Selamat malam 😊
.
Up Aliqa
.
Semoga suka
.
Jangan lupa Votement'a
Agar author tahu kalian semua suka ceritanya atau nggak
Nggak sulit kok cuman tekan ☆ doang
Kalau sudi comment juga boleh, biar author makin semangat 😊
.
Happy reading 😘
.
.
.
."Aliqa, bangun mbak." Usapan lembut dan panggilan dari seseorang yang sangat aku kenal terdengar, siapa lagi jika bukan suara bunda Zia.
Perlahan aku membuka mata, benar saja ada bunda Zia yang tersenyum dengan sangat manisnya padaku, mataku memindai ruangan dimana aku berada saat ini, aku sudah tau berada dimana, di dalam ruangan yang aku tempati selama tinggal di asrama ini, ya saat ini aku berada di dalam kamar, entah bagaimana ceritanya aku bisa berada di sini, karena seingatku tadi masih berada di lapangan, membuktikan pada bang Hafiz jika aku bisa lari lebih cepat dari target dua belas menit yang harus aku capai, tapi saat ini aku justru terbaring di dalam kamar.
Denyutan nyeri masih aku rasakan di kepala, "Aww." Kataku memegang kepala yang berdenyut dengan hebatnya, benar - benar sakit, badanku juga terasa sakit semua.
"Mana yang sakit mbak?" Kata bunda, memegang tanganku yang menekan kepala agar tak begitu nyeri, suara bunda terdengar panik, membuatku tersenyum meski menahan rasa sakit. Bagaimana aku tidak tersenyum, mendapat perhatian dan juga dikhawatirkan oleh wanita sebaik bunda Zia, orang yang tisak ada ikatan darah tapi hadir memberikan kehangatan sebuah keluarga, mengucap syukur saja tak akan pernah cukup untuk menggambarkan betapa beruntungnya aku.
"Nggak papa bun, mbak baik - baik saja." Kataku menenangkan bunda, agar beliau tidak lagi khawatir, meski rasa sakit masih aku rasakan.
"Kalau ada yang sakit, bilang ya mbak, jangan diam saja." Kata bunda, aku hanya mengangguk saja.
Ceklek
Suara pintu terbuka, aku menatap ke arah pintu, begitu juga dengan bunda.
"Aliqa sudah sadar." Suara mami Vina terdengar, aku tersenyum saat beliau memasuki kamarku, bukan hanya mami, tapi juga bang Hafiz ikut berjalan di belakang mami, mami berdiri tepar di samping ranjang, meletakkan tangannya diatas puncak kepalaku dan mengusapnya pelan seperti bunda, "Kenapa? Katakan pada mami, apa yang sudah bang Hafiz lakukan, sampai Aliqa pingsan?"
"Pingsan?" Cicitku, mami Vina mengangguk.
"Yupz, tadi Aliqa pingsan saat latihan, apa bang Hafiz sudah sangat keterlaluan saat melatih?"
"Mbak Vina jangan berlebihan deh, bukan aku, tapi salah dia sendiri." Katanya menatapku, wajahnya tak ada rasa khawatir sedikitpun atau setidaknya rasa bersalah karena sudah membuatku seperti ini.
Tadi apa dia bilang? Salah aku? Aku yang salah? Oh ya ampun, pria macam apa dia ini, aku seperti ini juga karena perkataannya, aku ingin menunjukkan pada dia, jika aku bisa lebih cepat dari target yang seharusnya.
"Benar Aliqa? Sepertinya mami mencium bau - bau mencurigakan, jangan takut selama ada mami, jika pria jomblo itu sudah membuat latihan Aliqa seperti di neraka, katakan pada mami, maka papi yang akan menghajar dia." Kata mami membuatnya mendengus kesal.
"Ko papi mi?" Teriak papi Nendra yang ternyata sudah berada di pintu kamar bersama ayah Alvand, entah sejak kapan mereka berdua ada di sana.
"Papi rela kalau mami yang hajar si jones ini?" Kata mami, menunjuk bang Hafiz dengan gerakan kepala dan lagi, dia mendengus untuk kedua kalinya mendengar perkataan mami.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cita Setinggi Asa
RomanceMaliqa Paradina, biasa di panggil Aliqa, gadis berusia 18 tahun yang memiliki cita setinggi asa, menjadi melati pagar bangsa, mengabdikan seluruh jiwa raganya untuk ibu pertiwi, seperti abangnya yang telah gugur saat menjadi garda terdepan menjaga i...