☆ one ☆

743 101 14
                                    

"because of you i survived."

***

enjoy their story, bubs

***

Segalanya akan mudah jika tidak di buat susah.

Satu kalimat yang dianut Rajendra selama ia hidup. Laki-laki itu mencoba menggampangkan segala hal yang menurutnya terasa berat. Menyukai apa saja yang menurutnya memuakkan jika diingat. Rajendra adalah laki-laki dengan sikap perfeksionis yang cukup tinggi.

Seperti saat ini, otaknya terus berputar ketika Pak Wawan—guru matematika dengan kacamata ber-frame kotak memukul tongkat kecil di tangannya. Guru bongsor itu memperhatikannya dalam ketenangan yang tentunya harus ia waspadai.

Rajendra, siapa sangka laki-laki itu menjadi peserta olimpiade matematika. Dalam sejarah SMA Laksamana, Rajendra menyapu bersih setiap olimpiade yang ia datangi. Pak Wawan memang tak suka dengan gayanya yang berandalan. Tapi otaknya? Seseksi itu otaknya sampai susah untuk diragukan.

"Waktu kamu tinggal satu menit lagi."

Dahinya mengkerut selama matanya menelaah setiap angka yang berjajar di atas kertas putih. Baginya cukup mudah, karena laki-laki itu selalu menggampangkan sesuatu dengan otak pintarnya. Rajendra selalu menjadi yang utama dalam urusan hitung menghitung.

"Selesai." Sebelum gertakan dari pak Wawan keluar, Rajendra sudah menaruh pensil kayunya. Tak lupa langsung menyenderkan punggungnya karena terasa pegal. Pak Wawan tersenyum senang hingga kumisnya ikut terangkat.

Rajendra hanya menaikkan alisnya dan menyilangkan kedua tangan melihat bagaimana guru itu meneliti setiap jawabannya. Tidak hanya itu, kumpulan rumus yang tercoret dalam sebuah kertas buram juga menjadi favorit pak Wawan. Rajendra selalu saja bisa menginovasikan segala hal.

"Saya senang kamu bisa memakai cara kamu sendiri untuk menemukan solusi di setiap soal. Jangan sampai lengah untuk menghitung, karena saya tau kamu anaknya perfeksionis. Nilai seratus untuk kamu." Itulah yang diucapkan pak Wawan setelah beberapa menit mencocokkan kunci jawaban dengan apa yang dikerjakan Rajendra.

Otaknya memang panas, bibirnya memang kelu, tapi Rajendra puas dengan pujian itu. Memang menggampangkan matematika adalah hal yang menyenangkan. Intinya ia senang jika sudah mendapat pujian atas kerja kerasnya.

"Mulai besok kamu ada bimbingan intensif dengan pak Cakra, saya harap kamu bisa ikut secara teratur. Jangan tawuran terus yang kamu pikir." Rajendra tersenyum lebar dan menganggukkan kepala. Citra buruknya memang tidak bisa ditutupi begitu saja. Untung saja ia bisa mengatur hal tersebut dengan kecerdasan otaknya.

"Persiapkan sebaik mungkin untuk membawa kembali tropi keempat atas kemenangan kamu. Sampai jumpa kembali, Rajendra." Pak Wawan berdiri setelah membersihkan beberapa kertas dan menyerahkan satu buku tebal pada Rajendra.

Laki-laki itu menghela nafas sembari memijit pangkal hidungnya. Ruangan lab yang cukup dingin membuat Rajendra merasakan hawa yang tidak mengenakkan. Dulu, ia memang sangat membenci matematika. Tak menyukai segala hal yang hanya berkutat dengan angka dan angka.

Tapi kembali lagi pada prinsip hidupnya. Percayalah, yang awalnya ia anggap susah justru kini terasa mudah.

"MY BRO!"

Suara lengkingan seorang laki-laki dengan seragam yang sudah keluar membuat Rajendra melirik tajam. Disusul dengan dua laki-laki yang berjalan dibelakangnya. Penampilan mereka tak jauh berbeda, sama-sama berpenampilan urakan.

STRAWBERRY AND CIGARETTE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang