Tertangkapnya Sang Naga Merah

2.1K 26 0
                                    

DOR!
DOR!
DOR!

"BERHENTI! JANGAN ADA YANG BERGERAK!"

Suara lantang disertai tembakan peringatan tiga kali dari seorang pria berkepala plontos dengan menggunakan rompi anti-peluru sambil membawa Sig Sauer dan lima buah mobil polisi datang ke lokasi kejadian. Para anak buah Arnius yang masih di sana berusaha untuk melindungi Ketua mereka, sementara Janied dan pengikutnya telah meninggalkan vila milik keluarganya.

"Minggir!" bariton pria botak itu menekan anak buah Arnius yang memasang barikade badan.

"Berani mendekati Ketua kami, kau akan rasakan akibatnya!" gertak salah satu anak buah Arnius.

"Hah, masih berani berlagak kalian!" Pria plontos itu tersenyum seolah meremehkan Arnius.

"Kurang ajar! Keparat kau!"

DOR!

"Berani kalian maju satu langkah, satu peluru akan kutembakkan ke kepala kalian!" ucap pria plontos yang langsung mengacungkan senjatanya ke arah anak buah Arnius.

"Hah ... haha ... sepertinya Anda tak perlu susah payah lagi membuang tenaga mengejarku, Komandan. Aku di sini sekarang! Tangkap aku, penjarakan aku! Itu kan yang kau mau?!" Arnius bangun setelah terkapar di lantai karena pukulan Janied yang cukup telak dan dengan santai serta senyum seringainya menatap pria berkepala plontos bernama Regen yang tengah mengacungkan senjata ke anak buah Arnius.

"Hah, yah ... bisa kulihat sekarang takdirmu ditentukan oleh 'wanita' kesayanganku, Tuan Arnius." Regen melirik kanan-kiri, seolah sedang mencari sesuatu.

Arnius berdiri dengan terhuyun, menahan sakit di ulu hatinya dan dibantu seorang anak buahnya ia mendekati Regen sambil berkata, "Mana borgolmu!? Jangan buang waktu dan tenagamu untuk menangkap orang yang sudah tak berdaya ini."

"Ketua!" anak buah Arnius membelalakan mata mereka tak percaya akan ucapan sang Ketua.

"Apa? Sudah jelas bukan, aku bukan lagi ketua kalian. Jadi, jangan buang waktu dan tenaga kalian." Ucap Arnius kemudian ia merogoh saku jasnya dan mengambil sebatang rokok. "Apa kau punya korek api, Komandan?" tanya Arnius seraya mengangkat rokoknya.

"Cih, sudah kalah masih banyak tingkah!" decih sang Komandan yang diketahui telah lama mengincar Arnius dan jaringannya.

"Lalu bagaimana dengan Nyonya Anna, Tuan Arnius? Apakah Anda akan membiarkannya begitu saja? Jasad beliau ...."

"DIAM!!" ucap Arnius seketika ekspresi wajahnya berubah memerah dan mengepalkkan tangannya yang sedang memegang korek api.

Regen hanya datar melihat buruannya dan berkata, "Jangan buang waktuku! Tangkap mereka semua dan kalian bisa berikan keterangan di kantor polisi!"

"Jangan sentuh anak buahku, Regen! Sudah kukatakan padamu, bawa aku saja! Jangan mereka!" Arnius melirik tajam ke arah Regen.

Regen beserta anak buahnya dan Arnius dengan komplotannya saling berhadapan dan masing-masing melindungi tuannya. "Biarkan dia lewat!"perintah Regen yang masih dengan posisi duduk sambil menghisap rokoknya.

Anak buah Arnius saling pandang, "APA KALIAN TULI, HAH!? KUBILANG BIARKAN DIA LEWAT!" kesal karena harus terus mengulang ucapannya, Arnius membentak para anak buahnya dan akhirnya, mau tak mau barikade manusia yang dibuat untuk melindungi Arnius terbuka dan dengan senyum seringai dari Regen, dia berjalan santai sambil berkata, "Kau mendidik anak buahmu dengan baik Arnius. Mereka benar-benar pasukan berani mati, aku salut padamu."

"Jangan banyak bicara, pria botak! Selesaikan saja tugasmu dan kita pergi dari sini!"

Menyeringai, Regen segera mengeluarkan borgolnya dan mengunci kedua tangan Ketua mafia yang paling ditakuti di Kota Sion, Arnius Nagendra. "Tapi ngomong-ngomong, aku baru sadar, bukankah vila ini milik keluarga Cannavaro?" Regen melihat Arnius dengan salah satu alis terangkat.

Namun Arnius bungkam seribu bahasa dan terus menyesap rokoknya. "Pemantikmu, boleh untukku, Komandan? Siapa tahu aku akan membutuhkannya di penjara nanti." Arnius mengalihkan pembicaraan sambil tersenyum.

"Apa sekarang kau juga jatuh miskin, hah!? Seorang ketua mafia yang oaling dihormati, ditakuti, dan disegani, kini berubah menjadi keledai yang patuh pada perintah orang lain?" sindir Regen membawa Arnius ke mobil polisi.

"Ketua!" anak buah Arnius rasanya tak siap dan tak ikhlas kehilangan kapten kapal mereka. Dengan spontan, anak buah Arnius yang masih berjumlah lebih dari 500 orang yang berada di vila tersebut berlutut dan membungkukkan badan sambil berkata, "Kami tak akan meninggalkan Ketua! Kami akan tetap setia pada Ketua! Darah dibayar dengan darah! Nyawa dibayar dengan nyawa! Ketua telah banyak menolong kami! Mohon jaga kesehatan Ketua dan kami akan menanti hingga Ketua kembali!" Ucap salah satu anak buah Arnius yang paling dituakan, Logan dan diikuti oleh anak buah Arnius lainnya.

"Mohon jaga kesehatan Ketua! Kami akan menunggu Anda!" ucap serempak.

"Benar-benar sebuah adegan langka!" seringai Regen tak lama kemudian membawa Arnius pergi dari vila Cannavaro.

Di dalam mobil polisi, Regen sama sekali tak memberikan ruang bagi Arnius untuk bergerak. Tindak-tanduknya selalu diperhatikan oleh sang Komandan yang memiliki julukan kepala batu itu. Lirikan tajam matanya terus mengikuti Arnius, khawatir dia akan memberikan sebuah kode rahasia yang hanya dimengerti oleh para mafia.

"Jangan khawatir, Komandan. Aku tak akan ke mana-mana. Bukankah kau telah membelenggu kedua tanganku? Apa kau pikir aku bisa kabur, hah?" senyum Arnius datar.

"Kau memang tak bisa kabur, tapi 'tangan-tanganmu' selalu siap di belakangmu!" sahut Regen.

"Cih, dasar pria kepala botak tak berperasaan!" kekehnya.

"Kenapa kau ada di vila itu?" Regen kini mulai memasang ekspresi wajah serius.

"Kenapa? Pertanyaan yang aneh!" sahut Arnius dengan tawa seolah meremehkan.

"Apa?"

"Bukankah kau telah lama mengawasiku, Komandan? Seharusnya kau tahu apa yang kulakukan di sana. Dan, bukankah salah satu informanmu ada di antara anak buahku?" Arnius menyeringai sambil melihat ke arah Regen yang mulai salah tingkah membetulkan kancing bajunya.

"Ehem, apa maksudmu? Informan apa? Jangan asal bicara, bajingan!"

"Haha, kau pikir untuk apa aku menghalangimu menangkap anak buahku, hah? Apa kau kira aku tak tahu kau menyusupkan dua orangmu sebagai mata-mata di dalam jaringanku dan seorang sniper yang berada tak jauh dari rumahku. Apa itu belum cukup, Tuan Regen?"

Kali ini Regen benar-benar mati langkah! Anak buahnya yang sedang menyetir pun hanya melirik singkat ke arahnya seraya menelan paksa saliva-nya dan dengan jemari yang gemetar.

"Sejak kapan?"

"Apa?"

"Sejak kapan kau mengetahuinya?"

"Anda tak perlu tahu sejak kapan, lagipula apakah sekarang sudah waktunya interogasi?" tanya Arnius santai.

"Bajingan ini ....!" Regen mengepalkan tangan menahan marah. "Kudengar istrimu ada di tangan sepupumu, Ketua Naga Hitam, Janied Marques, apa itu betul?" lirik Regen.

Arnius terdiam dan hanya melihat ke arah luar mobil yang sedang ditumpanginya.

"Jika kau diam, akan kuartikan sebagai jawaban 'Ya' darimu!"

Arnius tetap diam dan tak lama kemudian dia berkata, "Mari buat kesepakatan, Komandan!"

Gairah Liar Sang MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang