"Penangkapan Arnius hanyalah sebuah rekayasa yang memang sengaja dilakukan."
Janied segera menghentikan langkahnya, memutar kembali badannya dan menatap laki-laki dengan fedora serta jas panjang hitamnya yang sedang duduk menyilangkan salah satu kakinya. "Sebuah rekayasa? Apa maksudmu, Marco?"
Marco, pria yang dijuluki 'The White Prince', karena kulitnya yang sangat putih dan wajahnya yang sangat tampan layaknya seorang bangsawan Eropa dengan mata biru safire-nya. Indah namun mematikan dan tajam. "Kelakuanmu menyebabkan masalah di ZETTA, Janied! Kuperingatkan, jangan sekali-kali otak bodohmu itu berpikir untuk melakukan kesalahan yang sama kedua kali. Wanita itu, Anna Marbella, seharusnya dia bisa menjadi kartu AS bagi kita, tapi kenapa kau malah membunuhnya? Dan sekarang ...." Marco melirik guci kecil di tangan Janied. "Kuingatkan agar kau ingat lagi bagaimana sampai kursi Ketua Naga Hitam ada di tanganmu, Janied. Jangan buat kami kecewa."
Marco melangkah bersiap meninggalkan kediaman Janied. Sementara Janied melihatnya penuh seringai seraya berkata, "ZETTA memang banyak membantuku, tapi mereka juga telah banyak mengambil dariku, jangan kau lupa hal itu Marco!"
Kali ini Marco berhenti tepat di muka pintu rumah Janied. Tanpa membalikkan badannya, ia dengan tenang dan datar berkata, "Barang yang kau pesan akan segera diantar. Siapkan saja 'pesanan' kami. Jika kau menjaga 'barang' kami ... maka kami juga akan menjaga 'barangmu'."
Dengan seringai serta langkah tenang, Marco meninggalkan rumah Janied. Sang tuan rumah yang melihat kepergian Marco memasang ekspresi datar serta tatapan datar tanpa reaksi apa-apa. Menjentikkan jarinya, Janied memanggil salah satu anak buahnya. "Apa Cleon sudah tiba?"
"Belum, Tuan."
"Jika dia telah kembali, suruh ke ruang kerjaku."
"Baik, Tuan."
***
Di tempat lain, Arnius yang masih berada di rumah pemakaman bersama Regen tampak bersiap akan meninggalkan tempat tersebut. Namun sebelum Arnius meninggalkan rumah istirahat terakhir sang istri tercinta, ia melihat Regen yang berdiri di sebelahnya dan berkata, "Apa kau membawa pisau lipat?""Untuk apa?" tanya Regen menaikkan alis kirinya penasaran.
"Bisa aku pinjam?" Arnius menengadahkan tangannya ke atas meminta yang ia inginkan.
Terdiam sejenak, Regen mengeluarkan sebuah pisau lipat bergagang merah yang selalu ia bawa ke mana-mana.
"Terima kasih."
Srattt!!
Arnius tanpa ragu menusuk ujung pisau lipatnya ke telunjuknya. Darah segar pun segera mengalir dan dengan ekspresi sedih, ia menempelkan darahnya ke foto sang istri. "Aku pasti akan membalas kematianmu, Anna! Aku akan membawa mayat Janied ke hadapan peti matimu! Akan kukubur dia dengan darah yang telah ia tumpahkan ...."
"Hei! Hei! Bicara omong kosong apa kau?! Apa kau mau membusuk di penjara, hah? Ingat! Nasibmu masih ada di tanganku! Jadi jangan pernah berpikir kau akan bisa berlaku seenaknya! Tidak selama aku masih bernafas!" Regen mengetuk jemarinya kencang di atas altar marmer putih.
"Aku tak peduli lagi dengan hidupku! Tapi satu hal yang kuminta, aku tak mau mati sekarang! Janied masih bebas di luar sana dan aku harus balas dendam." Ucap Arnius terus menatap foto sang istri yang telah ditempeli darahnya.
Tanpa ragu, Regen mengeluarkan borgolnya dan mengikat kedua tangan Arnius dengan santai sembari menyeringai. "Simpan ocehanmu di pengadilan nanti, Tuan Arnius."
Arnius tak berkutik pun tak melawan. Keduanya keluar dari rumah pemakaman menuju mobil sang Komandan. Dengan santai dan sambil tersenyum, Arnius menatap langit yang mulai memberikan jalan bagi sedikit cahaya untuk menghangatkan tubuhnya yang tersiram air hujan.
![](https://img.wattpad.com/cover/308049995-288-k752847.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Gairah Liar Sang Mafia
AçãoWARNING : 21++ (BACAAN DEWASA, AREA PENUH KEKERASAN DAN TAK PATUT DITIRU!!!) HARAP BIJAK SEBELUM MEMBACA!!!!!! NO PLAGIARISME!!! TULISAN INI ADALAH MURNI MILIK ALEXA ANENDRA Arnius Nagendra, pria dengan masa lalu kelam yang kini kembali menuntut...