Surat Kaleng

177 6 0
                                    

Agatha seketika pucat pasi saat Arnius meletakkan sebuah kaleng warna hitam dengan selembar surat di dalamnya.

"I-ini kan ...." Agatha melihat Arnius dengan tatapan terkejut sekaligus takut.

"Ya, Anda benar Nona Agatha! Ini adalah surat kaleng." Jelas Arnius menyilangkan tangannya duduk santai sambil melihat benda tabung di hadapannya.

"Lalu, kenapa Anda masih terlihat santai? Cepat lapor ayahku! Dia tahu apa yang harus dilakukan!" panik Agatha.

"Untuk apa?" sahut Arnius.

"Apa?" Agatha menatap Arnius sambil menggelengkan kepalanya.

"Kenapa kita harus melaporkan pada ayah Anda? Pelakunya saja kita tak tahu dan ..." Arnius melirik Agatha sambil menyeringai.

"Dan apa, Tuan Arnius?"

"Apa di rumah ini tak ada CCTV, Nona Agatha?" pancing Arnius.

"Ada!" sahut Agatha tanpa ragu.

Arnius sedikit terhenyak. Ingin rasanya dia tersenyum karena putri seorang komandan yang paling ditakuti di Kota Sion sangat mudah dipancing karena seorang penakut.

"Benarkah? Bisa Anda tunjukkan pada saya di mana CCTV itu berada?" senyum Arnius.

Agatha yang berada dalam keadaan panik dan takut, segera melangkah dan menuntun Arnius ke sebuah ruangan yang terletak paling ujung dan belakang, sedikit jauh dari ruang tamu dan ruang keluarga serta ruangan yang hanya berdiri sendiri di  luar kediaman utama Regen.

"Tempat apa ini, Nona Agatha?" tanya Arnius penasaran.

Namun tak ada jawaban dari Agatha. Wanita ini kemudian membuka pintu merah yang tak dikunci dan betapa terkejutnya Arnius tatkala melihat banyak monitor serta peralatan untuk mengawasi tempat-tempat yang telah dipasangi CCTV. Dengan senyum bak iblis, Arnius hanya menggelengkan kepalanya melihat layar monitor yang menunjukkan aktivitas di beberapa tempat, termasuk sebuah bangunan yang dia yakini sebagai "kantor" kelompok Naga Hitam.

"Ayah sering menghabiskan waktunya di sini jika dia tak sedang bekerja. Awalnya, ayah sangat melarangku masuk ke tempat ini, tapi karena penasaran, aku diam-diam mengikuti ayah dan ...."

"Apa Anda takut, Nona Agatha?" tanya Arnius tiba-tiba.

"A-apa?"

"Lihatlah apa yang ada di hadapan Anda, Nona Agatha! Apa yang Anda pikirkan? Kenapa ayah Anda memasang CCTV di tempat-tempat seperti ini, tapi ...."

Arnius membalikkan tubuhnya, berhadapan dengan Agatha dan berkata, "Kenapa sewaktu peristiwa yang Anda alami terjadi, justru tempat itu jauh dari jangkauan CCTV? Apa Anda pernah memikirkannya?"

Agatha terdiam dan sedikit terhenyak, bahkan tubuhnya hampir oleng jika tak cepat-cepat berpegangan pada pinggiran meja di sebelahnya. "Tolong, Tuan Arnius. Tolong jangan ingatkan aku dengan kejadian itu. Aku berusaha susah payah melupakannya dan Anda dengan mudahnya membukanya kembali," ucap Agatha menahan tangisnya.

"Maafkan saya, Nona Agatha jika saya lancang. Tapi, ini hanya asumsi saja. Maafkan saya." Arnius menundukkan kepalanya.

"Kita ... kita keluar Tuan Arnius. Jangan sampai ayah tahu saya membawa orang asing ke tempat ini atau ...."

"Tenang saja, Nona Agatha. Ayah Anda, meski dia orang yang sangat keras dan ditakuti oleh semua penjahat di kota ini, tapi hatinya seperti marshmellow, lembut bahkan saking lembutnya mudah untuk dihancurkan," ucap Arnius seolah memberi kode pada Agatha.

Agatha hanya menanggapi dengan senyuman singkat. Keduanya kemudian masuk dan harus melihat kembali kaleng yang masih tergeletak di atas meja makan.

"Lalu, bagaimana dengan itu, Tuan Arnius? Apa yang harus kita lakukan?" Agatha menunjuk kaleng warna hitam.

Gairah Liar Sang MafiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang