku setenang mungkin, percayalah kawan, jika jantungku tak bisa setenang wajahku yang dibuat sejaim mungkin, karena sejujurnya kedua kaki ini sudah tak sanggup lagi berdiri dengan tegap, menyaksikan gadis nakal itu yang berjalan semakin dekat padaku.

"Abang, Aliqa loloooos!" Teriaknya yang langsung berhambur memeluk tubuhku. Deg deg deg, sumpah detak jantungku makin cepat dan tak terkendali, saat gadis nakal ini benar - benar memeluk tubuhku dengan eratnya, rasanya aku ingin sekali pingsan, karena tidak sanggup mendapat perlakuan tiba - tiba seperti ini dari gadis yang tak pernah aku bayangkan, bahkan di dalam mimpi pun tak pernah.

"Ko abang diam, nggak suka ya Aliqa lolos." Lanjut Aliqa lagi mungkin karena aku hanya diam saja.

"Mmm .... su suka, itu tandanya usaha abang tak sia - sia." Jawabku.

"Ko nggak balas pelukan Aliqa?"

"Eh, ke .... kenapa?"

"Ish, tuli." Gerutu Aliqa, melepas pelukannya, entah kenapa ada rasa kecewa dalam diriku, saat Aliqa melepas pelukan, perasaan apalagi ini? Kenapa denganku. Ya ampun, rasanya sangat asing pada diriku sendiri.

"Sudahlah, Aliqa pulang dulu, Aliqa pikir abang akan senang mendengar Aliqa lolos, ternyata ... mmm Aliqa pamit dulu, Assalamualaikum." Lanjut Aliqa, membalikkan badannya berjalan meninggalkanku dan lagi rasa tak rela melihat Aliqa meninggalkanku kini kembali hadir, aku masih menginginkan Aliqa ada di sini.

"Tunggu!" Kataku, membuat langkah Aliqa terhenti, dia kembali membalikkan badan menghadapku.

Aku berjalan menghampirinya, mengulurkan tanganku padanya, "Selamat." Kataku, namun Aliqa diam saja, tak kunjung menyambut uluran tanganku, hanya matanya saja yang terus menatapku.

"Apa?" Tanya Aliqa, menaikkan satu alisnya.

Ya ampun, kenapa saat Aliqa seperti itu mirip sekali dengan bang Alvand atau mbak Vina, apa Aliqa sudah benar - benar resmi menjadi bagian dari keluarga Abhimanyu? Ini untuk kali pertamanya aku melihat Aliqa seperti itu, ada rasa gemas ingin sekali menyentil dahinya, tapi sayang hanya bisa di angan - angan saja, ini pertemuan pertama, jadi jangan sampai membuatnya kesal, aku masih ingin dia ada di depanku, rasanya belum puas menatap wajahnya.

"Selamat, karena sudah berhasil lolos, sudah berusaha semaksimal mungkin membuat semua orang bangga dengan semua pencapaian dan usaha yang kamu lakukan." Kataku membuat bibirnya berkedut seakan menahan senyum.

"Di tolak!" Jawab Aliqa sambil menggelengkan kepalanya, membuatku bingung.

"Di tolak?" Aliqa mengangguk, "Kenapa?" Tanyaku lagi.

Aliqa merentangkan kedua tangannya, membuatku semakin bingung, "Abang nggak ngerti." Kataku jujur.

"Ish payah." Jawabnya, membuat aku benar - benar tak tahan lagi ingin menyentil dahinya.

Tak

"Aww, sakit abang!" Seru Aliqa, mengusap dahinya berkali - kali, "Pantas abang jomblo, kasar banget sama perempuan." Lanjutnya, membuatku mendengkus kesal, maksud dia apa, kenapa juga harus membawa - bawa jombloku.

"Kalau bicara di pikir dulu, kaya kamu nggak jomblo." Kataku, Aliqa tersenyum, satu langkah maju mendekatiku, membuat aku langsung waspada dengan tingkahnya.

"Kalau gitu, kita pacaran saja, biar nggak jomblo." Jawab Aliqa, menaik turunkan kedua alisnya. Aliqa serius nembak aku? Apa hanya bercanda? Ini anak kenapa sih, datang - datang kenapa seperti ini? Apa ada yang korslet? Kenapa perkataannya membuatku sulit menjawab.

"Hahahaha, cie ada yang ngarep banget jadi pacar Aliqa." Katanya tiba - tiba sambil tertawa, membuatku terkejut, gadis nakal ini mengerjaiku, huh hampir saja aku kena candaannya.

Candaan? Kenapa candaan Aliqa justru membuatku kecewa? Kenapa rasa kecewa ini hadir dalam diriku? Kenapa denganku ini.

Aku melangkahkan kaki, berjalan mendekatinya, membuat tawanya seketika lenyap berganti dengan tatapan matanya yang kebingungan menatapku.

"Bagaimana jika aku menginginkan hal itu?" Tanyaku.

"A .... apa?"

"Aku ingin kamu menjadi kekasihku." Kataku, sumpah akupun bingung dengan apa yang aku katakan, kenapa terasa lancar sekali aku mengatakan itu semua, "Bagaimana?" Tanyaku lagi.

"A .... abang becanda 'kan? Hanya ingin membalas candaanku?"

Aku menggeleng, "Aku serius." Jawabku lagi.

"Abang, Aliqa ...."

"Yes or no."

Aliqa menatapku, begitu juga dengan aku yang menatapnya, kami berdua saling diam, menyelami pikiran kami masing - masing, entah apa yang saat ini sedang dipikirkan Aliqa, jika aku jelas sedang memikirkan jawaban Yes darinya, jangan tanya kenapa aku menginginkan jawaban itu, karena aku sendiri tidak tahu.

"Boleh Aliqa meminta waktu? Maaf jika Aliqa tidak bisa menjawabnya sekarang." Jawab Aliqa, membuatku kecewa, aku ingin mendengarnya sekarang tapi kenapa meminta waktu.

"Berapa hari?"

"Satu minggu?" Aku langsung menggeleng, "Lima hari?" Aku kembali menggeleng, "Maunya berapa hari?"

"Satu hari." Kataku, membuatnya langsung terkejut, namun saat dia akan bicara, aku segera memotongnya, "Besok malam aku akan menemuimu, bersiaplah memberi jawabannya." Kataku yang berjalan semakin menjauh, meninggalkan dia yang masih kebingungan dengan jawabanku.

"Tiga hari!" Teriaknya, aku menghentikan langkahku, membalikkan badan kembali menatapnya.

"Oke." Jawabku membuatnnya tersenyum, "Nanti malam jawaban harus siap, tunggu kedatanganku." Lanjutku, membuatnya cengo, sumpah wajahnya terlihat sangat lucu sekali, aku kembali membalikkan badan, melanjutkan langkah kaki yang sempat terhenti.

"Bang Hafiz!" Teriak Aliqa, aku hanya memberi jawaban dengan melambaikan tangan, biarlah dia kesal, nanti malam aku akan datang menemuinya, menanyakan jawaban dari pertanyaan yang sudah aku tanyakan padanya, dia terlalu cerewet karen terus menawar, itu sebabnya membuatku mempercepat waktu dia menjawab pertanyaanku.

Aku berjalan menuju barak bujang, aku harus mempersiapkan diri mendengar jawaban yang akan diberikan oleh gadis nakal itu, apapun jawabannya nanti aku harus siap menerimanya, tak ada yang perlu aku sesali andai dia memberiku jawaban no, karena mungkin ini terlalu mendadak atau terlalu cepat jadi wajar saja jika dia menolakku, meski harapan terbesarku tentu dia memberi jawaban yes.

💕💕💕
Terima kasih
Yang sudah memberi Votement
😊😘
.
.
Bagaimana part kali ini?
.
.
Jika suka karyaku jangan lupa tambhkan ke library + follow my Acc
🥰💞

Cita Setinggi AsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang